Fir'aun Berhati Baik

2.7K 382 49
                                    

Jam makan malam sudah terlewat, tapi Aji tak terlihat keluar dari kamar untuk mengisi perutnya hingga pukul sembilan lewat. Makanya, Putri mencari tahu apa penyebab dari keanehan itu karena Aji tak suka menunda makan apalagi melewatkan makan.

Putri mengintip kamar Aji lantaran satu dan lain hal, salah satunya adalah pembicaraan antara kakaknya yang berstatus duda itu dengan juru masak di rumah mereka.a "Oh, sedang menghitung uban rupanya," kata Putri lalu melangkah masuk.

"Apaan?" Si empunya kamar keberatan. Aji memang sedang berdiri di depan kaca besar di sudut kamarnya sambil menyibak rambut  undercut-nya.

"Udahlah, Mas nggak usah ngelak. Putri tau, Mas Aji ini lagi kasmaran. Iya, 'kan?" Putri mendudukkan dirinya di sisi ranjang besar milik kakaknya lalu menggoyang-goyangkan kedua kakinya.

"Kamu sama Oma nguping 'kan tadi?" Aji ikut duduk di samping Putri yang tengah meringis lucu.

"Siapa suruh bikin gaduh. Kami 'kan jadi dengar lalu penasaran. Rugi dong kalo nggak curi dengar. Eh, Mas Aji?"

"Apa?" Aji sedang memeriksa ponselnya. Ada beberapa pesan masuk berisi ajakan nongkrong dari sahabatnya yang baru saja kembali dari Bali.

"Aku setuju Mas Aji nikah lagi."

"Alasannya?" Respon Aji sambil membalas pesan dari pria bernama Baim.

"Biar nggak disuruh Mama rujuk sama Kak Kiara lagi."

"Tinggal bilang 'ogah!'. Kenapa mesti nikah lagi? Gimana kalo hasilnya sama dengan pernikahan yang pertama?"

"Adinda beda, Mas."

Aji meletakkan benda pipih pintarnya setelah dia ubah setelannya ke mode pesawat. "Beda apanya? Dia wanita juga."

Putri melipat dua tangannya di depan dada, "maksud Mas Aji, apa? Mau nikah sama cowok?!"

"Makin ngaco kamu! Mas mau tidur. Ada lagi nggak yang ingin kamu bahas?"

"Aku jadi makin curiga. Kalian tadi jadian, 'kan?"

"Belum."

Senyum Putri terkembang sempurna hingga deretan giginya yang rapi nyaris terlihat semua. Samara tak bohong ternyata, Aji akan bisa berubah perlahan jika wanita itu adalah Adinda.

"Jadi akan ada kemungkinan jadian? Woaaaah ... Seneng banget aku dengarnya. Kalian kapan menikah?" Putri memeluk Aji dari samping dengan antusias yang tergambar di sikap gemasnya.

"Kata Mas 'kan, belum."

"Ah, tapi aku yakin bakal jadian. Alhamdulillah, Allah akhirnya mengabulkan doa Putri."

Aji mengernyit. "Kamu berdoa apa?"

Kaitan tangannya Putri lepas, lalu meringis. Aji malah mengerutkan dahinya. Dia tebak pasti doa yang adiknya maksud adalah tentang pernikahannya.

"Semoga Mas Aji diberi jodoh yang lebih baik dari yang sudah Allah ambil."

Mirip-mirip sama yang Adinda katakan tadi.

"Jodohnya baik, tapi akunya enggak. Sama aja, 'kan?"

"Jodoh yang baik versi aku adalah, dia yang bisa membawa kita yang belum baik ke arah yang lebih baik. Ibaratnya dia mau ke surga, nah, dia bawa kita juga. Adinda anaknya alim dan nggak takut sama Mas Aji. Lucunya lagi, Mas itu suka jahilin dia. Gemes aku lihatnya."

Aji terkekeh rasanya apa yang adiknya bilang benar adanya. Juga terngiang kata adiknya yang menyebut Adinda dengan sebutan 'anak'. Betapa Putri sadar perbedaan umur antara dirinya dengan Adinda.

"Uban Mas udah banyak, sedangkan dia bahkan lebih muda dari kamu." Aji menghela nafasnya dalam, lalu menghembuskannya cepat. Dia bahkan memanggil aku dengan sebutan 'om'.

Filosofi Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang