Masa Lalu Bertemu Masa Lalu

3.8K 455 33
                                    

Ini masih siang dan Adinda juga tak sedang tidur, jadi ini bukan mimpi. Ini nyata, cuma terdengar mustahil. Permintaan Samara untuknya sangat tak masuk akal meski raut wajah wanita tua itu juga sedang bukan bercanda.

Adinda tertawa kecil, namun masih menjunjung tinggi kesopanan yang sudah tertanam sejak kecil di dirinya. "Maaf, Nyonya. Saya kurang pintar mengartikan apa maksud Nyonya tadi."

Samara pun tertular tawa. "Berapa usiamu?"

"21 tahun, Nyonya."

Wanita tua itu mengangguk paham. Tingkahnya itu mengundang rasa penasaran pada diri Lela. Sejauh dia mengenal perangai sang pemilik rumah, dia pastikan ada hal serius di balik permintaanya agar Adinda tinggal di rumah itu. Juga soal usia yang baru saja dia tanyakan tadi.

Darah Lela panas seketika, hingga rasanya berdesakan di dadanya hingga jantung rasanya nyaris lompat dari tempatnya. Pikiran tuanya menyangkut pautkan antara Adinda dan Aji__duda keren yang sering membuatnya istighfar karena tingkahnya.

"Lela?"

Panggilan Samara menyentak ilustrasi seram dalam otak wanita bernama Nurlela itu. "I-iya, Nyonya," jawabnya terbata.

"Kenapa bengong begitu?"

Untuk menjawab calon mantan majikannya, Lela hanya tersenyum seraya menunduk. "Lagi mikirin sesuatu, Nya."

"Baiklah. Kamu bisa pulang dulu. Parman akan mengantar kamu pulang. Adinda biar di sini dulu. Aku akan memperkenalkan rumah ini padanya. Terima kasih sudah mencari penggantimu. Aku menyukainya,."

Meski hati Lela berteriak keras untuk menolak, tapi nyatanya mulutnya tertutup rapat lalu mengangguk. "Saya permisi, Nyonya." Sebelum kakinya beranjak dari lantai marmer yang mengkilap itu, Lela menoleh pada Adinda. "Din, baik-baik, ya. Bibi pulang dulu." Tak rela rasanya meninggalkan Adinda, meski gadis itu mengangguk dalam senyum tulus untuknya. Tiba-tiba penyesalan datang mengisi relung hati entah karena apa.

Entahlah. Firasatnya, Adinda dan Aji akan ada apa-apa.

Oalah, Dinda. Jangan sampai kamu disuruh nikah sama duda gila itu.

Lela terus saja beranggapan demikian. Bahwa Samara akan menawarkan Aji pada Adinda.

Yaa Allah, kenapa firasat itu kuat sekali?

Sepertinya, Lela benar-benar menyesali diri, karena telah membawa Adinda masuk ke dalam rumah itu.

***
Samara benar-benar membawa Adinda berkeliling dan juga memperkenalkan pada asisten rumah tangga yang lain. Tentu saja gadis berjilbab lebar itu bukanlah satu-satunya pekerja di rumah sebesar itu. Adinda hanya menjadi juru masak di sana, dan mulai malam ini dialah yang harus memasak untuk makan malam.

"Kamu bisa masak, 'kan?" tanya Samara sembari berkeliling rumah.

"Bisa, Nyonya."

"Belajar dari siapa? Kamu masih sangat muda untuk menjadi seorang juru masak."

"Dari nenek saya. Beliau dulu chef di sebuah restoran mahal, cuma itu sudah lama sekali."

"Oh," gumam Samara yang terdengar berat. "Ngomong-ngomong, apa nenekmu pernah bercerita tentang masa lalunya? Tentang teman-temannya, mungkin."

"Pernah. Cuma saya tak begitu mengingat semuanya. Tapi ada satu cerita yang sering beliau ulang-ulang."

Samara seketika berhenti dan menatap mata Adinda. "Tentang apa itu?"

Adinda menyingkirkan keterkejutannya akan tingkah Samara dan memilih untuk segera menjawab majikannya yang terlihat sangat penasaran itu. Dengan suara cadelnya, segera dia tuntaskan keingintahuan Samara.

Filosofi Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang