Episode 50

157 5 0
                                    

"Jane, kendalikan dirimu. Itu api, kau mau menyerahkan nyawamu sendiri?" Daniel berada di lokasi kejadian, ia hanya kebetulan saja mengantarkan pesanan kue Holland yang tidak jauh dari rumah Jane berada. Saat mendegar isu kebakaran rumah, Daniel bergegas pergi dan mengikuti para warga yang berlarian saling bergotong royong menimba air dan menyiramkannya pada api yang semakin menyala-nyala dan membesar.

"LEPASKAN TANGANKU. BUKAN URUSANMU, SEKALIPUN NYAWA TARUHANNYA, AKU TIDAK PEDULI," seruan lantang Jane bersama amarahnya, matanya memandang Daniel bengis.

"Jane, sekali ini dengarkan aku," Daniel memohon lirih, wajahnya memelas. Jane terlalu pemberani untuk menghadapi api itu sendirian.

"LEPAS!" terpaksa Jane menyentak tangan Daniel, setelah tangannya bebas dari cekalan erat Daniel, Jane kembali berlari menghampiri rumahnya yang di lalap oleh api.

"JANE!" suara teriakan Daniel tak di pedulikan Jane. Ia terus berlari mendekat.

Aura panas sangat terasa di tubuh Jane. Di depan matanya, api merah menyala-nyala menghancurkan puing-puing rumahnya, atap dan genting perlahan berjatuhan.

"Apinya harus padam. Ya, kasihan foto ibu disana terbakar," tangan Jane tergerak menyiram api itu penuh semangat, para warga yang menyaksikannya berteriak pada Jane untuk menjauhi kobaran api itu.

BYURR

Sekali siraman, air di dalam ember Jane habis. Namun api sulit di padamkan.

"Ibu. Ibu bertahanlah di dalam," pikiran Jane sedang di kendalikan oleh kenangan masa lalu, ia menganggap mendiang ibunya masih hidup dan terjebak di dalam rumah. Dua langkah Jane hampir memasuki rumah terbakar itu, seseorang menarik tangan Jane dengan kuat. Terlihat seperti m3ny3ret Jane secara p4ks4.

"Kau jangan b0d0h Jane! Itu api!" emosi Daniel, ia sangat takut apabila Jane terlanjur masuk ke dalam rumah penuh api itu. Tak bisa di bayangkan bagaimana Jane nantinya apabila sudah terjebak di dalam. Mungkin tubuh Jane akan terpanggang hangus.

"Ibuuu. Aku mau menyelamatkan ibu disana. Ibu pasti...meminta tolong," terbata Jane mengatakannya, bersama air mata yang merembes membasahi kedua pipinya. Ia mulai berhalusinasi, di tinggal orang tua satu-satunya yang selama ini mendampingi hidupnya masih tidak rela. Jane belum bisa melupakan kenangan indah itu. Ia menganggap ibunya masih hidup.

Setelah menjauh dari tempat lokasi, Daniel menatap Jane di sebelahnya. Duduk dengan pandangan kosongnya. Tampaknya Jane masih terpukul atas terbakarnya rumah itu.

"Jane," panggil Daniel hati-hati, takut membuat Jane marah karena menahan Jane tidak masuk ke dalam rumah lamanya. Daniel mengerti, Jane menyimpan foto album tentang ibunya disana. Jane hanya ingin menyelamatkan album, tapi pikiran Jane kemana-mana sampai menganggap mendiang ibunya masih hidup.

"Hm," bergumam malas menanggapi Daniel. Ia masih kecewa lantaran Daniel menariknya pergi dari rumahnya. "Biarkan saja aku m4ti terbakar disana. M4ti bersama ibu dan album foto di tempat tidur ibu," Jane bersuara sendu, ia masih tak percaya. Bagaimana bisa rumahnya terbakar? Sedangkan di dalam sana tidak ada tabung gas, Jane masih menggunakan kompor minyak tanah.

"Sayangi nyawamu Jane. Jangan mengorbankan diri seperti ini. Sama saja hidupmu berakhir sia-sia," nesehat Daniel lembut. Ia baru mengetahui kematian ibu Jane dari para warga sekitar rumah.

Saat itu...

"APINYA SEMAKIN BESAR! CEPAT HUBUNGI PEMADAM KEBAKARAN!" seru salah seorang warga.

Daniel yang akan melajukan motornya berhenti karena keributan itu. Membicarakan soal api membuatnya ikut penasaran apa yang sedang terjadi.

"Tunggu," Daniel mencegah pria paruh baya tadi. "Rumah siapa yang kebakaran?" tanya Daniel merasa was-was, mengenai lokasinya tepat di kawasan rumah Jane. Jangan pikir itu rumah sahabatnya? Ah, tidak mungkin. Jane sudah jarang mengurus rumah lamanya lagi semenjak menikah dengan Danzel dan tinggal di apartemen.

"Rumahnya ibu Ellen," jawabnya gelisah. "Sudah dulu ya, saya harus bantu yang lain," ia pamit pergi dari hadapan Daniel.

Deg

Tidak mungkin. Daniel pun bergegas menyusul, ingin melihat secara langsung bahwa memang benar rumah yang terbakar itu adalah rumah milik Jane.

***

Daniel menyuruh Jane pulang, usai menenangkan Jane, Daniel pamit pergi. Robby akan menjaga Jane.

Robby menatap Jane kasihan, ia tidak tega Jane kembali larut dalam kesedihan usai di tinggal Danzel pergi ke Surabaya.

'Mengapa rumah Nona Jane terbakar ya?' Robby masih berpikir tentang penyebabnya, ia sempat bertanya pada tetangga Jane tidak ada tanda-tanda konsleting listrik.

'Apa mungkin ada yang sengaja membakarnya? Kalau benar, tega sekali orang itu,' batin Robby tak habis pikir. Jane sangat terpukul, pasti rumah lamanya penuh kenangan.

Sedangkan Nicholas, ia merasa lega dan puas. Hanya bermodalkan korek api biasa dan siraman bensin. Tapi rumah Jane yang sudah lapuk kayunya tentu mempermudah api merembet kemana-mana.

"Stella, aku harus menagih janjinya sekarang. Ck, wanita itu entah dimana sekarang. Hanya bisa menghubungi dari sosial media," decaknya kesal, Nicholas membuka room chat-nya di fesbuk, tapi tiba-tiba foto profil Stella hilang berganti foto profil putih biasa.

"APA-APAAN INI?" emosi Nicholas memuncak, Stella telah memblokir akun febsuknya. Berani sekali Stella, sekuat apa nyali keberaniannya.

"STELLA!" nafas Nicholas memburu, ternyata Stella ingkar janji. "Pembohong," gumamnya kesal. Sebelumnya Stella sudah menjanjikan akan menyerahkan Jane sepenuhnya, tapi setelah rencana permintaan Stella selesai wanita itu justru kabur dan memblokir akun-nya.

"Awas saja kalau aku bertemu Stella. Tidak ku biarkan dia sampai lolos," tangan Nicholas mengepal erat, ia sangat mengharapkan mendapat Jane seutuhnya. Masih ada perasaan tidak rela saat mengetahui Jane menikah dengan laki-laki lain. Nicholas sempat berharap Jane mau dan bersedia menjadi kekasihnya dan siap di lamar.

Stella terpaksa memblokir akun fesbuk Nicholas, ia masih ingin berlama-lama di Surabaya. Belum lagi Nicholas seperti mengharapkan Jane berlebihan.

"Kalau aku menuruti Nicholas, sedangkan aku masih di Surabaya. Ahh, dia pasti marah juga nantinya. Lebih baik aku blokir fesbuk Nicholas, hidupku jadi tenang. Tidak perlu bantuan dia lagi. Biarkan aku sendiri saja," Stella kembali mengeringkan rambutnya usai keramas, Stella mengerti kapan Nicholas menjalankan rencananya.

"Untungnya aku langsung hapus akun permanen. Kalau tidak? Huh, bisa-bisanya Nicholas membuat akun baru dan menagih janjiku," gerutunya kesal. Nicholas haruslah di hindari, Stella tau banyak tentang laki-laki itu. Dari yang terlalu obsesi mencintai Jane, pemarah, dan tidak ada rasa sabar sama sekali. Stella tidak tau sisi gelap Nicholas adalah haus d4r4h dengan orang yang di sayanginya.

"Stella," Danzel membuka pintu kamar Stella tanpa permisi. Sontak Stella menutupi bagian d4d4nya yang terlihat, hanya mengenakan handuk panjang saja.

"Maaf," pandangan Danzel menunduk tak lagi melihat tubuh Stella yang terekspos setengah.

"Kau masih betah disini? Atau kita pulang saja?" tanya Danzel tanpa menatap Stella, kekasihnya itu belum juga memakai pakaian. Sebisa mungkin Danzel menahan h4sr4t terpendamnya yang mulai bergejolak.

"Ck, bisakah kita liburannya lebih lama? Kau kapan ada waktu untukku Danzel? Selalu saja sibuk Jane teruss. Aku kapann huhh?" sudah cukup Stella di abaikan tiga hari ini, Danzel menyibukkan diri menghubungi Jane di jam tertentu. Ia terpaksa diam, dimana pun tak adalagi waktu kencan romantis dan waktu luang berdua. Jane seperti pengganggu meskipun jaraknya jauh.

"Maaf Stella. Aku mengabari Jane juga meyakinkan dia. Kau tau? Jane itu mau merahasiakan kepergianku ke Surabaya, sudah bagus Jane tutup mulut daripada membonkar rencanaku ke mama dan ayah," Danzel sendiri juga lelah harus mencari alasan kesana kemari agar Jane tidak terus-terusan menanyakan aktivitasnya selama berada di Surabaya.

"Kau yakin? Bagaimana kalau nantinya Jane jujur dan mengatakannya pada Robby? Kau lupa? Kedekatannya itu mirip sepasang gebetan. Yah bisa jadi Jane membocorkannya. Jane kan selalu sedih. Huhh, tidak ada sehari tanpa menangis," bila di ingat-ingat kembali disaat Jane menelepon Danzel dengan suara isakan tangisnya agar Danzel merasa kasihan dan tidak tega. Dasar Jane bisanya mencari perhatian saja!

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang