Episode 67

93 7 1
                                    

"Ada apa Tuan Danzel?" sahut Robby melihat Danzel di kaca spion, terlihat Danzel seperti ingin menyampaikan sesuatu, kegelisahannya sangat kontras. Robby ingin tau, apa yang akan Danzel katakan. Jarang sekali Danzel memanggilnya lebih dulu, apalagi dengan nada tenang seperti ini. 'Aku harus berhati-hati, daripada Danzel kabur seperti yang sudah-sudah. Hanya karena izin buang air kecil tapi tidak kembali juga,' ucapnya dalam hati sedikit waspada.

"Aku ingin beli minuman dulu. Haus," jawab Danzel beralasan. Entah Robby mengizinkan atau tidak.

"Daripada Tuan beli, nanti sampai di apartemen Tuan Danzel bisa minum sendiri," mempertegas permintanaan Danzel yang sedikit memohon itu, Robby menolaknya secara halus. Ia tau siasat terencana Danzel.

Bedecak kesal, bisa-bisanya Robby tidak mau menepikan mobilnya sejenak.

"Kau melawan perintahku Robby?" nada dingin terkesan menyeramkan itu membuat Robby terpaksa mau tak mau menepikan mobilnya, berhenti sejenak menuruti Tuannya.

"Bagus," bibir Danzel membentuk senyuman kemenangannya. Tak ingin membuang-buang kesempatan emas ini, kakinya segera melangkah keluar, berlari kecil menjauhi mobil yang di tumpangi Robby juga Jane.

Tujuan Danzel saat ini adalah menemui Gabriela, istri sirinya yang sekarang entah sedang tinggal dimana.

Mobil Robby tetap disana. Ia memantau kepergian Danzel yang berbelok berlainan arah menuju gang sempit, ternyata Danzel berbohong.

"Nona Jane, sebaiknya kita mengikuti Tuan Danzel secara diam-diam saja," titah Robby. Tak bisa tenang, dulu Danzel menemui Stella usai bertanya pada pejalan kaki dekat pom bensin.

Dahi Jane mengernyit. "Memangnya kenapa Robby? Sampai harus mengikuti kemana perginya Danzel?" pura-pura tidak tau, Jane juga diam-diam menantau Danzek berbelok ke arah gang sempit. Pikirannya seketika berkelana kemana tujuan Danzel sampai pergi kesana. Untuk menemui siapa?

"Sudahlah Nona, turuti saja apa kata Robby. Jangan sampai kita semua kehilangan jejak Tuan Danzel," sahut Robert menyudahi pertanyaan Jane yang masih tak mengerti.

"Kunci mobilnya Robert, pasang alarm juga. Ayo, kita susul Tuan Danzel," setelah semuanya turun dari mobil, mereka mengejar Danzel memasuki gang sempit.

"Tapi Robby, bagaimana nanti kalau Danzel tau kita menguntitnya diam-diam?" tanya Jane ragu, di depan sana tidak terlalu jauh terlihat Danzel berbicara dengan seorang wanita, namun posisinya membelakangi sehingga Jane tak bisa melihat begitu jelas siapakah wanita itu.

Robby mengangguk. "Baiklah, kita berdiam diri disini. Tetap jaga jarak, supaya Tuan Danzel tidak mengetahui keberadaan kita semua. Ingat, jangan membuat pergerakan mencurigakan agar misi kita mengikuti Tuan Danzel berhasil," memberikan sebuah intruksi kepada para bodyguard lainnya.

Tangan Danzel yang gemetar menerima secarik kertas, menunjukkan hasil tes USG milik Gabriela.

"Kau tau? Jenis kelaminnya laki-laki. Pasti tampan sepertimu, dia akan jadi penerusmu," merekahkan senyumannya, Gabriela merasa paling bahagia karena dapat memberikan keturunan kepada Danzel. 'Daripada Jane, istrinya. Mustahil untuk hamil, dia pasti mandul. Sedangkan aku? Sudah mengandung anak Danzel. Dengan ini, aku bisa menguasai harta Danzel sekaligus menuntut hak warisannya,' batin Gabriela sedikit jahat. Ia rela meninggalkan profesi modelnya demi menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik demi Danzel.

"Berani juga ya, dirimu menemuiku disini. Tidak takut bodyguard suruhan mamamu, juga Jane," takjub Gabriela, ia memang meminta Danzel untuk bertemu dan bicara empat mata dengan suaminya itu.

"Ini apa?" menghiraukan pertanyaan Gabriela, Danzel masih terpaku pada kertas hasil USG kandungan istri sirinya itu.

"Calon anak kita sayang. Kau lupa? Kado merah muda kemarin isinya testpeck milikku," bibir Gabriela cemberut manyun, kenapa Danzel bisa sepikun ini?

"Anak kita? Kau jangan gila! Sejak kapan?" berusaha mengelak, seingatnya usia pernikahannya dengan Gabriela baru saja 4 hari, bagaimana mungkin secepat itu Gabriela hamil? Bahkan sampai melakukan tes USG?

Mata Danzel terbelalak tak percaya. Tangannya mengambil benda itu dengan gemetaran. Apa-apaan ini? Sebuah tespack menunjukkan garis positif?

Refleks Danzel melempar benda tespack itu ke lantai. Dan cerobohnya Danzel tidak menutup pintu kamarnya.

Teringat sesuatu bagaimana Gabriela memberikan kado kejutan yang menurutnya berhasil mengguncangkan dirinya.

"Kau hamil anak dari laki-laki lain. Bukan anakku!" seru Danzel emosi, Gabriela diam-diam berselingkuh di belakangnya sebelum ia menikahi sahabat masa kecilnya itu.

Di tuduh hamil dengan pria lain, tentu Gabriela tak terima. "Ini anakmu Danzel. Aku sama sekali belum pernah di sentuh oleh pria manapun. Percayalah sayang," meraih tangan Danzel, memohon pada sang suami agar menpercayainya. Memang Gabriela dulu pernah berc*nta dengan kekasih lamanya, tapi ia menggunakan pengaman. Lain halnya setelah menikah dengan Danzel, Gabriela merasa tenang dan tidak perlu takut lagi hamil tanpa seorang sosok figur ayah.

"Aku pergi, nanti mereka curiga aku keluar terlalu lama," melepas cekalan tangan Gabriela, langkah Danzel berlari menyusuri gang sempit pun berlalu. Tapi ia lupa di tangannya masih menggenggam secarik kertas hasil tes USG anak Gabriela masih dalam kandungan.

"DANZEL! ITU ANAKKU!" teriakan Gabriela tak di gubris oleh Dazel yang tetap berlari semakin jauh.

Sebelum itu, Jane dan semua bodyguard lebih dulu sudah kembali ke dalam mobilnya.

Saat Danzel kembali memasuki mobil dan membeli sebotol minuman, sebagai alih-alih alasan palsunya. Pandai pula Danzel pergi menemui Gabriela, ke supermarket agar bisa berbicara empat mata dengan Gabriela perihal anak yang sedang di kandungnya.

"Lama juga ya. Antri?" tanya Jane yang tidak tahan untuk diam. Ingin mendengar alasan apalagi di lontarkan oleh bibir Danzel yang penuh kebohongan itu.

Danzel mengangguk. "Ya, antri. Disana penuh, jadi aku mencari toko-toko kecil seperti warung. Lumayan jauh jaraknya darisini," alasan terlepas bebas dari bibirnya tanpa perlu merangkainya di otak, berpikir memutar balikkan fakta supaya tidak ada yang tau dirinya usai menemui Gabriela.

"Itu di tanganmu yang satunya kenapa mengepal terus ya? Atau kau bawa uang? Tapi lupa di masukkan ke dompet?" sedikit curiga, Jane bisa menebaknya bahwa tangan Danzel yang bebas meremas kertas USG milik Gabriela.

Robby dan bodyguard lainnya hanya diam menyimak perbincangan Jane dan Danzel. Sebentar lagi akan terjadi adu debat antara pasangan suami istri itu.

"Ini? Oh, ya nanti saja aku masukkan ke dalam dompet. Sekarang masih perjalanan pulang, nanti uangku jatuh ke bawah. Lebih baik begini daripada banyak gerak," terbata menjawab pertanyaan tegas dari Jane, Danzrl merutuki dirinya sendiri sampai lupa membuang kertas hasil tes USG Gabriela.

Jane tersenyum miring, lihatlah betapa cemasnya Danzel sekarang. Takut ia mengetahui apa yang sedang di sembunyikan.

'Kau memang menutupi sesuatu dariku. Dan rahasia besar ini, akan terungkap seiring waktu dan campur tangan Tuhan bila menghendaki,' batin Jane dalam hatinya. Ia bukanlah wanita bodoh mudah di bohongi seperti anak kecil yang di janjikan di belikan mainan namun ada banyak alasan, Jane akan membongkar kebusukan Danzel tentang kesetiaan palsunya menjadi seorang suami. Janji suci pernikahannya telah ternodai oleh adanya perselingkuhan kedua kalinya. Stella dan Gabriela.

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang