Episode 52

107 7 1
                                    


Pertama-tama, Jane bertanya lebih dulu kepada resepsionis, apakah Danzel dan Stella memang menginap disini atau tidak.

"Ya, nama itu terdaftar disini. Anda siapanya?" ia bertanya serius, sesuai kesepatakan Danzel apabila ada orang asing yang mencarinya harus di introgasi terlebih dahulu.

"Saya adalah..." belum usai Jane menjawab, Daniel langsung menyahut ucapannya. "Teman Danzel. Ya, kami adalah teman kerja saja," jawab Daniel tenang, ia sudah tau pasti resepsionis itu tidak akan memberitahu informasi dimana Danzel dengan mudahnya kepada Jane.

Si resepsionis itu mengangguk, tidak perlu ada yang di khawatirkan. Mereka pasti bisa menjaga kerahasiaan Danzel.

"Kamar nomor duapuluh," setelah si resepsionis menunjukkan dimana kamar yang di tempati Danzel, tanpa berlama-lama lagi Jane mempercepat langkahnya. Sebentar lagi, ia akan menemukan Danzel yang pastinya sedang bersama seorang wanita. Dari pengenalan suara, Jane yakin itu adalah Stella. Meskipun suaranya d3s4h4n saja, Jane mengenalinya betul.

"Jane, tenanglah. Jangan gegabah seperti ini," Daniel meraih tangan Jane untuk tetap tenang dan tidak tergesa-gesa menangkap Danzel.

Melepas tangan Daniel. "Biarkan aku menangkap basah Danzel. Sudah ke berapa kalinya huh? Kedua kalinya Daniel," menahan sebuah amarahnya, tak ada lagi kesabarannya untuk Danzel. Ia akan membongkar bagaimana Danzel di belakang sejauh ini selain berselingkuh dengan Stella dan melakukan apa saja.

"Tapi Jane, ini hotel. Sampai ada keributan, kau sendiri yang di usir oleh satpam," memperingati Jane agar mau mendengarkan nasehatnya, tapi Jane sudah berada di ujung tanduk ingin meluapkan emosinya.

BRAK!

Terlalu kasar Jane membuka pintu yang terkunci itu. Mata Jane mencari-cari Danzel di dalam kamar yang kini kosong tak berpenghuni. Dimanakah suaminya itu?

"Danzel, keluarlah. Tidak perlu takut, aku hanya ingin berlibur juga bersamamu," suara Jane itu terdengar di satu ruangan kamar, Danzel tak kunjung keluar.

Daniel melihat ponsel Danzel yang tergelatak diatas ranjang. "Ini milik Danzel ya? Apa orang lain?"

Sontak Jane menoleh ke arah Daniel yang memegang ponsel berwarna silver. Benar, itu milik Danzel.

"Kenapa tertinggal disini? Danzel kemana pun selalu membawanya," heran Jane, sehari tanpa gawai rasanya hidup Danzel penuh rasa hampa dan sepi, belum lagi terkadang Danzel bertukar kabar juga video call dengan Stella. Mengingat itu membuat hati panas Jane karena cemburu kembali berkobar.

"Kau yakin ini milik Danzel?" tanya Daniel sekali lagi, terlalu ceroboh untuk Danzel meninggalkan sebuah gawai mahal di hotel tarif rendah. Bisa saja sewaktu-waktu ada yang mengambilnya. Bak menemukan harta karun di gurun pasir.

Jane mengangguk cepat. "Aku ingin tau isinya. Tak pernah ia terbuka padaku. Apalagi isi chat dan nomor kontak siapa saja yang di simpan oleh Danzel," berusaha membuka kunci kata sandi Danzel, percobaan pertama salah, kedua salah, hingga ketiga kalinya pun salah dan berakhir silahkan coba dalam sepuluh detik lagi. Jane menyerah, tidak mungkin ia bisa mengutak-atik isi ponsel Danzel dengan mudah.

Daniel menggeleng heran, segitu cintanya Jane. "Aku bisa membukanya tanpa memasukkan kata sandi," mengambil alih gawai milik Danzel. Ia yakin metode yang pernah ia lihat di yutub akan berhasil.

'Danzel cerdas juga memakai kata sandi. Huh, aku kira pola,' batin Daniel mengeluh, setelah terbuka ia menyerahkannya kembali kepada Jane.

"Wah! Daniel! Ini, terbuka? Kau pakai mantra apa?" mulutnya mengaga tak percaya, tangan lincah Jane menuju aplikasi kontak melihat duapuluh lima nama disana. Jane menemukan dua nama spesial. Aneh, ia pikir Danzel menyimpan nomor Stella saja yang spesial, nyatanya ada dua wanita.

Dua nomor spesial itu adalah, Stellaku dan Wanitaku.

Sedangkan si resepsionis tadi menerima telepon dari Danzel bahwa ponselnya tertinggal di kamar. Langkahnya bergegas cepat menuju kamar Danzel. Atas permintaan Danzel sendiri bahwa ponsel itu sangat penting.

SRETT

Tangan Jane kosong, saat melihat siapa yang sudah mengambil alih ponsel Danzel adalah si resepsionis yang berlalu pergi tanpa menjelaskan sepatah kata pun.

"Kenapa diambil? Ck, ini pasti suruhan Danzel," gerutu Jane kesal.

"Apa Danzel menginap di tempat lain ya?" tanya Jane pada Daniel.

"Aku tidak tau. Sebaiknya kita ikuti saja dia," saran Daniel dan di angguki Jane.

"Fyuh, beruntunglah aku tepat waktu. Kalau tidak, rahasia terbesar Danzel akan terbongkar oleh rekan kerjanya itu," usai cukup jauh dari kamar Danzel, ia segera menghubungi kembali Danzel yang memakai nomor lain.

"Halo? Tuan, ini ponselmu sekarang ada di tanganmu. Jadi, kapan kau akan mengambilnya? Rekan kerjamu menyusul kesini. Laki-laki dan perempuan," jelasnya gelisah, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan dua orang itu tidak mengikutinya dan sampai menguping perbincangannya dengan Danzel melalui telepon.

"Kau serahkan saja ke satpam. Aku menunggu disana. Tunggu, ngomong-ngomong rekan kerja laki-laki dan perempuan itu namanya siapa?" tanya Danzel di seberang telepon merasa heran, ia tidak menyuruh siapapun untuk datang ke Surabaya dan menyusulnya.

"Saya tidak begitu tau. Tapi mereka sepertinya ingin menangkap basah anda. Perempuan tadi hampir saja membuka isi kontak di ponsel anda. Beruntungnya saya datang tepat pada waktunya."

"Ok, segera ke satpam sekarang. Aku menunggu disana," panggilan di akhiri oleh Danzel. Si resepsionis itu kembali menoleh memastikan keadaan aman, ia merasa ada yang mengikutinya secara diam-diam.

"Huh, terserah kalian saja. Dasar, bisanya mencampuri urusan orang," m4k1nya berlalu pergi.

"Daniel, kau dengar tadi dia mengadu pada Danzel? Takut kita menangkap basah. Berarti benar, Danzel tidak sendirian disini. Tentunya ada Stella dan nama kontak wanitaku. Ayo Daniel, kita ikuti," ajak Jane tak sabaran, ia penasaran siapalagi sosok wanitaku. Memang kesan Danzel yang tidak cukup satu wanita mulai muncul dan ia ketahui.

Danzel menunggu tidak sabaran, ia baru saja menyadari ponselnya tertinggal di kamar sewanya.

"Dimana sih? Lama sekali," menunggu selama lima menit, waktu sebentar ini membuang moment indahnya bersama seseorang.

"Tuan, ini," suara lembut dan merdu itu mengejutkan Danzel.

"Terima kasih," segera pergi dan mempercepat langkahnya, Danzel tidak mau di pergoki oleh siapapun termasuk rekan kerjanya itu. Tidak tau pasti siapa, namun ia yakin bahwa itu kiriman mamanya yang ingin mengawasinya disini.

Jane dan Daniel menyaksikan itu di ambang pintu masuk.

"Daniel, sebaiknya kita pura-pura tidak tau saja. Ayo, sebelum dia tau menyadari kita disini," menarik tangan Daniel pergi dari pintu utama masuk hotel. Ia akan menyusun rencana bersama Daniel untuk menemukan Danzel secepatnya. Cerdas sekali Danzel sampai bekerja sama dengan pihak hotel. Mungkin kedatangannya disini sudah di beritahukan, maka dari itu Danzel menunggu diluar saja daripada mengambilnya lamgsung didalam hotel. Danzel takut bertemu dengannya.

***

"Wanitaku, dia siapa? Daniel, aku tidak sempat melihat nomornya. Bahkan aku juga belum menyalin nomor itu di ponselku," keluh Jane kesal, sedikit lagi ia mengetahui siapa saja perempuan yang Danzel cintai hingga rela mengajaknya berlibur ke Surabaya tanpa dirinya.

"Tenanglah Jane, kita cari tau pelan-pelan. Kau lelah? Istirahatlah. Aku tidur di-" belum usai Daniel berucap, Jane langsung menyelanya tidak suka. "Daripada membuang uang, dan kita pergi kesini juga mendadak. Lebih baik kau tidur disini saja," saran Jane membuat Daniel terkejut.

"A-apa? Disini?" Daniel jadi gugup sendiri, bagaimana bisa ia satu kamar dengan Jane? Bisakah ia menahannya semalaman?

Jane mengangguk. "Kau tidurnya di kursi panjang itu saja. Aku disini," kata-kata Jane menenangkan hati Daniel.

"Jangan terlalu di pikirkan," ucap Daniel sebelum Jane merebahkan dirinya di ranjang. Saran Jane memang benar, bahkan ia sendiri tidak membawa banyak uang karena kepergian yang mendadak sekali.

Jane menggeleng, ia tetap memikirkan siapakah perempuan dibalik nama wanitaku itu.

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang