Episode 18

198 11 0
                                    

Grep.

Jane menarik tubuh Danzel ke dalam pelukannya.

Danzel merasa gelisah, terutama di bagian bawahnya sudah mengeras.

"Lepaskan, aku bisa memulainya sendiri," menyingkirkan tangan Jane yang melingkari pinggangnya. Danzel melepas pakaiannya satu persatu.

Jane menatap itu pun tersenyum. 'Stella Stella, Danzel akan menjadi milikku seutuhnya malam ini. Danzel juga akan memberikan anak kepadaku secepatnya,' ujar Jane di lubuk hatinya.

Sedikit grogi Danzel memulainya, sedangkan Jane hanya pasrah. Lenguhan suaranya terdengar manja.

Danzel memainkannya dengan lembut. Ia tidak terlalu mencemaskan apabila Jane hamil karena drinya sudah memakai pengaman.

***

Setelah peristiwa semalam, Danzel sama sekali tidak menghiraukan Jane.

"Danzel, kenapa kau diam? Sariawan ya? Atau puasa bicara?" tanya Jane cerewet, ia tak ada hentinya mengganggu Danzel dari suaminya itu sarapan, bermain hp, menonton tv. Jane tetap mengusiknya.

"Semalam kau lembut sekali. Terima kasih Danzel. Tapi, aku tak merasakan hangat. Apa kau di luar? Kenapa?" sedikit kecewa Jane menanyakan hal ini. Seharusnya Danzel mengeluarkannya di dalam saja.

Menoleh, emosi Danzel sudah di ambang batas. "Untuk apa? Agar kau bisa punya anak dariku? Biar mama senang? Ayah juga bahagia? Mimpimu terlalu tinggi. Sampai kapanpun, aku hanya menginginkan anak dari Stella, bukan dirimu Jane Margareth!" Danzel menunjuk Jane dengan sorot mata tajamnya.

Suara Jane melemah. "Apa? Jadi benar? Kau sengaja di luar? Bukan dalam? Demi Stella ya?" sebisa mungkin Jane tidak menangis kali ini, ia harus terlihat tegar di hadapan Danzel.

"Terimalah kekalahanmu. Stella yang berhak mengandung anakku. Bukan dirimu!" setelah itu Danzel pergi, ia ingin menenangkan dirinya.

"DANZEL!" suara Jane meninggi. Ia sudah tidak tahan lagi untuk sabar. "KAU ADALAH SUAMI JAHAT YANG TIDAK PUNYA HATI!" lagi Jane berteriak, air matanya luruh membasahi pipinya.

Danzel diam, ia tak membalas ucapan Jane. Semakin Jane di ladeni istrinya itu semakin kesal dan emosi.

"MENYIMPAN DUA HATI DALAM SATU WAKTU SALAH SATUNYA AKAN PERGI," marah Jane berang. Ia menatap penuh amarah murka pada Danzel, mengharapkan kehadiran seorang anak setelah menikah adalah salah satu keinginannya. Tapi Danzel tidak mengizinkannya.

"Apa maksutmu? Mendoakan Stella pergi dari hidupku? Begitu?" tatapan Danzel tajam. Ia semakin membenci istrinya itu.

Jane mengangguk. "Ya! Lebih baik Stella pergi. Kau mencintai Stella? Oh, sama saja mengingkari janji suci pernikahan kita di hadapan Tuhan. Saling setia, mencintai, menyayangi, perhatian, tanggung jawab, ikhlas menafkahi. Tapi? Semua janji itu kau ingkari. Namanya ikrar yang ingkar," jelas Jane tegas. Agar Danzel paham janji suci pernikahan terucap di hadapan Tuhan bukanlah janji biasa yang di permainkan.

"Mengingkari karena aku tidak mencintaimu," tukas Danzel jujur. Untuk apa ia berpura-pura mencintai Jane? Sedangkan hatinya masih di miliki oleh Stella.

Jane tersenyum simpul. "Kita lihat, siapa yang nanti akan pergi meninggalkanmu," tantang Jane berani. Kesabarannya untuk berharap di cintai sudah habis.

Danzel terdiam. Ia tidak mengerti maksud perkataan Jane.

'Salah satunya pergi? Hm, tapi kalau Jane yang pergi aku sangat bersyukur. Tidak untuk Stella, aku akan meperjuangkannya untuk tetap bersamaku,' yakin Danzel dalam hatinya. Karena Stella bukan cinta tulus lagi tapi cinta mati yang tidak mau jauh-jauh dari Danzel terlalu lama. Terbukti Stella selalu mengiriminya pesan, Stella butuh perhatian. Jauh berbeda dengan Jane si pemaksa dan mengancam dengan mengadu kepada mamanya.

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang