Episode 76

55 2 1
                                    

"Yakin?" sebelah alis Danzel terangkat, hatinya merasa senang apabila Jane mundur dan menyerah.

"A-aku yakin. Tapi, tidak untuk mamamu. Dia pasti sangat mengharapkan kehadiran seorang anak dari pernikahan kita," awalnya Jane ragu-ragu, sekelebat pikiran tentang mama Anette ia gunakan untuk menjebak Danzel.

Berhasil, Danzel tak diam tak bisa membalas ucapannya.

"Kau masih ingat? Bagaimana berharapnya mama saat aku pusing dikira hamil?" lebih dekat dengan langkah perlahan-nya. Danzel mundur berusaha menghindari Jane.

"Apa! Aku tidak mengingat apapun!" serunya ngegas, Danzel menoleh ke belakang, dimana hanya ada tembok saja. Tubuhnya membentur tak dapat menghindari Jane.

"Inikah seorang Danzel Gilbert? Takut kepada istrinya? Tapi, wanita lain? Bersikap manis dan peduli?" ia sendiri juga heran, apakah Danzel tidak cukup dengan satu wanita meskipun itu istri atau pacar? Sampai-sampai menambah wanita lagi di belakangnya?

"Wanita mana? Gabriela memang istriku. Dia bisa memberikanku keturunan," kilah Danzel beralasan.

"Baik," mengangguk mencoba mengerti kepanikan Danzel di ujung tanduk. "Ingat baik-baik. Khawatirnya mama Anette saat aku mengeluh pusing. Menuduhku hamil, membeli testpack, dan kau tega memalsukan garisnya sampai mama Anette kecewa dan marah."

Satu jam Jane pingsan dan sadar usai Danzel mengolesinya minyak telon di pelipis Jane juga menghirupkannya agar Jane segera sadar.

"Ini, tespack yang sudah aku beli tadi ke apotik," ujar Danzel memberikan testpack itu pada Jane.

"Terus, aku harus berbohong lagi ya?" tatapan nanar di kedua mata Jane menyiratkan kekecewaan paling dalam. Bisa-bisanya Danzel tidak menginginkan anak darinya.

Danzel mengangguk. "Terpaksa, tidak ada cara lain lagi," ia juga tidak senang apabila Jane hamil. Sama saja menyerahkan warisan penuhnya pada anak Jane, tak akan pernah ia biarkan itu terjadi.

"Ini testpacknya belum ada hasilnya, Danzel. Mama Anette meminta buktinya hari ini. Dia berharap sekali dengan kehadirannya seorang anak diantara kita."

"Hei? Kau melamun?" Danzel melambaikan tangannya di depan wajah Jane. "Ini aku sudah memberikan garis buatan sendiri agar mama percaya kau sedang hamil," menyerahkan testpack itu kepada Jane, untungnya ia ada ide ini untuk membohongi mamanya. Mempunyai anak dari Jane? Ah, itu dalam mimpi Danzel saja. Tak akan pernah menjadi kenyataan.

"Ah, tidak. Ini testpacknya? Mama bakal percaya?" tanya Jane ragu-ragu. Masalahnya pandai sekali Danzel berbohong. Mengapa tidak juju saja?

Danzel mengangguk. "Pasti mama percaya. Sekarang, kirimkan buktinya sama mama," suruh Danzel memaksa Jane, ada-ada saja mamanya itu mengharapkan anak.

"Ambilkan ponselku di tas," pinta Jane memohon.

"Apa? Kau punya kaki sendiri. Ambil saja sana. Jangan menyuruhku! Aku bukan babumu," ketus Danzel menolaknya mentah-mentah. Tidak kasihan pada Jane yang masih lemas dan pusing.

Jane melongo tak percaya. "Wah, tega ya. Istrinya pusing, di perintah mengambil sendiri. Apa salahnya aku meminta tolong padamu Danzel?" tak habis pikir, Danzel selalu menanggapinya dengan emosi, selalu kesal pada dirinya.

"Kau manja!" terpaksa Danzel mengambilkan ponsel Jane di dalam tas selempangnya.

"Dasar tidak peka," umpat Jane menggerutu.

"Ini, kirimkan sekarang," melempar ponsel Jane dan untungnya di tangkap sang pemiliknya.

"Danzel! Kalau ponselku jatuh dan mati? Ganti rugi ya!" omel Jane marah. Tak bisa sedikitpun Danzel lemah lembut.

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang