Danzel mengirimkan pesan pada Stella. Hanya beberapa jam saja ia sangat merindukan Stella.
Anda
Stella, apa kau sudah makan? Maaf aku baru mengabarimu. Aku kehabisan daya baterai.
5 menit Danzel menunggu balasan, padahal Stella sedang online.
"Kenapa Stella tidak membalas pesanku? Sedang chatan dengan siapa?" tanya Danzel gelisah sendiri, ia berpikir Stella terlalu asik chatan bersama teman-temannya sampai dirinya di lupakan.
Jane yang mendengar itu sedikit penasaran. Danzel chattingan dengan Stella?
"Tidur, bukan main hp. Apa matamu tidak sakit huh? Kalau rabun bagaimana?" omel Jane, namun ada rasa cemburu yang terselip disana.
Menoleh ke samping, Jane sangat marah. Danzel mengerti Jane sedang cemburu.
"Bukan urusanmu," acuh Danzel tak peduli. Ia kembali tidur di posisinya membelakangi Jane.
"Bukan urusanku? Danzel, kau masih bertukar pesan pada Stella? Kenapa? Sulit ya melupakan Stella? Apa kehadiranku tidak cukup?" tidak ingin Danzel tidur lebih dulu, Jane mengajak Danzel bicara serius.
"Tidur sekarang, atau aku suruh tidur di ruang tengah lagi?" ancaman Danzel itu mampu membungkam kecerewetan Jane.
'Bagus. Akhirnya kau diam juga,' batin Danzel merasa tenang. Bisa tidur nyenyak kalau Jane diam. Selalu mengusik hubungannya dengan Stella. Kehadiran Jane tidaklah ia inginkan, hatinya tetap utuh untuk Stella. Sampai kapanpun itu.
***
Jane sudah lebih baik. Ia sudah habis 3 piring nasi karena semalaman tidak makan. Danzel juga tak mengingatkannya makan.
"Ayo, kau menyita waktuku saja," berdiri dan enggan untuk duduk, Danzel terpaksa menunggu Jane hingga selesai dengan sarapan paginya.
Jane mengangguk. Ia terburu-buru menghabiskan segelas teh hangatnya.
"Sudah, sekarang ayo berangkat ke kantor bareng," tanpa ragu Jane menggamit lengan Danzel. Sang empu langsung marah dan melepaskannya.
"TIDAK PERLU MENYENTUHKU!" ketus Danzel menatap Jane sinis. Ia risih di sentuh Jane.
"Kenapa? Stella yang menyentuhmu begitu?" suara Jane rendah, bibirnya yang tadinya tersenyum perlahan pudar di gantikan bibir manyun cemberut.
"Ya," singkat Danzel menjawabnya. Tanpa berlama-lama beradu debat dengan istrinya, Danzel pergi lebih dulu. Robby pasti sudah siap dan menunggunya di parkiran sana.
"Huh, kalau aku dekat dengan Haris atau Daniel saja marah-marah. Suami tidak peka, cemburu saja gengsi," terus menggerutu kesal karena Danzel tak pernah romantis sedikitpun kecuali saat ia pingsan karena bertemu hantu perempuan disaat lampu mati saja.
***
"Apakah Jane sudah baik-baik saja? Hm, Danzel sama sekali tidak memberitahuku bagaimana perkembangan kondisi Jane," hati Anette gelisah. Ia beranjak dari duduknya dan pergi ke ruangan Jane sendiri.
"Jane? Kau di dalam?" panggil Anette saat membuka pintu ruangan Jane, tampak sepi tidak ada siapapun disana.
"Tidak ada orang? Kemana ya?" Anette berpikir pasti Jane bersama Danzel sekarang.
***
Sedangkan Jane mati-matian menjaga jarak dari Danzel. Suaminya itu tiba-tiba mengusap sisa sebutir nasi yang masih belepotan di sudut bibirnya.
"Dasar anak kecil, makan begitupun bibirmu sampai ada sisa nasinya," bukannya Danzel perhatian dan gemas seperti di film-film ketika pasangannya tidak sadar bibirnya ada sisa makanan, justru Danzel mengomeli Jane.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Billionaire Husband's [END]
RomanceBiar nambah referensi cerita semua genre catat profil wattpadku atau follow❤ Warning!! Beberapa part terdapat adegan dewasa. Untuk 18+ Konflik bertahap Kejutan episode terpanjang!!! Jane terpaksa harus menikah dengan Danzel demi biaya pengobatan ib...