Episode 87

85 5 0
                                    

Gabriela melebarkan senyumannya. "Ini buku cek kehamilanku. Lihatlah sayang, disini bayi kita sehat," membuka buku kehamilan baru saja ia minta kepada pihak puskesmas. Sengaja supaya Danzel tak bisa menghindarinya saat bertemu. Terbukti sekarang Danzel mau berbincang dengannya.

Tidak bereaksi, Jane diam menyaksikan interaksi antara pasangan suami istri itu. Tampaknya Gabriela sangat bahagia atas kehamilannya mengandung anak Danzel. Sedangkan dirinya belum, mengenai Danzel tidak mau memiliki anak darinya. Masih teringat jelas bagaimana Danzel menolak mentah-mentah disaat Jane mengharapkan kehadirannya seorang anak.

Danzel mengamati hasil pemeriksaan rutin Gabriela.

Tapi siapa sangka buku kehamilan itu di rampas paksa oleh Jane dan suara robekan yang begitu keras mengejutkan Danzel serta Gabriela.

SREKK

"HEH! JANE! KURANG AJAR KAU. BERANINYA MEROBEK BUKU KU," tangan Gabriela berusaha meraih buku kehamilannya dari tangan Jane, tapi ia hanya mendapatkan setengah kertas yang berhasil di gapai. Sisanya sudah robek tak berbentuk berserakan diatas tanah.

Jane tersenyum sarkas. Ekspresi memelas Gabriela adalah kesenangan baginya. Salah sendiri hamil dari suami orang. Apa populasi laki-laki sedikit? Sampai Gabriela merebut Danzel?

"Kenapa? Kau tidak terima?" tantang Jane mengangkat dagunya berani. Tak ada rasa takut sema sekali dengan wanita seperti Gabriela.

Menarik tangan Gabriela menjauh dari Jane. Danzel tak mau Gabriela terluka karena amukan Jane ketika marah terkadang kelewat batas.

"Apasih Danzel! Lepas! Aku mau memberikan balasan pelajaran istrimu dulu," berontak Gabriela berusaha melepaskan cengkraman Danzel yang terasa kuat di pergelangan tangannya.

"Kau gila? Beraninya datang ke kantorku?" tanya Danzel setelah di rasa tempat sekelilingnya sepi, aman. Tidak ada pantauan dari Robby, bodyguardnya tadi hanya diam tak mau ikut campur tangan.

Gabriela menatap malas Danzel. Apakah salah seorang istri merindukan suaminya untuk bertemu?

"Sekarang kau jarang mampir ke rumah penginapanku. Terhitung sejak seminggu yang lalu dirimu terakhir mengunjungiku. Mirisnya nafkah bulanan tidak kau berikan kepadaku. AKU KELAPARAN DANZEL! AKU HAMPIR MATI TIDAK MAKAN!" seruan lantang menggema di lorong sempit nan sunyi itu membangkitkan kemurkaan Gabriela. Kesabarannya sudah habis menghadapi Danzel yang lupa diri jika laki-laki itu punya istri dua, bukan satu saja dan tidak harus tentang Jane. Ini tidak adil!

Astaga! Batin Danzel menjerit, pikirannya tak terbesit Gabriela sedikit pun. Terlalu bucin dengan Jane hingga Gabriela tersisihkan.

Tatapan tajam menembus netra Gabriela, Danzel tak peduli sama sekali. Perasaannya terhadap Gabriela sudah hilang dan pudar. Bisa di namakan bahasa gaulnya mati rasa.

"Ada Kevin, kenapa kau tidak membutuhkannya? Aku mengirim Kevin untuk menjagamu," ungkap Danzel berusaha sabar, sikap keras kepala Gabriela sama saja dengan Stella mantan kekasihnya. Tak beda jauh, keduanya harus menjadi prioritanya. Hidupnya yang super sibuk tidak melulu soal wanita dan cinta kan?

Gabriela terkekeh, mengandalkan orang lain? Lucu sekali Danzel sampai melupakan perannya sebagai seorang suami.

"Kevin bukanlah suami pengganti yang bisa kau suruh dan harus menemaniku setiap saat. Aku paham," menjeda sejenak, Gabriela menatap intens mata Danzel. Tak ada lagi tatapan hangat meneduhkan disana. "Waktumu hanya di peruntukkan Jane. Bukan aku."

Dari jarak beberapa meter, Jane mendengarkan semua itu. Di tangannya masih ada satu lembar hasil pemeriksaan buku kehamilan milik Gabriela, meskipun kosong kertas itu tetaplah milik Gabriela.

"Ini membuatku semakin yakin untuk mengakhiri pernikahan ini. Tapi, sebelum aku meninggalkanmu, kau harus merasakan bagaimana rasanya di cintai sepenuh hati dulu sebelum rasa kecewa dan hancur datang bersamaan. Pasti sulit kalau nantinya hati Danzel move on dariku. Istri yang berbeda dari sederet wanita-wanita penuh nafsunya itu," tangannya mengepal meremas kuat selembar kertas menjadi bola-bola kusut yang kasar.

"Kalau kau masih mementingkan Jane prioritasmu, tunggu saja dalam waktu dekat aku akan menunjukkan siapa diriku ke Publik. Kalau pria seperti Danzel mempunyai dua istri, Jane dan aku," senyuman licik yang terpatri membuat hati Danzel mendadak gelisah tidak tenang. Sedikit pemaksaan dalam bentuk mengancam.

Menarik nafas dalam-dalam. Gabriela hanya menggertak saja. Tapi wanita ular satu-satunya itu setelah Stella pasti membocorkan fakta rahasia ini ke hadapan publik.

"Dasar wanita tidak tau malu. Harga dirimu terlalu mur-"

"Murah kau bilang?" sela Gabriela cepat, seharusnya yang murah itu Danzel. Bukannya setia dengan Jane justru menikahi wanita lain seperti dirinya dengan alasan tidak mau membiarkannya hidup dalam kesensaraan.

"Besok, dalam waktu sebelum 24 jam kau tidak memilihku. Siap-siap saja, martabatmu sebagai anak orang kaya di pandang buruk," melangkah pergi meninggalkan Danzel sedang bergelut bersama pikirannya.

Secepat mungkin Jane langsung bersembunyi di balik bak sampah berukuran besar. Lumayan menutupi postur tubuhnya. Jane harap dirinya aman, tidak ada yang menyadari kehadirannya disini sebagai penguntit sekaligus menguping pembicaraan antara Gabriela dengan Danzel.

Setelah Gabriela pergi jauh, Jane menunggu Danzel pergi juga.

'Lama sekali tukang selingkuh itu pergi. Huftt, aku mati-matian menahan aroma bau sampah ini,' batin Jane mengumpat kesal. Ia menutup hidungnya dan menahan nafas seperlunya saja.

***

Kosentrasi Danzel hilang, ia beberapa kali melamun dan mendapatkan teguran dari klien.

Tidak perlu heran, Jane sudah menduganya pasti memikirkan kalimat Gabriela pagi-pagi tadi. Istri simpanan Danzel itu memberikan tenggang waktu untuk memilih antara dirinya dengan Gabriela. Tapi Gabriela terlihat memaksakan sampai mengancam Danzel, mengungkap sebuah sisi rahasia tentang kehamilan Gabriela. Jika terbongkar pasti menggemparkan publik. Apalagi Danzel terkenal sebagai orang kaya raya di kota metropolitan ini.

"Kalau anda terus-terusan melamun. Lebih baik kita batalkan saja kerja samanya. Ayo, kita pergi saja darisini. Buang-buang waktu," seorang pria berjas hitam bersama dasi menggantung di lehernya pun segera beranjak dari duduknya.

"Tunggu!" kaki Danzel langsung mencegah empat klien-nya yang berusaha pergi dari ruang meeting-nya.

"Menyingkirlah, jangan menghalangi jalan," mengambil langkah di sisi kiri saat Danzel hanya diam dan lengah.

"Tapi-" ucapan Danzel menggantung lantaran percuma menahan klien-nya, terlanjur kecewa karena pikirannya terlalu kalut tentang Gabriela.

Ingin tertawa lepas, Jane sebisa mungkin menahan bibirnya tidak menunjukkan senyuman mengejek untuk suaminya itu. Siapa suruh berani bermain-main dengan wanita kalau resikonya saat keegoisan muncul jadi begini.

"GABRIELA SIALAN! WANITA GILA!" geram Danzel mengacak rambutnya kesal. Ia tak bisa mengambil keputusan esok hari. Apalagi Gabriela masih hamil anaknya, padahal Danzel sebatas mencium Gabriela, ia sama seki belum menyentuh setiap inci tubuh istri sirinya kecuali Stella pertama kalinya dan Jane karena paksaan yang di adukan ke mama Anette.

Jane berdecak merasa terganggu teriakan Danzel bisa di dengar oleh karyawan lain.

"Heh mulutmu! Jangan sebut nama wanita lain di kantormu sendiri. Atau mama Anette tak sengaja mendegarnya. Tamat hidupmu hari ini juga!" memberikan peringatan tegas agar Danzel tenang dan diam. Gabriela lebih nekat daripada Stella, ia heran secepat itu Danzel mencintai wanita baru? Bukan wanita baru, katanya sahabat di masa kecilnya dulu. Wajar saja cinta yang pernah ada dan terpendam pasti muncul kembali setelah adanya pertemuan usai perpisahan tak di inginkan.

***

Ikuti terus ya, jgn bosen. Krna gk selalu di posisi di duakan begini. Ada kalanya fakta lain pelan-pelan muncul.

Siap buat plot twist?

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang