Episode 61

100 6 0
                                    

Gabriela berusaha untuk sabar. Nyatanya Danzel lebih mementingkan pulang ke Jakarta dan kembali menjalin rumah tangganya bersama istrinya. Sedangkan dirinya? Istri yang terbuang dan tak dianggap, hanya saat Danzel membutuhkan kepuasan semata saja.

"Mau menyusul Danzel juga percuma. Pasti dia sudah berangkat, penerbangannya terlalu mendadak," setiap langkah Gabriela yang akan pulang dan kembali mencari taksi, Danzel tega meninggalkannya seorang diri lagi. Hidup sebatang kara tanpa adanya seorang suami disisinya. Lalu, siapa yang menafkahinya kalau bukan Danzel sendiri?

"Tunggu," sejenak langkah Gabriela terhenti. Ia kepikiran suatu hal. "Kalau Danzel pulang, kemungkinan bersama istrinya. Tapi, bukannya masih di rawat di rumah sakit ya?"

Sangat tidak mungkin, terutama kondisi istri Danzel masih melemah. Bisa saja di rumah sakit dan Danzel sendiri yang pulang ke Jakarta tanpa mengajak istrinya.

"Sebaiknya aku ke rumah sakitnya saja sekarang. Siapa tau istrinya masih ada disana," bukannya menyusul Danzel, ia memiliki inisiarif memberikan pelajaran kepada istri Danzel.

***

Selama perjalanan di dalam bus, Jane kerap kali mengigau, tapi menyebut-nyebut nama Danzel.

"Aku ingin kau jujur padaku. Jangan sembunyikan apapun dariku Danzel," ucapan Jane membuat Danzel yang hanya mendengarkan sejak tadi terpaku, merasa terkejut. Sebesar itukah Jane mencintainya? Sampai melarangnya untuk berbohong?

Bibir Danzel terdiam membisu. Mau bagaimana lagi? Ia sudah terlanjur membohongi Jane. Terutama tentang pernikahannya secara diam-diam dengan Gabriela. Ia merasa bersalah, namun tidak ada pilihan lain.

"Selamat ya. Kalian sudah sah menjadi suami istri," ujar sang pendeta memberikan selamat kepada dua pasangan pengantin baru, yaitu Danzel dan Gabriela.

"Danzel," panggil Gabriela malu-malu, perasaannya sedikit grogi karena secepat ini mendapatkan Danzel bahkan sampai menikah.

"Ada apa sayang?" nada lembut nan manja terdengar merdu di telinga Gabriela, tangan istrinya itu menggamit lengannya enggan lepas dan jauh sedikit pun.

"Aku mau, meskipun kita sudah menjadi suami istri. Tapi masih bisa menikmati masa-masa pacaran. Bisa kan sayang?" menoleh menatap wajah Danzel dari samping, wajah yang selama ini ia kagumi dan menunggu sekian lama. Bila kalian tidak tau siapa Gabriela sebenarnya, dia adalah teman masa kecil Danzel. Tapi Gabriela menetap di Surabaya, sedangkan Danzel terpaksa ikut orang tuanya yang ingin membuka bisnis baru. Penantian panjang bertahun-tahun itu akhirnya membuahkan hasil. Gabriela menikah dengan Danzel.

'Apa aku baik-baik saja menyembunyikan istri keduaku diam-diam dari Jane?' hati gelisah Danzel serta rasa khawatir menjadi satu. Terkadang Jane bisa mengungkapnya sendiri atau meminta bantuan Robby. Bisa gawat kalau sampai diketahui orang tuanya.

"Berjanjilah, kalau kau jujur padaku. Aku akan setia menjadi istrimu," lagi Jane mengigau. Reaksi hati Danzel seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan, ia jadi salah tingkah sendiri setelah mendengar penyataan manis dan romantis dari Jane.

Di belakang, Daniel hanya menggeleng-geleng heran. Tak bisakah Danzel menyadari cinta tulus Jane?

'Aku tak mungkin tinggal diam membiarkan Jane di sakiti oleh Danzel,' batinnya dalam hati. Sebagai seorang sahabat, Daniel pasti akan membahagiakan Jane dalam keadaan apapun, terutama saat Jane sedih dan kecewa.

Mata berat Danzel perlahan terpejam, ia pun akhirnya ikut terlelap, bersandar pada Jane. Andaikan mama Anette menyaksikannya, pasti bahagia dan merasa senang.

***

Sesampainya di rumah sakit, Gabriela langsung menuju dimana Jane masih di rawat.

Tanpa mengucap permisi dan mengetuk pintu, Gabriela yang tidak sabaran membuka pintunya. Matanya menelisik ke dalam dan berfokus pada ranjang kosong disana. Tunggu, kosong? Lalu dimana Jane?

"Ck, apa Jane di bawa pulang juga? Dan Jane di rawat ke rumah sakit Jakarta? Atau rumah Danzel? Huhh, menghubungi Danzel juga percuma nomornya tidak aktif," tidak mudah menyerah Gabriela pun memilih menyusul Danzel ke Jakarta. Anggap saja ia sangat nekat, demi menjauhkan Danzel dan istrinya.

***

Baru saja sampai di Jakarta, Jane membangunkan Danzel. Awalnya ia enggan, mengenai posisi tidur Danzel bersandar pada bahunya. Ia menginginkan posisi ini.

"Danzel, bangunlah. Kita sampai di Jakarta," mengguncang tubuh Danzel, suaminya itu menggeliat dan menguap.

"Sungguh?" tanya Danzel tak percaya. Padahal tidur nyenyaknya terasa sebentar.

Jane mengangguk. "Ayo, kita langsung pulang ke apartemen. Robby pasti menunggu kepulangan kita."

Melihat intraksi mesra antara Danzel dan Jane. Perasaan cemburu mendominasi hati Dani.

Berdehem mengganggu interaksi suami istri itu. "Apa aku boleh pulang sekarang?" bukannya pergi tanpa pamit lebih dulu kepada Jane. Rasanya kurang sebelum berpamitan, berpisah dengan Jane secepat ini membuatnya tidak rela.

"Pulanglah sana! Tidak perlu meminta izin kepada istriku!" usir Danzel mengibaskan tangannya. Ia sebisa mungkin tidak menghajar Daniel kembali karena masih berada di dalam bus. Sebagian penumpang turun, namun yang lain masih mengemasi barang-barangnya.

Berdecak kesal, bukannya Jane yang menanggapi justru amarah Danzel yang ia dapatkan. "Ok," angguknya patuh. Jane tidak banyak protes dan diam.

"Pengganggu istri orang," suara Danzel pelan namun terdengar lirih, Daniel mencoba untuk bersabar. Danzel sedang cemburu buta.

Dalam hati, Jane ingin sekali membalas ucapan Danzel yang terbalik itu. 'Salah, seharusnya kau lihat dirimu sendiri di kaca Danzel. Bukankah kau yang mengganggu wanita-wanita haus kasih sayang, belaian hingga perhatian? Daniel tidak seperti apa yang kau ucapkan. Dia yang selama ini menemaniku, mengantarkan bermil-mil jauhnya dari Jakarta ke Surabaya demi menemuimu, mengajakmu untuk lekas pulang. Sayangnya, aku di kejutkan dengan berbagai fakta dari Stella, di hotel, dan datangnya wanita cantik ikut menjenguk aku di rumah sakit. Danzel Danzel, kapan-kapan ku bawakan kaca untukmu. Bahwa dirimu tidak jauh sama sama persis dengan ucapanmu. Tidak ada saringannya sedikitpun dan langsung menuduh Daniel,' keluh Jane di hati kecilnya.

"Ayo Jane. Nanti biar aku yang jelaskan alasanku ke Surabaya," meraih jemari Jane membawanya dalam genggaman hangat. Rasa tenang dan damai menyeruak di hatinya. Jauh berbeda ketika bersama Stella atau Gabriela. Bukan ketenangan yang ia dapatkan, melainkan gelisah, khawatir juga rasa takut. Untuk Stella ia takut jika mantan kekasihnya itu mengungkapkan perselingkuhannya kepada mama Anette atau Robby, dan ditambah peristiwa di ruangan kantornya. Berc*nta dengan Stella untuk pertama kalinya sebelum berc*nta dengan Jane. Lalu, Gabriela adalah termasuk istri kedua, lebih jelasnya istri simpanan.

***

Kedatagan Danzel membuat Robby terkejut, ia mendapatkan laporan dari Robert yang tadinya membuang sampah keluar tak sengaja melihat Danzel dan Jane yang sudah kembali pulang.

Berdiri menghalangi jalan Danzel, Robby bersidekap dada menatap Danzel tajam.

'Entah alasan apa yang akan Danzel katakan kepada Robby,' batin Jane heran. Sekarang hobi Danzel selain bermain api dengan wanita di belakang juga pandai mencari-cari alasan untuk berbohong. Ia menunggu alasan apa yang akan Danzel keluarkan dari mulut penuh dusta itu.

"Ini aneh. Nona Jane izin pergi ke pasar, tapi akhirnya ke Surabaya tanpa pengawasan dariku dan bodyguard lainnya. Kemudian, Tuan Danzel ke Surabaya alasan bisnis baru, tapi Nyonya Anette mengonfirmasi tidak ada perencanaan memulai bisnis baru di tempat yang jauh. Apalagi keluar kota. Terakhir," membeberkan alasan palsu kedua pasangan suami istri itu, ada saja berbagai cara untuk kabur dari pengawasannya.

Menarik nafas dalam-dalam, Danzel berkata. "Jane menyusulku tanpa sepengetahuan kalian. Jane sengaja ke Surabaya, dia rindu berat denganku. Jadi-" tangannya merengkuh bahu Jane, merapatkannya seakan menunjukkan betapa mesranya dirinya bersama sang istri di hadapan Roby. "Maklumi saja ya. Kita masih pengantin baru. Kau jangan protes dan mengadukan hal ini dengan mama," pinta Danzel memaksakan senyumannya.

Demi aman dan menghindari rentetan pertanyaan dari sang mama juga ayahnya nanti. Danzel tidak ingin mencari alasan lain, memikirkannya saja membuat perasaannya gugup setengah mati.

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang