Episode 60

156 12 2
                                    

"Ha? Oh bukan apa-apa. Ini salah nomor, sudah biasa orang-orang iseng meneleponku belakangan ini," terbata dan merasa gugup Danzel menjawabnya takut apabila Jane melihat nama Gabriela sekilas, untungnya Jane tidak tau.

Menggeleng heran melihat tingkah Danzel. Segitunya untuk berselingkuh diam-diam. Ia sendiri tak ada niatan untuk berselingkuh dengan pria lain, Tuhan menggerakkan hatinya untuk mencintai Danzel setulus mungkin. Karena yang tulus biasanya tidak datang dua kali, ah tapi itu tak berlaku juga untuk Danzel, suaminya itu tidak merasakan cinta tulusnya.

"Kalau bukan apa-apa angkat saja disini. Kau berani?" tantang Jane, selain ingin mendengarkan obrolan Danzel dengan Gabriela, Jane juga penasaran se-mesra apa pasangan kekasih baru ini. Apa melebihi so sweet layaknya anak remaja ABG? Entahlah.

'Huh, pemaksa sekali. Ya sudah, aku tidak perlu mengaktifkan loudspeaker-nya daripada Jane tau apa yang aku bicarakan dengan Gabriela,' batinnya dalam hati, kali ini ponselnya berdering lagi, Danzel menggeser ikon hijau dan menjawab panggilan dari Gabriela.

"Halo? Maaf anda salah sambung. Jangan hubungi nomor saya lagi," langsung mengakhiri panggilan teleponnya, Danzel tidak mendengar suara Gabriela karena ia sengaja me-nonaktifkan loudspraker ponselnya.

Bernafas lega, Danzel langsung mengaktifkan mode pesawat agar Gabriela tidak terus-terusan menghubunginya. Terlalu mengganggu.

"Ayo Jane, kita pulang ke Jakarta," ajak Danzel beranjak dari duduknya. Tangannya terulur melempar kode kepasa Jane agar bisa bergandengan. Danzel akan menunjukkan kemesraan-nya di depan mata Daniel, biarkan saja sahabat dekat Jane itu terbakar panas api cemburu.

'Aku akan cari tau isi kado dari Gabriela, kekasihmu,' ucap Jane dalam hatinya. Rasa penasarannya lebih besar daripada terus diam dan berpura-pura tidak tau.

***

Marah-marah, terus berusaha menghunungi Danzel namun nomornya tidak aktif. Perasaan gelisah Gabriela tak menentu. Kerap kali sang fotografer memotretnya mengingatkan untuk fokus dan tersenyum.

"Bisakah aku minta waktu istirahat sebentar?" akhirnya Gabriela tidak tahan untuk menunggu, tubuhnya juga lelah dan ingin jeda sejenak.

"Silahkan. Tapi setelah ini di lanjut lagi ya."

Gabriela merogoh ponselnya dari dalam tas. Ia kembali menghubungi Danzel. Entah mengapa tiba-tiba Danzel begini. Sebelumnya apabila Danzel mendapatkan telepon darinya pasti langsung di jawab karena saking rindunya, kata Danzel tak bisa jauh-jauh dari Gabriela.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar sesi area. Silahkan coba-" menekan kesal layar ponselnya, Gabriela mengirimkan sederet pesan kepada Danzel.

Mengusap dagu berpikir tentang isi kado yang ia berikan. Mungkinkah Danzel sudah membukanya? Sampai sekarang Danzel sengaja menjauh?

"Tega sekali kau sampai meninggalkanku. Dimana tanggung jawabmu Danzel," geramnya menahan amarah. Gabriela pikir dengan memberikan sebuah kejutan testpack menunjukkan garis posisitf membuat Danzel bahagia dan tambah cinta. Ekspetasinya terlalu tinggi, Danzel sengaja menjauh. Sengaja memblokir semua aksesnya agar tidak ada celah sedikitpun untuk menghubungi Danzel.

"Aku pulang. Ada urusan mendadak," bebicara langsung kepada sang fotografer. Gabriela pasti di izinkan pulang.

"Oh, baiklah. Lanjut besok saja. Selamat berakhir pekan ya manis," godanya mengedip genit, ia memang menyukai wajah cantik Gabriela, bukan sekedar cantik tapi kemolekan tubuh indah Gabriela saat mengenakan pakaian model.

'Apasih, dasar penggoda,' gerutunya dalam hati. Tidak sadar bahwa dirinya juga penggoda, suami orang.

Gabriela segera memesan taksi online, ada yang tidak beres dengan Danzel.

"Tolong lebih cepat lagi pak!" tak sabaran Gabriela ingin segera sampai di rumahnya.

Butuh waktu sepuluh menit akhirnya Gabriela sampai di rumah. Di bukanya pintu utama, tidak di kunci.

"Ck, Danzel ceroboh! Kenapa rumahku di biarkan tanpa adanya keamanan di kunci? Danzel tidak mau berpikir di dalam lemariku ada banyak koleksi perhiasan. Huh, pacar macam apa dia," langkah lebar Gabriela memasuki lebih dalam. Memanggil-manggil nama Danzel dengan lantangnya.

"DANZEL! KAU DI RUMAH?" mencarinya dari ruang tengah, ruang makan, dan kamar mandi.

"Tidak ada?" mata Gabriela mencari-cari sosok Danzel. "Aku belum masuk ke kamar kosong di sebelahku. Mungkin Danzel lelah ketiduran," mencoba berpikir positif, Gabriela membuka pintu kamar Danzel. Saat matanya melihat ke dalam, kosong tidak menemukan sosok yang di carinya.

"Atau jangan-jangan Danzel kabur? Aduh! Gawat!" Gabriela merasa panik sendiri, ia pun bergegas menyusul ke bandara Juanda. Pasti Danzel belum berangkat. Ia yakin itu.

Pada akhirnya, Gabriela menyusul Danzel ke Juanda, untuk memastikan bahwa kekasihnya itu belum berangkat pulang ke Jakarta. Diluar nalar Gabriela, Danzel pernah berjanji akan tinggal menetap di Surabaya sesuai impiannya usai menikah dengan Danzel. Ya, tidak ada yang tau bahwa dirinya sudah menikah diam-diam dengan Danzel. Status Gabriela saat ini adalah istri Danzel.

"Selamat ya. Kalian sudah sah menjadi suami istri," ujar sang pendeta memberikan selamat kepada dua pasangan pengantin baru, yaitu Danzel dan Gabriela.

"Danzel," panggil Gabriela malu-malu, perasaannya sedikit grogi karena secepat ini mendapatkan Danzel bahkan sampai menikah.

"Ada apa sayang?" nada lembut nan manja terdengar merdu di telinga Gabriela, tangan istrinya itu menggamit lengannya enggan lepas dan jauh sedikit pun.

"Aku mau, meskipun kita sudah menjadi suami istri. Tapi masih bisa menikmati masa-masa pacaran. Bisa kan sayang?" menoleh menatap wajah Danzel dari samping, wajah yang selama ini ia kagumi dan menunggu sekian lama. Bila kalian tidak tau siapa Gabriela sebenarnya, dia adalah teman masa kecil Danzel. Tapi Gabriela menetap di Surabaya, sedangkan Danzel terpaksa ikut orang tuanya yang ingin membuka bisnis baru. Penantian panjang bertahun-tahun itu akhirnya membuahkan hasil. Gabriela menikah dengan Danzel.

***

Sampai di bandara Juanda, Gabriela menelisik orang-orang yang berlalu-lalang. Berharap ada satu obejk di carinya sejak adi ketemu.

"Danzel, kau dimana?" mata Gabriela berkaca-kaca, ingin sekali ia menangis.

Disisi lain, Danzel duduk tidak nyaman. Jane berada di sebelahnya bersandar, Jane tidur. Daniel berada di belakang.

'Mumpung Jane tidur, aku bisa mengabari Gabriela sekarang juga,' tangan kiri Danzel yang bebas mengetik kesulitan sebuah pesan singkat untuk Gabriela.

Anda

Maaf ya, aku harus pulang. Orang tuaku pasti khawatir, lebih baik pulang tepat waktu daripada mengulurnya terlalu lama. Aku pasti mengabarimu. Sampai jumpa Gabriela, istriku.

Kembali meng-aktifkan mode pesawat, perasaan bersalah menyelimuti hatinya.

Gabriela yang merasakan getaran di ponselnya dengan gerakan cepat mengeceknya langsung, berharap itu adalah tanda notifikasi dari Danzel.

"Aku sudah duga," bibir tipis merah muda Gabriela merekahkan senyumannya. Membaca perlahan-lahan setiap kalimat yang di ketik Danzel, senyumannya pudar.

Suamiku tersayang

Maaf ya, aku harus pulang. Orang tuaku pasti khawatir, lebih baik pulang tepat waktu daripada mengulurnya terlalu lama. Aku pasti mengabarimu. Sampai jumpa Gabriela, istriku.

Meremas ponselnya menyalurkan rasa kesalnya. "Suami rasa pacar, ck sama saja aku tidak dianggap. Sebenarnya cintamu untuk siapa sih huh?" marah Gabriela, andaikan Danzel ada disisinya mungkin akan ia marahi habis-habisan. Danzel tak bisa berbuat adil.

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang