Episode 65

109 8 0
                                    

Danzel mendadak gugup, kenapa mamanya sedikit menuntut begini? Sebelumnya tak mempermasalahkan perihal memakai cincin pernikahannya dengan Jane. Hal kecil seperti ini jarang di perhatikan oleh mamanya.

"Tapi ma, untuk apa kita harus menunjukkan cincin pernikahan? Itu tidak terlalu penting," berusaha menghindar, Danzel tidak setuju. Masalahnya cincin pernikahannya dengan Jane tak pernah ia pakai lagi.

Jane tersenyum miring, sepertinya Danzel tidak memakai cincin. "Kemarikan tanganmu" menarik kedua tangan Danzel, memeriksa jemarinya dan menunjukkannya di hadapan mama Anette.

"Lihatlah ma. Danzel tidak memakai cincinnya. Huh, mengecewakan sekali," mewakili keterdiaman Danzel, Jane yang angkat suara.

"Kenapa kau tidak memakai cincin pernikahannya? Jawab Danzel," melayangkan pertanyaan yang terkesan dingin kepada Danzel. Menatap lekat putra semata wayangnya.

"A-aku lupa," gugup Danzel terbata. Jane pandai sekali mengadukannya langsung. Segera di sembunyikannya tangan itu.

"Lupa? Memakai cincin pernikahan saja lupa? Kau merasa berat hati ya?" tak ada habisnya mama Anette bertanya menyudutkan Danzel, hal kecil namun di sepelekan. "Kau tau? Kalau suami istri tidak kompak memakai cincin pernikahan, kemungkinan rumah tangganya tidak akan baik-baik saja dan berakibat buruk. Kalian mau itu?" amarah yang tak dapat di tahan lagi, kesabaran mama Anette telah habis.

"Kau juga Danzel. Tidak menghargai istrimu. Lihatlah di jari manisnya, dia memakai cincinnya. Sedangkan dirimu? Mana? Alasan lupa? Ada-ada saja," gelengnya heran. Ia tau Danzel tidak mencintai Jane, tapi setelah mendengar pengakuan Danzel yang lalu itu cukup menjadi bukti bahwa Danzel perlahan mulai mencintai Jane meskipun sebelumnya hanya bersandiwara cinta. Jujur saja ia merasa kecewa mendengar kenyataaan itu. Tak bisa di ragukan lagi, karena Danzel sedang dalam keadaan mabuk jelas otomatis apapun yang di katakan Danzel itu apa adanya dan jujur.

"Nanti pasti aku pakai lagi ma," ujar Danzel berjanji. Demi sang mama agar tidak di bawah tekanan amarahnya, ia enggan mamanya kembali jatuh sakit karena terlalu banyak pikiran.

"Mama pegang janjimu," langkahnya berlalu pergi. Ia terlnjuf kecewa dengan Danzel. Cincin itu mengikat dua hati yang bersatu, seharusnya dijaga baik-baik tapi ternyata Danzel melupakannya untuk menyematkan di jari manisnya.

"Atau jangan-jangan cincinnya di buang? Astaga, kau tega sekali," Jane menduga-duga, menatap Danzel tak percaya. Sebenci apapun, memang wajar tidak ingin memakai cincin pernikahan, karena bagaimanapun pasti teringat saat moment menikah di kantor beberapa bulan yang lalu. Pernikahan kejutan tanpa pemberitahun langsung dari orang tua Danzel.

"Heh! Jaga mulutmu! Jangan keras-keras, kalau mama dengar? Awas saja," memberikan peringatan kepada Jane untuk tetap diam dan tidak perlu mengada-ngada, semakin memperumit saja.

"Itu deritamu, biarlah mama Anette tau yang sebenarnya. Dasar tukang selingkuh," cibir Jane berlalu, langkahnya lebih cepat dari Danzel, ia malas berjalan bersisian dengan Danzel.

***

Kepala Danzel terasa pusing, ia sampai tidak berkosentrasi saat berusaha mencari cincin pernikahannya dengan Jane di laci meja kerjanya. Seingatnya pernah meletakkannya disitu, tapi kosong tidak ada kotak kecil merah.

"Aduh, gawat. Apa hilang ya?" panik Danzel mengacak rambutnya frustasi, ia sangat yakin pernah meletakkannya di laci meja. Sudah sejak lama usai acara pernikahan selesai di hari kemarinnya, karena merasa tidak nyaman dan enggan serasi dengan Jane, maka dari itu Danzel memilih melepaskannya, menyimpannya sendiri dan tak pernah di pakaianya lagi.

"Pasti disini. Huh, ayolah aku mohon ketemu," menyingkirkan berkas-berkas menumpuk meletakkannya sembarang di lantai hingga tercecer berantakan.

"Halo Danzelku, oh salah ralat. Maksutku Danzel mantanku," suara sapaan manja dari Stella itu mengejutkan Danzel yang tengah sibuk mencari cincin pernikahannya yang mendadak hilang tiba-tiba.

Danzel berdecak kesal, kenapa mantannya juga ikut pulang ke Jakarta secepat Gabriela? Kedua wanita ini selalu saja ikut campur dan menganggu hidupnya.

"Kau tau Danzel? Aku tadi tak sengaja menemukan ini," Stella merogoh sebuah benda cincin dari saku pakaiannya. Cincin yang bertuliskan Danzel dan Jane. Terlihat indah dengan ukiran cantik itu. Stella jadi iri dibuatnya.

"Apa?" mata Danzel mengamati cincin di tangan Stella. Itulah cincin yang ia cari!

"Kemarikan," tangan Danzel berusaha menggapai cincin itu tapi Stella menjauh mundur seakan enggan memberikannya kepada Danzel.

"Oh, tidak semudah itu wahai mantan. Kenapa? Kau suka? Hm, pembohong. Katanya kau tidak mencintai Jane, tapi cincin ini kau cari-cari seperti tidak mau kehilangan," ucap Stella, tadinya ingin ia buang langsung tapi memikirkan bagaimana kalau Danzel tau cincin pernikahannya ia yang menemukan pasti Danzel syok.

"Tolong mengertilah situasi Stella. Jangan main-main!" seru Danzel menahan suaranya agar tidak berteriak, ia sampai lelah mencarinya tapi ketemu di tangan Stella. "Kau yang menggeladah laci meja kerjaku?" tanya Danzel mengintrogasi, pasalnya laci meja itu tak pernah ia kunci, tidak mungkin sembarang orang membukanya hanya demi ingin tau isinya di dalam.

Stella terkekeh lucu, apalagi wajah cemas Danzel yang berkeringat dingin. Danzel tidak mau kehilangan benda yang dulunya di anggap sampah kini menjadi berlian berharga sangat berarti.

"Kau mau ini? Tapi ada syaratnya," mencoba bernegosiasi kepada Danzel, tak semudah itu ia akan memberikan cincinnya sebelum Danzel menuruti keinginannya.

"Ya, aku memang menggeladah laci mejamu. Lain kali di kunci ya mantanku sayang," tangan nakal Stella menyentuh dagu Danzel dengan lembut agar mantan kekasihnya itu terbuai, tapi apalah daya Danzel sudah terlanjur membencinya sampai tangan berjari lentiknya itu di singkirkan secara kasar.

"Apa syaratnya? Aku tidak mau syarat yang diluar batas," tegas Danzel tak ingin di permainkan Stella, ia masih baru mengakhiri hubungannya. Kandas di tengah jalan inilah keinginannya, setelah menyadari sikap Stella yang terlalu banyak menuntut dan egois, ingin menang sendiri tak pernah mengalah sedikitpun.

"Kita balikan lagi, aku berjanji lebih romantis dan manja lagi seperti dulu," mengusap dada Danzel yang terbalut jas coklat tuanya. "Atau-" menatap mata Danzel dan turun ke bibir yang di inginkannya itu. "Kita melakukan-" ucapannya tersela oleh Danzel yang responnya langsung marah-marah, mendorongnya menjauh.

"Balikan. Kemarikan cincinku," jawabnya singkat. Danzel juga tidak mau kembali lagi dengan Stella, wanita itu tidak tulus mencintainya sepenuh hati melainkan menguras harta dan kartu bank-nya, sekali membeli barang pasti pengeluarannya banyak dan fantastis.

"Ok, thank you Danzelku sayang," memberikan kembali cincinnya kepada Danzel. "Tapi, putuskan dulu wanita barumu itu. Secepat ini kau mendapatkan pengganti yang lebih dari aku?" sedikit kesal mengingat Danzel mempunyai kekasih baru bernama Gabriela, Stella tidak suka apabila Gabriela berhasil menaklukan hati Danzrl dan menguasai hartanya suatu saat nanti. Ia tidak ingin di kalahkan oleh Gabriela.

"Pergilah sekarang. Jangan terlalu dekat, nanti ada yang curiga. Kau ini menyamar, mau identitasmu terbongkar?" mengusir Stella secara haus, Danzel tidak ingin berlama-lama dengan Stella apalagi berduaan begini, nanti Jane, Robby atau mamanya masuk sewaktu-waktu bisa gawat. Karena sebelumnya Stella juga pernah meluapkan amarah cemburunya usai bersembunyi di dalam lemari, sampai mama Anettr curiga bahwa Stella bukanlah seorang office girl biasa.

"See you," tangan Stella melambai dan bibirnya mencium Danzel dari kejauhan, ia berhasil menuntut hak hubungan asmaranya, masih ada kata balikan untuk memperbaiki hubungan yang sempat putus.

Danzel memasangkan cincin itu di jari manis kirinya. Akhirnya ketemu juga.

"Entah apa yang sedang Stella cari sampai menggeladah laci mejaku," kembali duduk dan menenagkan diri. Nanti ia tunjukkan kepada sang mama bahwa ia tidak lupa dan menghilangkan cincinnya.

"Akan ku buktikan, ku bungkam tuduhan Jane," mata tajam Danzel berkilat marah, istrinya itu selalu saja mengaitkan tentang Gabriela. Ia tidak suka istri sirinya terlibat dalam rumah tangganya bersama Jane.

***

My Billionaire Husband's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang