Jane langsung menyahut tas selempangnya. "Kau menuduhku yang mengambik flashdisk? Jangan sembarangan ya Danzel!" kesal Jane menahan emosinya. Ia mengamankan tasnya dari jangkauan Danzel.
"Kau mau apa?" Jane kesal. Danzel seperti menduganya mengambil flashdisk itu padahal ia tidak tau apa-apa.
Danzel berdecak. "Kemarikan tasmu. Jangan mengelak kalau kau yang ternyata mengambilnya!" gertak Danzel emosi. "Jangan mengulur waktu Jane. Sebentar lagi kita harus mempromosikan produk mekanik terbarunya," tambah Danzel lagi.
Diam-diam Stella tersenyum. Sepertinya Danzel langsung percaya. Ia tidak langsung menuduh Jane.
'Bermain halus Stella. Bagus, Jane di tuduh. Perang antara suami istri di mulai,' batinnya bersorak senang. Menonton drama gratis di depan matanya.
"JANE, KEMARIKAN TASMU. ATAU AKU TERIAK MALING FLASHDISK," suara Danzel meninggi, kesabarannya sudah habis.
Stella terkikik geli. Jane terlihat ketakutan. Bahkan mundur beberapa langkah menghindari Danzel.
"Tolong dengarkan aku dulu, Danzel," pinta Jane setengah memohon. Wajah Danzel saat marah tampak menyeramkan. Jane membayangkan ada dua tanduk di kepala Danzel.
"Dengarkan apa? Ayolah Jane, berikan flashdisk-nya sekarang," desak Danzel gemas. "Atau aku akan-" ia menggantungkan ucapannya. Semakin dekat dengan Jane, bahkan istrinya itu sudah membentur tembok.
"Akan apa?" jantung Jane berdegup tak karuan. Ia takut Danzel berbuat macam-macam di kantor. Apalagi ada office girl disana yang betah melihatnya dengan Danzel.
Wajah Danzel semakin dekat. Jane hanya terpejam menunggu apa selanjutnya terjadi.
Stella merasa cemburu. Bisa-bisanya Danzel akan mencium Jane? Ia tidak terima.
"EHEM. AKU PERMISI DULU," tak tahan melihat keromantisan antara Danzel dan Jane, Stella memilih pergi dengan langkah yang di hentakkan kesal.
Danzel salah tingkah. Ia sampai melupakan salah satu office girl yang masih berada disana.
Jane memeriksa tasnya sendiri. Sampai ia menemuka sebuah flashdisk milik Danzel.
"Ini milikmu?" tanya Jane menunjukkan benda itu pada Danzel.
Sontak Danzel terbelalak tak percaya. "Sudah aku duga. Kau yang mengambilnya!" dengan gerakan cepatnya Danzel merampas flashdisk itu dari tangan Jane.
Menggeleng heran. "Kau tidak ada bukti kalau aku yang mengambil flashdisk milikmu," desis Jane tajam.
"Kau tau kan? Kita tadi masuk ke ruangan ini sama-sama. Danzel, pakailah logikamu. Tidak mungkin aku mengambilnya. Yah, kalau pikiranmu sedikit miring bisa saja angin yang usil," goda Jane tersenyum. Danzel memang lucu, hanya saja terkadang emosinya lepas kendali bahkan sekaligus menyakitinya.
"Ayo, jangan disini terus. Sudah waktunya-"
"Promosi produk," sahut Jane cerdas.
Bibir Danzel menahan senyuman sedikit. Jane mudah saja menebak pikirannya.
Menyadari Danzel senyum, hati Jane senang. Ia pertama kalinya memihat ini, suaminya bahagia. Tapi entah selamanya atau cuma sekejap saja.
***
Usai mempromosikan produk dan berhasil menarik peminat konsumen, Danzel sangat lelah. Ia duduk di sofa panjang dalam ruangannya. Kakinya ia selonjorkan. Tampak Jane yang masih berdiri memperhatikannya.
Karena risih, Danzel pun memarahi Jane untuk berhenti melihatnya.
"Memangnya ada larangan menatap suami sendiri?" tanya Jane heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Billionaire Husband's [END]
RomanceBiar nambah referensi cerita semua genre catat profil wattpadku atau follow❤ Warning!! Beberapa part terdapat adegan dewasa. Untuk 18+ Konflik bertahap Kejutan episode terpanjang!!! Jane terpaksa harus menikah dengan Danzel demi biaya pengobatan ib...