Happy reading....
Butiran air yang tak terhingga jumlahnya jatuh membasahi bumi begitu derasnya di susul suara gemuruh serta kilatan petir saling menyambar memberikan kesan menyeramkan.
Zavin berdiri tegap di depan gundukan tanah dengan batu nisan tertulis Aidan Dirgantara Saputra Bin Brian Rahastra Dirgantara.
Baju putih yang Zavin kenakan basah kuyup sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang samar samar terlihat penuh dengan luka Zavin kemudian terduduk lemas di tanah yang kotor samping makam saudaranya yang baru saja meninggal tempo hari lalu dengan cara mengenaskan.
Matanya tak bisa berbohong bahwa kehilangan bukanlah hal mudah untuk dirinya terima terutama kehilangan sosok kakak tempat dimana ia bisa bercerita keluh kesah dan bermanja sepuasnya.
Tangan laki laki itu bergetar saat menyentuh batu nisan tersebut. Ingatan ingatan yang tak seharusnya hadir kembali muncul begitu jelas dipikirannya sehingga laki laki itu merintih menahan rasa sesak didada.
" Seandainya gue nggak buta akan arti kebebasan dan seharusnya tangan ini bisa menggapai tangan Lo semuanya nggak akan berakhir kayak gini."
Kata seandainya dan seharusnya tak akan mengubah apapun setelah semua sudah terjadi begitu saja. Waktu terus berjalan semestinya tak akan berputar kembali sehingga kita dituntut secara paksa untuk mengikhlaskan agar bisa belajar dari kesalahan dan menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi akankah kata ikhlas itu bisa menyembuhkan penyesalan dan rindu.
Tubuh Zavin bergetar menahan rasa resak tapi tak ada satu air mata yang jatuh dari pelupuk matanya, apakah ia terlalu bersahabat dengan luka hingga tak tau lagi rasa sakit apa yang membuatnya bisa menangis.
" Sakit Tuhan, sungguh ini menyakitkan, aku tak sanggup."
.
.
.
.Yuhuuu ini cerita keduaku, aku harap kalian menyukai cerita ini.
Jangan lupa vote dan komen ya sebab itu adalah dukungan yang sangat aku nantikan dari kalian.
Seperti biasa aku sebagai author minta maaf jika ada salah kata atau kalimat.
Bye bye
See you next chapter ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Fiksi Remaja'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...