Duduk bertiga di kursi restoran menjadi sebuah pemandangan yang menenangkan bagi Satya. Terasa lengkap. Apalagi melihat Sada dan Zara yang mengobrol akrab, padahal selama ini Zara sangat sulit untuk dekat dengan orang lain, tetapi bersama Sada, gadis kecil itu selalu terlihat ceria. Sebuah perasaan hangat kembali menyergapnya, perasaan asing yang masih sulit diartikan oleh Satya.
Rasa macam apa ini? Ada bahagia yang tidak bisa di deskripsikan, juga rasa asing yang saya sendiri tidak tau apa.
"Yayah lagi liatin Ibu tuh," bisik Zara yang membuat Sada menoleh pada Satya yang duduk di depannya. Lelaki itu memang benar sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kak Wira liatin aku ya? Sambil mikirin apa kalau boleh tau?" tanya Sada sambil menopang dagunya.
Lamunan Satya mendadak buyar, lelaki itu berdehem pelan lalu segera mengalihkan pandangannya karena tertangkap basah.
"Siapa yang liatin kamu?" Satya balik bertanya dengan wajah datarnya sambil berusaha tetap tenang.
"Kak Wira. Zara aja bilang kamu liatin aku, kak," jawab Sada.
"Iya, Yayah liatin Ibu terus, Ibu cantik ya, Yah?" ucap Zara dengan wajah polos. Satya menghela napas lalu tersenyum tipis pada Zara.
"Emang Ibu cantik?" tanya Sada antusias. Zara menganggukkan kepalanya dengan yakin.
"Iya, Ibu cantik," jawab Zara. Sada tersenyum lalu mengusap puncak kepala Zara dengan lembut.
"Kamu kok diem aja sih kak? Zara nanya lho aku cantik ya?" Sada mengalihkan pandangannya pada Satya yang belum menjawab pertanyaan Zara.
"Biasa aja," ucap Satya tanpa berpikir panjang.
"Dipikirin dulu dong jawabannya, kak, jangan langsung jawab tanpa mikir gitu," ujar Sada yang tak habis pikir dengan sikap kaku Satya.
Kening Satya berkerut dalam seolah sedang berpikir keras.
"Kok diem? Beneran kamu lagi mikirin jawabannya, kak?" tanya Sada yang dijawab anggukan oleh Satya.
"Aku cantik atau enggak? Susah banget ya jawab, iya cantik, gitu," ucap Sada lagi.
"Ibu cantik kan, Yah?" tanya Zara. Satya tersenyum lalu melirik Sada.
"Biasa aja, nak," jawab Satya yang ditanggapi Sada dengan melengos.
"Konsisten amat jawabannya. Terus kalau biasa aja, kenapa aku dilihatin? Terpesona?" tanya Sada lagi yang masih gencar mencari jawaban.
Satya berdehem, dalam hatinya dia panik karena Sada terlihat sedang berusaha meledeknya.
"Saya tuh liatin Zara, bukan kamu. Udah, saya mau ke toilet dulu," ucap Satya lalu segera berdiri dari tempatnya dan beranjak menuju toilet.
Sepeninggalan Satya, Sada menolehkan kepalanya pada Zara.
"Yayah malu tuh pasti ditanyain gitu. Emang Ibu cantik?"
"Cantik."
"Tapi kata Yayah biasa aja, nak. Gimana tuh?"
Zara mengangkat bahunya, bingung juga dengan jawaban Ayahnya.
"Gak tahu juga Ala. Mungkin Yayah bohong," jawab Zara dengan wajah polosnya. Sada yang mendengar itu mau tak mau tertawa. Antara Sada memang biasa saja di mata Satya atau lelaki itu berbohong karena gengsi. Sepertinya Sada menemukan kesenangan baru dalam hidupnya, apalagi kalau bukan meledek Satya?
🌻🌻🌻
Hari keberangkatan Sada ke Medan akhirnya tiba. Perasaannya mendadak tak karuan karena sebentar lagi Sada akan bertemu dengan keluarga besar Satya. Mendadak Sada merasa gugup karena kata Raina, keluarga Satya di Medan merupakan keluarga yang memiliki banyak sekali sanak saudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [SELESAI] ✅️
Romance[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan lewat doa disetiap sujud" -Persada Nastiti Aulia- "Rasa cinta yang paling menyakitkan adalah mencintai...