Kediaman orang tua Satya sudah ramai untuk memperingati 100 hari kematian Satria, sejak tadi Raina tidak melepas rangkulannya di bahu Sada. Kedua gadis itu duduk bersebalahan di sofa panjang ruang keluarga.
"Lo ngapain nempelin gue kayak permet karet sih, Rain?" tanya Sada.
"Pengen aja," jawab Raina dengan cuek. Sada hanya menghela napas sambil mendengarkan tausiah dari ustadz di depan.
Mereka telah melakukan pengajian. Begitu selesai, Sada memilih masuk ke dalam rumah untuk bantu-bantu, tetapi malah dilarang oleh Bunda karena sejak pagi hari Sada sudah sibuk mempersiapkan malam tahlilan ini.
"Gimana hati lo? Udah mulai oke?" tanya Raina. Mereka hanya berdua di ruang keluarga. Sada mengedikkan bahunya.
"Belum oke sih, tapi kalau gue diem aja ya gak akan pernah oke," jawab Sada. Raina mengusap pundak Sada, setidaknya sahabatnya itu masih tetap waras.
"Terus hubungan lo sama Bang Satya gimana?" Tanya Raina.
"Gak gimana-gimana, emang apa yang bisa lo harapkan Rain? Awal hubungan kami aja karena mendiang kak Satria," jawab Sada. Hanya pada Raina dia bisa menjelaskan dirinya segamblang ini.
"Tapi seenggaknya bisa diperbaiki, Da. Gue juga pengen liat lo bahagia. Semoga aja dia bahagia lo, ya," ucap Raina. Sada tersenyum tipis, mengaminkan ucapan Raina.
"Ibu.."
Percakapan kedua gadis itu terhenti karena panggilan Zara. Gadis kecil itu mendatanginya dengan isak tangis.
"Udah Ibu aja nih?" bisik Raina mengerling jenaka. Sada hanya melotot kesal lalu memasang senyum pada Zara.
"Ada apa nak?" tanya Sada dengan lembut sambil merentangkan tangannya, memberi kode agar Zara mendekat.
Zara mendekati Sada lalu memeluk calon ibunya itu dengan erat, tangisnya semakin kencang.
"Ada apa sayang? Kok anak cantik Ibu nangis?" tanya Sada sambil menyeka air mata Zara. Zara masih menangis sesegukan hingga Aries dan Satya melangkah masuk.
"Zara kenapa? Bukannya tadi udah tidur?" tanya Satya lalu duduk di sebelah Sada.
"Iya, tadi kan ditemenin Tyna sama Ibunya, Ala takut sendirian?" Raina mengusap puncak kepala Zara. Zara menggelengkan kepalanya.
"Mau sama uncle?" Aries menawarkan diri untuk menenangkan Zara tetapi lagi-lagi gadis kecil itu menggelengkan kepalanya padahal biasanya dia selalu lengket pada Aries jika om nya itu berkunjung.
"Ala mimpi ketemu uncle Satria." Setelah berucap disela isak tangisnya, Zara memeluk Sada dengan erat. Satya dan Aries saling bertatapan.
"Mimpi apa nak? Cerita sama Yayah," bujuk Satya.
"Uncle bilang, mau pergi ninggalin Ala padahal kita lagi main bareng, terus Ala juga liat Mama, Mama ngajak uncle pergi. Uncle ninggalin Ala sendirian." Tangis gadis itu kembali pecah setelah menceritakan dengan terbata-bata.
"Ala nakal ya Yah? Kok Uncle pergi gak mau ajak Ala? Kata Uncle, Ala gak boleh ikut."
Satya merasakan jantungnya seperti diremas kuat.
"Ala baik kok, gak nakal. Anak Yayah kan hebat, lebih hebat dari Yayah dan Uncle I-es," ucap Satya berusaha menghilangkan perasaan sedih di hatinya.
"Ibu pernah bilang kan sama Zara kalau kangen Uncle dibacain Alfatihah?"
Zara menganggukkan kepalanya. Sada menyeka air mata Zara dengan lembut.
"Kita bacain surah Alfatihah untuk Uncle Satria ya?" ucap Sada.
![](https://img.wattpad.com/cover/215081963-288-k498002.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [SELESAI] ✅️
Romance[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan lewat doa disetiap sujud" -Persada Nastiti Aulia- "Rasa cinta yang paling menyakitkan adalah mencintai...