SERENDIPITY - 61

3.7K 619 65
                                    

Di setiap masalah, akan ada pihak yang dirugikan. Tentu saja dalam masalah hak asuh kemarin, pihak Benazir yang merasa dirugikan. Jelas, karena perkara hak asuh itu menguak kejahatan mereka satu persatu. Lalu masalah lain yang timbul, apa mereka bisa menerima? Tentu saja tidak.

Siapa yang bisa menerima keluarga mereka dihancurkan perlahan-lahan? Dan sudah pasti keluarga Benazir tidak akan tinggal diam. Tidak peduli dengan media yang masih memberitakan kejahatan mereka -entah sampai kapan.

Satu bulan telah berlalu, saat keluarga Nasution perlahan mulai kembali berbahagia. Masalah itu datang menghampiri, awalnya mereka tidak sadar. Masalah yang malah akan semakin menambah kehancuran keluarga Benazir.

Sada membuka pintu mobilnya saat melihat anak kecil berlarian pulang sekolah. Sada sedang menjemput Zara. Hal yang telah menjadi rutinitas baru selama 2 minggu ini. Butuh waktu untuk meyakinkan Satya jika Sada akan baik-baik saja.

"Ibuuu..."

Sada melambaikan tangannya saat melihat Zara yang berlari menghampirinya di parkiran.

"Gimana sekolahnya, nak?" Tanya Sada sambil membantu Zara naik ke mobil kemudian menutup pintu mobil.

"Seru, Ibu. Tadi Ala maju kerjain soal penjumlahan," jelas Zara lalu membuka tas ranselnya. Sada mengambil alih ransel putrinya lalu meletakkannya di sela jok nya dengan jok tempat Zara duduk.

"Bisa gak kerjainnya?" Tanya Sada.

"Bisa dong, Ibu. Kita jadi kan makan es krim?"

Tiga hari ini Satya sedang ada misi, jadi selama tiga hari ini juga setiap Zara pulang sekolah mereka akan hunting kuliner.

"Jadi dong, kan udah janji. Pak Bahar, ke cafè yang lokasinya saya kirim tadi pagi ya," ucap Sada.

"Oke, Mbak."

Setiap harinya Pak Bahar, sopir keluarga Satya yang mengantar-jemput kemana pun Sada pergi jika Satya sedang bekerja seperti sekarang ini.

Wajah Zara tampak berbinar riang. Jarang-jarang Ibunya mau membelikannya es krim.

"Tapi yang small aja ya, nak."

"Iya, Ibu."

Sada mengusap puncak kepala putrinya sambil tersenyum lembut. Hanya butuh waktu 10 menit, mereka sudah tiba di cafè yang beberapa hari lalu direkomendasikan Olivia.

Pada trimester 3 ini, napsu makan Sada meningkat drastis. Namun Sada harus pandai mengontrolnya karena dokter menyarankan berat badan Sada agar tidak meningkat terlalu banyak, juga Sada harus memperhatikan makanan yang dia konsumsi agar menjaga tekanan darahnya tidak naik.

"Pak Bahar, tunggu di sini aja ya. Kami cuma mau makan sebentar," ucap Sada.

"Iya, Mbak. Oh iya, Mbak, anak buah Bapak juga beberapa masih ada yang mengawasi," ujar Pak Bahar. Sada mengangguk.

Abi memang masih menugaskan penjagaan untuk keluarganya, tetapi masih dalam jarak yang aman tanpa gangguan.

Sada turun dan menggenggam tangan Zara. Keduanya berjalan beriringan. Saat Sada membuka pintu cafè, bunyi lonceng kecil terdengar dan seorang barista menyapa dengan hangat.

"Selamat datang di L'Amour Cafè," sapa barista perempuan itu sembari memperlihatkan senyum lima jarinya.

Sada balas tersenyum lalu dia memilih duduk di kursi dekat jendela besar. Dari tempatnya duduk, Sada bisa melihat suasana parkiran yang sedikit ramai. Sangat berbeda dengan suasana cafè ini yang tenang. Padahal pengunjung hampir mengisi setengah dari kursi yang disediakan.

SERENDIPITY [SELESAI] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang