Pagi tiba dengan cepat. Sada meringis merasakan lengan kanannya yang sakit dan agak kaku. Tak butuh waktu lama, tangisan Sada pecah. Dia tidak pernah tahan dengan sakit di tubuhnya. Toleransinya terhadap rasa sakit begitu rendah. Bahkan jika tangannya tergores sedikit saja, Sada rasanya sudah ingin pingsan. Apalagi lukanya kali ini adalah luka tembak yang membuatnya harus melakukan operasi kecil kemarin dan dijahit.
"Kenapa?" Tanya Satya dengan panik saat dia keluar dari toilet setelah mandi malah mendapati istrinya itu sudah menangis sesegukan.
"Tangan aku sakit, aku juga capek tidurnya gak bisa miring ke sebelah kanan," jawab Sada. Satya membantu Sada bangun.
"Sabar ya? Lukanya nanti sembuh kok," ucap Satya. Satya benar-benar merasa tidak berguna karena tidak bisa melakukan apapun untuk Sada.
"Sakit banget, aku gak tahan."
Satya menghela napas, dia menatap Sada dengan mata berkaca-kaca lalu menyeka air mata istrinya dengan lembut. Dokter juga tidak bisa sembarangan meresepkan obat karena kondisi Sada yang sedang hamil.
"Lukanya nyeri, kak," ujar Sada.
"Jangan dirasa, tangannya di lemesin. Kalau kamu panik, lukanya makin sakit," ucap Satya.
"Kamu gak ngerasain sakitnya gimana!" Sada membentak Satya lalu semakin menangis kencang. Satya benar-benar tidak tega melihat Sada.
"Iya.. iya.. terus kamu maunya bagaimana? Mau di usap-usap biar sakitnya kurang?" Tanya Satya.
"Peluk aku aja."
Satya bergerak memeluk Sada dengan hati-hati, tangan kirinya mengusap punggung Sada, membiarkan istrinya itu menangis untuk mengungkapkan rasa sakitnya.
"Maafin aku," ucap Sada setelah perasaannya lebih tenang. Dia hanya tidak nyaman dengan rasa sakit dari lukanya. Sejak kemarin dia terus menahan sekuat yang dia bisa, namun hari ini Sada akhirnya meluapkan rasa sakitnya.
"Kamu gak salah, kok minta maaf?" Tanya Satya lalu mengecup puncak kepala Sada beberapa kali.
"Aku bentak kamu tadi. Maaf ya?"
"Gak apa-apa, gak perlu minta maaf. Kalau mau nangis lagi boleh," ucap Satya. Sada menggeleng lalu dia memeluk pinggang Satya dengan tangan kirinya.
"Aku ngeluh terus."
"Yang penting ngeluhnya sama saya. Lukanya masih sakit?"
Satya mengurai pelukan mereka, dia kembali menyeka air mata Sada penuh kasih sayang.
"Masih sakit, tapi aku tahan aja," jawab Sada lalu melemaskan jari tangan kanannya.
Tak lama dokter datang untuk memeriksa kondisi Sada sekaligus suster yang mengganti perban luka Sada dan mengganti cairan infus Sada yang hampir habis.
"Dok, lukanya kok sakit padahal kan udah minum obat juga?" Tanya Sada.
"Tidak ada infeksi pada luka Ibu Sada, mungkin karena antibiotik yang diresepkan dosis nya paling rendah mengingat kondisi Ibu Sada yang sedang hamil," jawab dokter.
"Lama gak sih dok sembuhnya?" Tanya Sada lagi.
"Lima hari sampai dua minggu. Karena luka Ibu Sada tidak terlalu besar dan dalam, pemulihannya juga cepat. Perbannya jangan lupa diganti, sehari dua kali," jelas dokter.
"Istri saya bisa pulang kapan, dok?"
Kali ini Satya yang bertanya. Dia paham sekali Sada mudah bosan berada di rumah sakit, ditambah lagi baru sebulan yang lalu Sada keluar dari rumah sakit.
"Besok pagi sudah boleh pulang, bisa rawat jalan. Ibu Sada juga jangan stres, mengingat riwayat hipertensi gestasionalnya."
Sada mengangguk pelan lalu kemudian dokter pamit untuk melakukan visit pasien lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/215081963-288-k498002.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [SELESAI] ✅️
Roman d'amour[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan lewat doa disetiap sujud" -Persada Nastiti Aulia- "Rasa cinta yang paling menyakitkan adalah mencintai...