32. Kopi Dan Tamu Pagi

388 34 0
                                    

"BAWA mobil gue aja kenapa sih Kak? Gue nggak sanggup bangun pagi mulu karena mesti nganterin lo dulu deh beneran!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"BAWA mobil gue aja kenapa sih Kak? Gue nggak sanggup bangun pagi mulu karena mesti nganterin lo dulu deh beneran!"

Denis bersedekap sambil menatap hiruk pikuk jalan raya di pagi hari. Cuaca hari itu terasa lebih dingin. Di luar kaca jencela, ia bisa melihat para pengendara motor yang menggunakan jas hujan saling salip menyalip. Sudah seminggu ini dia meminta Sandy untuk mengantarnya ke kantor. Apalagi alasannya kalau untuk menghindari Ivan beserta deretan bodyguardnya yang silih berganti mendatangi rumah?.

Setiap hari kini ia datang satu jam lebih awal dari jam kerja. Ia juga pulang paling cepat atau paling malam sekalian demi tidak berpapasan dengan Ivan di sekitaran kompleks Gedung Ryder. Walaupun orang-orang suruhan Ivan tiap sore menunggunya di lobby, gadis itu tetap kekeh menolak dan memilih pulang dengan menggunakan transportasi umum.

"Bawel, makanya biar nggak ribet, pinjemin lah sini motor lo buat gue kerja."

"IDIIHHH APAAN? Lo mau gue digampar Mama Papa karena ngebiarin lo motoran di Jakarta? Nggak usah ngide deh, punya SIM juga nggak!" omel Sandy sambil menetralkan presnelingnya karena lampu merah menghentikan laju mobilnya. "Bisa nggak sih lo putus aja sama cowok lo itu Kak? Sadar nggak? Setiap lo berdua ribut pasti gue sama Bang Nathan lagi aja yang kena."

Sandy masih getol dengan pembahasan yang sama. Sepertinya pemuda itu sudah dibuat bosan dengan perangai sang Kakak yang terus saja berlarut-larut dengan hubungan yang penuh problematika. Denis pun hanya bisa menghela napas karena sudah tidak memiliki kalimat pembelaan lagi, seraya melirik-lirik wajah Sandy yang di penuhi kekesalan padanya.

"Ya gimana? Gue berangkat kerja sendiri, lo nggak ngasih? Terus kalau soal Nathan, gue mana tahu kalau Si Ijul punya inisiatif buat nelpon dia waktu itu?"

"Jangan ngeribetin Bang Nathan deh Kak, anjir kagak enak gue soalnya. Waktunya tuh... Mmm... gimana ya? Agak nggak tepat banget kalau sekarang ini."

Sandy bertutur dengan terbata-bata, ia menggaruk pucuk kepalanya yang sebenarnya tak terasa gatal sama sekali. Mungkin kini ia sedang membayangkan bagaimana perasaan Nathan. Perasaan bahwa sebentar lagi, mantan tunangannya akan segera resmi menjadi istri seorang Ardino.

"Emang kenapa dah?" Denis mengerutkan keningnya tak mengerti.

Sang Adik tidak langsung menjawab. Ia membuka glove box* yang letaknya tepat di depan tumit Denis, mengeluarkan sebuah kertas berwarna mencolok dibandingkan dengan kertas yang lain. Dan kemudian menyerahkannya pada Kakaknya.

"Tuh! Masih inget kan lo nama mantannya Bang Nathan siapa?"

"Hah...? Udangan?" sahut Denis. Ia kemudian segera membuka amplop biru itu dan membaca nama sepasang mempelai yang tercetak di dalamnya. "Fara mau nikah? Serius?"

"Ya serius lah ngaco! Jelas-jelas lo udah pegang undangannya begitu."

"Yah... Nathan... Dia nggak ada cerita apa-apa ke gue. Duh, kayak gimana ya perasaan dia sekarang? Gue jadi nggak enak. Habisnya gelagatnya dia nggak ada yang aneh kemaren San."

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang