1. Tentang Abang

1.8K 96 1
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Bunda, bunda lihat abang nulis cerita ini!" tangan kecilnya menunjukkan buku dengan tulisannya yang belum terlalu rapih.

"Wah, abang Mahen hebat! Nanti bunda baca ya," Bunda menepuk kepalanya pelan membuat si empu terkekeh.

Mahendra Adinata, usianya sudah 6 tahun. Putra dari Arisa dan Bima itu sepertinya adalah calon anak sastra.  Anak itu bahkan sudah suka menulis dan mengarang cerita. Membaca buku adalah hobinya, bahkan ia sering membaca buku sastra milik sang ayah.

"Mana liat sini, biar ayah yang baca," ujar pria dengan setelan jas formalnya.

"Ini," Mahen memberikan bukunya pada sang ayah.

Bima menyipitkan matanya untuk membaca tulisan Mahen yang masih proses belajaran dan belum terlalu rapih.

"Bagus 'kan?" bangga Mahen sembari tangannya bersidekap di dada.

"Wah iya, tapi kenapa kelincinya mencuri pisang bukan wortel?" tanya Bima.

Mahen cemberut menatap ayahnya, "ih! Ayah ga baca yang bener! Kan itu udah abang tulis, kalau kelinci nyuri karena monyet!"

Ayah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "oh ya... maaf ya, ayah ga fokus."

"Ayah mah," Mahen memalingkan wajahnya.

"Ututu ... anak ayah ngambek nih? Abang marah sama ayah, hm? Maaf ya... ayah baru pulang kerja jadi capek makanya ga fokus," jelas Bima berharap putranya itu mengerti.

"Ayah capek? Abang pijitin mau?" tawar Mahen.

"Emang bisa?"

Mahen mengangguk, "kalau bunda sakit pinggang karena bawa adek, abang selalu pijitin. Iya 'kan, bun?"

Arisa mengangguk, wanita yang sedang hamil 9 bulan itu mendudukkan dirinya di sofa.

"Boleh deh," Bima duduk di karpet dengan Mahen. Anak itu bersiap untuk melakukan pemijatan pada sang ayah.

Dari mulai memukul-mukul punggung, lalu memijat pundak Bima dengan tangan mungilnya.

"Enak 'kan, ayah?"

"Wah iya... tapi tangan abang kekecilan," ucap Bima dengan mode jahilnya.

"Ya iya... kata ibu guru abang masih kecil jadi tangannya juga kecil," balas Mahen.

"Masa sih?"

"Iya ... ayah," Mahen memanjangkan huruf 'a' pada ucapannya.

Bima terkekeh, sedangkan Arisa hanya menggelengkan melihat suaminya itu selalu usil pada anak pertama mereka.

"Bang, kalau misalnya si adek yang perut mama kita panggil kakak gimana?" tanya Bima.

"Kakak? Kenapa? Abang 'kan udah jadi kakak," heran Mahen.

"Nanti ayah mau bikin adek baru lagi kalau si kakak udah lahir," kata Bima dengan enteng sembari terkekeh melihat tatapan tajam dari Arisa.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang