Berhubung bagian ini adalah halaman terakhir dari cerita ini, boleh minta komennya yg antusias? Karena aku pun akan dengan antusias baca semua komen kalian<3
{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ"Bunda cantik banget deh," puji Jian sembari menatap Arisa dengan mata yang berbinar. Hari ini bundanya itu menggunakan gaun putih yang sederhana dengan bagian tangan yang mengkerut menambah keindahan dari gaun tersebut.
"Kamu juga ganteng," sahut Arisa sembari mencubit gemas pipi Jian. Kali ini, Jian memakai kaos dengan jas berwarna abu yang senada dengan celananya jangan lupakan sepatu pantofel yang menambah kesan maskulin bagi si bungsu.
Bukan hanya mereka, tapi Mahen dan Chandra tak kalah keren. Mahen dengan balutan kemeja hitam dan celana hitam panjang, sedangkan Chandra mengenakkan kemeja putih dengan rompi diluarnya dan celana hitam panjang.
"Sebelum ketemu ayah, kita ke toko bunga dulu ya," Arisa mengingatkan sebelum pergi.
Setelah menempuh beberapa waktu, mereka sampai di area pemakaman. Seperti pesan Arisa sebelumnya, sebelum masuk mereka mengunjungi toko bunga di dekat pemakaman. Bunga mawar putih menjadi pilihan yang tepat untuk sang ayah.
"Selamat pagi, ayah," ujar Mahen mendahului. Mereka duduk di samping pusara Bima, seperti biasa doa mereka panjatkan untuk Bima yang sudah jauh diatas sana bersama Yang Maha Kuasa.
"Maaf baru sempat mengunjungi, yah. Kabar ayah baik disana? Semoga ya... abang disini pasti akan selalu doain ayah," ucap Mahen sembari mengusap nisan bertuliskan nama Bima.
"Halo ayah, Chan kangen sama ayah. Ayah baik-baik 'kan disana? Disini kak Chan, sama yang lain juga baik-baik. Abang sama bunda ngejaga kakak sama adek dengan baik, ayah jangan khawatir," kata Chandra.
"Ayah ... kenapa ga dateng ke mimpi adek? Ayah 'kan tahu adek tuh kangen sama ayah. Malem ini ayah harus dateng ya ke mimpi adek, banyak yang mau adek ceritain," kali ini Jian yang berucap. "Termasuk kak Chan yang udah jadian," bisik Jian diakhiri dengan kekehan.
Chandra mendelik tajam, "adek! Ga usah macem-macem!" ancamnya.
Jian mengangkat kedua jarinya, "canda kakak..." Chandra hanya mendengus melihatnya.
"Udah, lanjutnya di tempat lain. Biarin bunda sama ayah ngobrol berdua," ucap Mahen sembari menggiring kedua adiknya itu.
Setelah ketiga putranya itu pergi, Arisa mulai membuka suara.
"Banyak yang terjadi setelah kepergian kamu, mas... aku pikir aku ga akan bisa, tapi ternyata Tuhan dengan baiknya ngasih Mahen yang dewasa di dalam hidup aku. Iya, Mahen putra sulung kita. Dia persis kaya kamu, bertanggung jawab, sigap dan telaten. Aku emang ga bisa bertemu kamu lagi di dunia ini, tapi aku beruntung bisa memiliki Mahen yang sosoknya semakin hari semakin mirip kamu," jelas Arisa.
"Chandra juga sama tegasnya kaya kamu, tapi dengan usianya yang masih labil masih banyak keraguan dalam dirinya sama kaya kamu waktu SMA dulu. Termasuk waktu dia nembak temen ceweknya tempo hari," lanjut Arisa dengan terkekeh kecil mengingat tingkah Chandra saat ini sama seperti Bima saat muda.
Arisa terdiam sejenak, "kalau Jian ... Sejak kejadian Jian yang sempat dirundung aku sadar kalau bawelnya dia cuman nutupin lukanya dan rasa takutnya. Kamu pasti tahu 'kan alasan Jian lakuin itu, ya... dia gamau merepotkan aku atau kedua kakaknya. Dan ya aku cukup menyesal setelah sadar kalau sifat burukku itu justru menurun ke si bungsu. Tapi beraninya dia sama kaya kamu, persis banget meski dirinya sendiri takut tapi untuk melindungi orang dia bisa memberanikan dirinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Bunda
Teen Fiction-tamat- [ nct lokal : Mark, Chenle, Jisung ft. Irene (RV) ] Dari Bunda untuk Abang, Kakak dan Adek. [ꜱᴛᴀʀᴛ : 20 Januari 2023 ᴇɴᴅ : 10 Agustus 2023] ©Rrantomato