11. Berkunjung ke Panti Asuhan

621 65 3
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Di akhir pekan, Arisa mengajak ketiga putranya mengunjungi sebuah Panti Asuhan. Tempat dimana pernah ia sebut sebagai 'rumah', sebelum berkeluarga. Kedatangan mereka disambut baik oleh anak-anak panti dan ibu pengurus.

"Makasih banyak untuk sambutannya, maaf Arisa jarang dateng kesini," ucap Arisa.

"Gapapa, kamu 'kan sekarang udah punya tanggung jawab. Lihat... perasaan baru kemarin ibu lihat Mahen yang ada di pangkuan kamu, eh sekarang Mahen udah sebesar ini," balas Ibu Dian, pengurus panti asuhan.

Mahen terkekeh mendengar ucapan Ibu Dian, "bu, waktu Mahen seumuran dek Jian... Mahen gimana?"

"Hmm... waktu itu, Mahen mirip banget sama ayah Mahen. Terus ga rewel, meski banyak digendong sana-sini dan diajak main," jelas Ibu Dian.

Arisa mengangguk setuju, "diantara yang lain, cuman abang Mahen yang ngga banyak rewelnya."

"Kak Chan sama Dek Jian rewel, bun?" tanya Mahen.

"Ngga... cuman abang yang lebih sering banyak diemnya, apalagi kalau udah asik baca buku. Bikin bunda panik karena ga ada suara apapun dari kamar abang. Beda sama Chandra yang banyak bicaranya dan kadang berisik asik nyanyi sendiri," Arisa tersenyum mengingat masa-masa pertumbuhan putra-putranya itu.

Ibu Dian juga ikut tersenyum kecil, ia sudah mengurus Arisa sejak kecil. Masih teringat jelas diotaknya saat Arisa datang ke panti asuhan dengan tatapan polosnya. Anak kecil yang pertama kali datang dengan memeluk boneka kucing di pelukannya, anak yang bertanya tentang kedua orang tuanya dulu. Kini, sudah menjadi seorang wanita sekaligus seorang ibu.

"Arisa bakal berusaha jadi ibu yang terbaik buat anak-anak Arisa suatu saat... biar mereka ga perlu ngerasain luka yang sama dengan Arisa."

Ibu Dian memperhatikan interaksi ibu dan anak itu dengan tatapan haru.

"Kamu tumbuh dewasa terlalu cepat," gumam Ibu Dian.

➢➢➢➢➢

Setelah bertemu Ibu Dian, Mahen duduk diayunan sembari membaca buku dongeng miliknya. Seperti yang diucapkan sang bunda, Mahen tenggelam dalam bacaannya.

Mahen mengerutkan keningnya, saat ada uluran tangan memberikannya permen di hadapannya. Mahen mendongak, ia melihat seorang gadis kecil dengan senyuman yang menunjukkan gigi kelincinya.

"Aku punya dua permen, buat kamu satu. Nih, ambil!" Gadis itu meletakkan permen itu di tangan Mahen, lalu pergi begitu saja meninggalkan Mahen yang masih membeku.

Sementara itu Chandra bermain bersama anak seusianya dan beberapa anak berusia 10 tahun bertugas menjaganya.

Sesekali Chandra berbicara tidak jelas, lalu kembali bermain dengan yang lain.

"Ih lucu banget!" gemas Tiara, salah satu anak di panti itu.

"Namanya siapa?" tanya Tiara sembari mencubit pipi Chandra dengan gemas.

"Chan~ kacan~... hihi!"

Tiara semakin gemas melihat tingkah Chandra.

Tidak berbeda jauh dengan Chandra, bayi Jian saat ini sedang diajak bermain oleh beberapa anak panti. Ada yang mengajaknya mengobrol, memainkan jemari kecilnya dan ada juga mengajak bermain ciluk-ba.

"Ciluk~ ba!"

Bayi Jian terkikik, melihat wajah lucu dari seorang anak yang mengajaknya bermain.

➢➢➢➢➢

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang