3. Abang Mahen marah?

912 83 2
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Waktu terasa begitu cepat, bahkan kali ini Mahen sudah berusia 8 tahun dan Chandra berusia 18 bulan (1 tahun lebih 6 bulan).

"Ba- ban," Chandra berjalan ke arah Mahen yang sedang menulis di meja belajarnya.

"Abang ... a-bang!" koreksi Mahen saat Chandra memanggilnya.

"Baaaa," Chandra tertawa setelah mengucapkan itu.

"Ih... gemes banget sih adeknya abang," Mahen mengunyel-unyel pipi Chandra. Namun, bukannya menangis Chandra justru tertawa semakin keras.

"Mahen! Ayo makan siang dulu!" teriak Arisa dari arah dapur.

"Tuh kata bunda kita makan siang dulu," Mahen menuntun adiknya itu perlahan. Sedangkan Chandra berjalan sedikit sempoyongan, beruntungnya ia memiliki abang yang siap siaga menjaganya jika dirinya hampir terjatuh.

"Pantes lama," Arisa terkekeh melihat Mahen yang menuntun Chandra.

Chandra digendong dan didudukkan di kursi balita milik Mahen dulu, sedangkan Mahen duduk di kursi depan Chandra.

"Kali ini bunda bikin ayam katsu! Cobain deh, ini pertama kalinya bunda bikin," ucap Arisa sembari menyajikan ayam katsu dengan nasi putih hangat.

Mahen menyuapkan ayam itu dengan garpunya, matanya berbinar ketika ayam katsu buatan sang bunda masuk ke mulutnya. "Enak bun!" seru Mahen sembari mengacungkan kedua jempolnya.

Arisa tersenyum, "syukurlah, makasih Mahen..."

Mahen mengangguk dengan pipi menggembung.

"Nah ini buat Chandra," Arisa memberikan Chandra MP-ASI dengan rasa ayam brokoli jagung. Mengingat jika gigi Chandra belum banyak yang tumbuh.

Chandra tidak langsung melahapnya, Arisa pikir Chandra ingin disuapi. Tapi ia salah, Chandra justru menolak suapan darinya.

"Chandra kenapa?"

"Bang... banㅡyam yam," tangan Chandra seakan ingin menarik piring milik Mahen.

"Eh? Chandra... kamu masih kecil, nanti kalau udah sebesar abang baru boleh, okey?"

Chandra menggeleng keras, dia kekeuh menginginkan makanan Mahen.

"Huwaaaaaa... b-bangㅡyyam yam!" Chandra menangis keras. Arisa sudah membujuknya dengan berbagai cara tapi putranya itu tetap menangis.

Mahen yang melihat itu akhirnya dia berhenti makan. Lalu...

Brakk

"Abichandra! Kalau kata bunda makannya sama bubur itu, nurut! Bukan ngerengek! Bunda udah capek bikin itu buat kamu!" bentak Mahen.

Seakan mengerti ucapan abangnya, Chandra terdiam dengan cairan di hidungnya, ia menghirupnya dengan tersengal-sengal.

Arisa sendiri terkejut mendengar bentakan Mahen. Ini pertama kalinya ia mendengar putranya berbicara dengan nada tinggi.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang