40. Luapan emosi

607 68 17
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Kak tolong jaga Jian ya, bunda haru ke kafe dulu," ujar Arisa sebelum pergi.

Chandra menghela napasnya, lalu kembali duduk bersama teman-teman SD-nya.

"Inget ga? Waktu kita main perosotan sama Jian eh si Sultan nyangkut karena kegedean badannya," cerita Hani yang disambut tawa menggema dari Rizky dan dengusan kecil dari Sultan.

"Oh ya, inget juga ga waktu Jian nangis karena badan Rizky jatuh di istana pasir yang dibuat Jian di taman," Hani kembali bercerita.

Chandra hanya mendengarkan, tidak berminat menimpali atau menambah cerita Nisa tentang adik bungsunya. Entah kenapa ia merasa sedikit kesal karena teman-temannya terus menceritakan sang adik.

"Terus Jian-

"Bisa ganti topik ga? Toh orangnya juga ga ada," akhirnya Chandra melayangkan protesnya.

Sultan mengerutkan dahinya, "kenapa? Toh udah biasa 'kan kita ngomongin orang terus orangnya ngga ada," ucapnya dengan heran.

"Ya ganti orang kek, bosen gue denger nama dia terus," balas Chandra.

"Ga biasanya lo begini, Chan... ada masalah kah?" tanya Hani, karena setahunya Chandra tidak pernah keberatan soal apapun yang menyangkut adiknya. Tapi kenapa sekarang Hani justru merasa Chandra sedikit berbeda sikap pada Jian.

"Ga ada... bosen aja denger namanya. Abang, bunda nyebut namanya terus dikit-dikit Jian dikit-dikit adek. Om Jodi sama istrinya juga ditelpon nanyain Jian terus. Bisa gumoh gue denger nama dia dari mulut kalian," jelas Chandra dengan wajah datar.

Sontak ketiga teman Chandra itu menatap temannya dengan lamat. Chandra benar-benar berbeda, tidak biasanya ia mengeluh tentang Jian.

"Lo kenapa sih? Lagipula wajar banyak orang yang nyebut namanya. Dia baru kecelakaan, mungkin orang-orang khawatir sama dia," Sultan mencoba menjelaskan.

"Bener, toh dia tetep adik lo. Suka ga suka ya lo bakal terus denger namanya," timpal Hani.

"Mending lo luapin semua keluh kesah lo ke kita, daripada nanti Jian yang kena imbas," saran Rizky, ia tahu Chandra memang tidak mudah untuk bercerita. Namun bisa bahaya jika Chandra tidak bisa mengontrol emosinya dan melampiaskan pada sang adik. Diamnya Chandra itu terkadang seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja jika disulut.

"Ga perlu, gue cuman nyampein protesan gue. Udah itu aja," ucap Chandra sembari menyenderkan tubuhnya di sofa. "Gue pengen quality time sama kalian, ngomongin momen kita waktu SD. Mumpung Jian ga ikut gabung," Chandra melanjutkan ucapannya.

"Lo ga suka Jian gabung?"

Chandra berdecak saat mendengar pertanyaan dari Sultan. "Bukan ga suka, cuman ya mumpung ada kesempatan kita-kita doang yang kumpul. Kalau ada Jian 'kan kita ga bebas cerita atau ngobrol gitu."

"Lo ga bebas sama Jian?"

Chandra menghembuskan napasnya kasar, ia tidak ingin berdebat. Sungguh, ia hanya ingin menikmati waktunya dengan teman-temannya. Tapi mereka terus menerus membawa nama sang adik dalam obrolan mereka dan itu membuat Chandra sedikit muak. Entah kenapa...

"Udahlah, gue gamau debat. Makan tuh cemilan!" titah Chandra sembari menunjuk cemilan yang diberikan Arisa.

"Jawab gue dulu, lo ga bebas dengan adanya Jian yang gabung sama kita? Lo merasa direpotkan gitu dengan adanya adik lo itu?" cecar Rizkyㅡ lelaki itu masih berusaha mendapat jawaban dari Chandra.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang