5. Waktu berharga

744 71 0
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Wah adeknya nendang bun!" seru Mahen.

Arisa terkekeh, saat ini Mahen dan Chandra sibuk merasakan pergerakan adiknya di perut sang ibu.

"Abang ga sabar ngeliat adek! Cepet keluar ya..."

Drrrt

"Abang, boleh tolong angkat telponnya?" pinta Arisa.

Mahen mengangguk, dia mengangkat telepon rumah yang berdering.

"Halo," sapanya pada seseorang di sebrang telepon.

"Ayo siap-siap, kita pergi jalan-jalan sekeluarga! Kasih tahu bunda okey? Ayah lagi diperjalanan pulang," jelas Bima.

"Eh-

Belum sempat Mahen menyelesaikan perkataannya panggilan sudah terputus.

"Bunda! Ayah ngajak kita jalan-jalan, ayo bun kita siap-siap!" ucap Mahen dengan antusias.

Arisa sedikit terkejut mendengar penuturan Mahen, namun dengan cekatan dia bersiap membawa beberapa perlengkapan.

"Udah siap?" tanya Bima yang baru saja sampai.

"Siap!"

"Syap!"

Seru Chandra dan Mahen bersamaan.

"Lets go!"

➢➢➢➢➢

Bima sengaja mengajak keluarga kecilnya ke pantai di penghujung hari, mengingat beberapa waktu ini dia terkadang menolak ajakan bermain Mahen atau Chandra. Jadi untuk menebusnya Bima mengajak mereka untuk bermain sepuasnya di pantai sembari menikmati senja yang menenangkan.

"Bang! Paㅡsil...hehe," Chandra memainkan pasir pantai yang ia duduki. Sedangkan Mahen sedang berjuang membuat istana pasir menggunakan ember yang sengaja dibawa olehnya dari bagasi mobil.

"Yey! Lihat, abang bikin istana. Bagian ini buat Abang, ini buat Chandra dan yang ini buat dedek di perut bunda. Paling atas buat Bunda sama ayah," jelas Mahen sembari menunjuk beberapa bagian istana pasir buatannya dengan bendera yang Mahen gambar menancap di atasnya.

"Isㅡsssh nana!" Chandra mendesis untuk memyebut kata 'Istana' yang ia dengar dari sang abang.

"Is-ta-na!"

"Is..."

"Issssh-"

"Ta..."

"Ta!"

"Na..."

"Na...!"

"Istana!"

"Ish- nana!" Chandra bertepuk tangan setelah mengatakan itu. Dan Mahen memeluk Chandra erat antara gemas atau geram pada adiknya ini.

Chandra tertawa di pelukan Mahen. Sementara itu, kedua orang tua mereka memperhatikan interaksi itu dengan gemas.

"Abang! Kakak! Awas!" pekik Arisa saat ombak menghampiri kedua putranya.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang