30. Cinta monyet

430 42 9
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Jian... kamu duluan aja ke kamar bunda," titah Chandra pada sang adik.

"Kenapa kak? 'Kan katanya baru sarapan," ucap Jian.

"Ish! Abang mau jajan di depan, udah sana!"

Jian mendelik, "mau jajan juga!"

"Ish bocil... udah sana duluan ke kamar bunda," Chandra bersikukuh menyuruh adik bungsunya itu pergi duluan ke kamar inap sang bunda. "Nanti pas sekolah abang jajanin cimol deh sepuasnya," bisik Chandra.

"Sama pop es juga!"

Chandra berdecak, "iya," finalnya.

Jian tersenyum kemenangan, ia sebenarnya sadar melihat kakaknya itu melirik-lirik ke arah seorang anak perempuan di area parkiran.

"Kak, semangat godain kakak cewek di parkiran ya!" ucap Jian sedikit berteriak. Chandra yang mendengar itu membelalakkan matanya dan berniat memberi pelajaran pada adiknya itu. Tapi Jian bergerak melarikan diri lebih cepat dibanding dirinya. Alhasil ia hanya bisa mendesis pelan, menahan rasa malu karena beberapa orang memperhatikannya.

"Hai," sapa Chandra pada seorang anak perempuan yang duduk di bangku area parkiran.

Perempuan itu tersenyum tanpa menjawab Chandra. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kamu sendiri kesini? Ngapain?"

Perempuan itu menoleh, lalu mengeluarkan ponsel jadul dan mengetikkan sesuatu.

'Maaf, aku tuna wicara rungu. Aku lagi nunggu bapakku yang lagi di apotek buat ambil obat.'

Chandra tersenyum dan mengangguk, ia berpikir sebentar dan mengingat jika 'tuna wicara rungu' itu artinya seseorang kesulitan untuk mendengar dan berbicara.

Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu.

'Aku boleh temenan sama kamu?'

Perempuan itu mengangguk dengan antusias. 'Aku Syakira, panggilannya senyamannya kamu aja' ketiknya pada ponsel jadulnya.

'Aku Abichandra, panggil Chandra boleh kalau mau singkat Chan aja... oh ya aku panggil kamu Kir aka gimana?' balas Chandra dengan ketikan juga.

Perempuan itu mengangguk, 'bapak udah datang. Aku pergi dulu ya.' Ia melambaikan tangannya pada Chandra sebelum pergi menyusul ayahnya.

Chandra membalas dengan ikut melambaikan tangannya juga sembari tersenyum.

Setelah pertemuan dan obrolan singkat itu, Chandra tidak bisa memudarkan senyumnya. Bahkan senyumnya itu menular pada beberapa orang yang berpapasan. Sayang sekali  ia lupa meminta nomor ponsel Syakira. Semoga saja suatu saat ia bisa bertemu lagi dengannya.

➢➢➢➢➢

"Bunda lihat kamu berseri-seri gitu tadi? Kenapa, hm?"

Chandra tersenyum menatap bundanya, "bunda waktu ketemu ayah gimana?" tanyanya sembari menopang dagu.

"Bunda ya... waktu itu ayah nolongin bunda dari preman yang mau malakin," jawab Arisa.

"Malakin itu apa?" Jian yang bertanya karena tidak mengerti maksud kata itu.

"Hmm... malakin itu kaya yang waktu om-om badan besar itu lakuin ke kakek penjual balon," jelas Arisa yang diangguki oleh Jian.

"Kenapa disebutnya malakin bukan mengemis bun? Kan sama-sama minta uang," ucap Jian.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang