21. Silent Treatment

592 50 4
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Sejak sepulang sekolah tadi, Mahen dibuat gelisah dengan sang bunda yang tidak mengajaknya bicara sama sekali. Saat ia bertanya tentang barang yang ia lupa simpan. Bundanya langsung memberikan tanpa sepatah kata pun. Biasanya, Arisa akan mengomel setiap kali Mahen lupa menyimpan barang atau tidak meletakkan barang pada tempatnya. Tapi kali ini, Arisa tidak banyak bicara dan hal itu justru membuat Mahen gelisah.

"Mila, tolong cek bahan makanan yang habis. Biar nanti mbak belanja," ucap Arisa.

Mahen menghela napasnya. Apa bundanya itu marah? Tapi kenapa bundanya diam dan tidak mengomel padanya?

"Bun... biar abang bantu," Mahen mengambil alih nampan berisi pesanan pelanggan yang dibawa Arisa.

Arisa kembali ke dapur tanpa mengatakan apapun. Mahen hanya bisa menghela napas melihatnya.

"Selamat menikmati," ujar Mahen dengan senyumnya.

Kringg

"Selamat datang, silahkan duduk dan dipilih menunya. Bisa dicatat disini ya," Mahen memberikan buku menu dengan buku catatan untuk menuliskan pesanan.

"Terima kasih," ucap pelanggan itu.

Mahen mengangguk kecil.

"Eh kenapa Mahen yang kasih? Kamu istirahat aja gih, biar kakak yang layanin pelanggan," ucap Mila tidak enak.

"Gapapa kak, Mahen juga mau bantu-bantu," balas Mahen.

Mila mengusap kepala Mahen, "iya... makasih ya, tapi kamu pasti capek juga pulang sekolah langsung kesini."

Mahen menggeleng, "ga kok. Em... kak Mila, bisa bantuin Mahen?"

"Kenapa?"

Mahen membisikkan sesuatu pada Mila.

➢➢➢➢➢

"Abang ga ikut ketemu ayah, bun?" tanya Chandra.

Arisa menggeleng, "bunda gatau..."

"Biasanya abang selalu ikut, abang kemana?" kali ini, Jian yang bertanya.

"Mungkin abang kalian sibuk nugas," jawab Arisa. "Ayo kita ketemu ayah!"

Kedua anak itu mengangguk dan mengikuti langkah sang bunda.

"Apa aku keterlaluan?" gumam Arisa. Mengingat hari ini dia tidak banyak berbicara pada Mahenㅡ putra sulungnya. Alasannya Arisa memang ingin membuat putranya itu jera. Daripada dia mengomel hingga berbusa, Arisa memilih diam dan menunggu Mahen memberikan alasannya membolos.

"Halo ayah!" seru Jian, sembari berjongkok di samping makam sang ayah.

"Kita keduluan," ujar Chandra saat melihat satu tangkai bunga matahari di atas nisan ayahnya.

Arisa tersenyum kecil. Dia tahu betul siapa yang datang lebih dulu. Mahenㅡ mengingat putra sulungnya itu paling sering memberikan bunga matahari pada makam Bima.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang