19. Bolos

486 54 7
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Mahen melangkahkan kakinya di trotoar sembari menendang batu-batu kecil yang terlihat.

"Kemana ya? Pulang ke rumah? Ga mungkin... ke cafè? Apalagi kesana yang ada bunda curiga."

Mahen terus melangkahkan kakinya hingga ia tidak sadar jika dirinya sampai di area pemakaman.

"Ayah..." Mahen berjongkok di samping makam sang ayah.

"Besok ulang tahun ayah..."

"Hepi besdey ayah!" ujar Mahen dengan riang sembari membawa confetti.

Acara ulang tahun sederhana tanpa lilin dan hanya ada kue buatan Arisa sudah cukup untuk menghangatkan keluarga ini.

"Wah... enak banget!" puji Mahen pada kue buatan Arisa. Setelah Bima menyuapkan kue itu padanya dalam satu suapan besar.

"Nanti... kalau ulang tahun abang, abang mau kue buatan bunda aja dan hadiah dari ayah," ucap Mahen. Arisa dan Bima mengangguk, lalu acara berpelukan pun terjadi.

Mahen menyeka air matanya, "maaf yah... hehe abang cengeng ya."

Ia menggigit bibir bawahnya, selama ini dia terlihat paling kuat dan tegar atas kepergian sang ayah. Nyatanya selama ini ia menahan semuanya demi bundanya dan kedua adiknya.

"Ayah marah ga? Abang nakal hehe... bunda pasti ngomel kalau tau."

Bukan tanpa alasan Mahen memilih untuk melewatkan jam sekolahnya atau tepatnya membolos. Ya, ia memilih untuk bolos untuk menghindari masalah yang mungkin saja akan merepotkan Arisa.

"Mahen!"

Remaja SMP itu menoleh ke arah seseorang yang menyerukan namanya.

"Kay... kamu bolos juga?

Kay menggeleng, "Kay cuman ngikutin Mahen," ucapnya.

Mahen menghela napasnya, "harusnya ga boleh. Kay harusnya ada di sekolah jam segini."

"Kenapa Mahen ngga? Mahen bolos, 'kan? Kenapa Kay ga boleh?" cecar gadis itu.

"Bukan gitu... tapi Kay cew-

"Cewek? Iya Kay tahu, terus kalau cewek kenapa? Yang boleh bolos cuman cowok doang gitu?"

Mahen menggeleng. "Maaf," lebih baik ia mengalah duluan daripada berdebat dengan seorang gadis.

Setelah perdebatan kecil itu, mereka duduk di taman dekat pemakaman. Dengan es potong yang mereka beli tadi. Keduanya sama-sama diam memperhatikan ranting pohon yang melambai karena angin yang berhembus.

"Mahen kenapa bolos?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Kay menjadi pembuka dari obrolan mereka.

"Gapapa, pengen aja," jawab Mahen.

Kay mendelik, "bohong, hari ini ada pelajaran bahasa inggris. Pelajaran kesukaan kamu, ga mungkin kamu bolos gitu aja."

Mahen terdiam.

"Karena ini 'kan?" Kay memberika surat dengan cap sekolah pada Mahen.

"Kay nemu ini darimana?"

"Mahen jatuhin itu dari tas sebelum pergi," balas Kay.

"Tolong... jangan kasih tahu bunda ya?"

Kay mengangguk, "tapi cepat atau lambat tante Arisa pasti bakal tahu tentang masalah Mahen di sekolah."

Benar, tidak pernah terpikirkan oleh Mahen perihal kedepannya. Cepat atau lambat bundanya pasti tahu perihal masalahnya. Sekeras apapun usaha Mahen menutupi usaha itu, kebenaran akan selalu terungkap.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang