9. Pulang ke Rumah

710 75 0
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Ceklek

Arisa membuka pintu rumah yang sudah lama tidak disinggahi. Gelap. Itu yang menggambarkan rumah yang sempat penuh dengan kehangatan keluarga. Sudah hampir 3 minggu berlalu sejak kejadian buruk itu terjadi. Semua sudah mulai pulih meski luka atas kehilangan sosok kepala keluarga akan tetap membekas.

Ctak

Arisa menyalakan saklar lampu dekat pintu rumah. Dia tersenyum kecil, rumahnya tetap bersih karena Jodi yang menyewa orang untuk membersihkan rumah. Mengingat Arisa mungkin akan sedikit kerepotan mengurus anak-anak.

"Abang sama kakak, mandi gih," titah Arisa. "Bunda mau nidurin Dek Jian dulu. Oh ya kalian mau makan apa?"

"Sup kim!" seru Chandra.

"Sup krim," koreksi Mahen. "Itu boleh juga, kebetulan lagi mendung nih," ucap Mahen.

"Okey, pesanan segera dibuat," ujar Arisa.

Mahen dan Chandra mengacungkan jempolnya, lalu Mahen menuntun sang adik menuju kamar mereka.

➢➢➢➢➢

Ting ting

"Sup krim jagung sudah siap dinikmati!" ujar Arisa.

"Yey!" seru Mahen.

"Yey!" Chandra berseru mengikuti sang abang.

"Sup kim, nyamㅡ hihi," Chandra menerima suapan dari sang bunda.

"Hati-hati makannya, Mahen," peringat Arisa.

Mahen mengangguk sembari menyuapkan sup krim yang sudah ia kipasi sebelumnya.

Setelah makan, Mahen membantu Arisa membereskan meja makan dan beberapa piring yang harus dicuci. Dia juga ikut membantu mengelap meja makan.

"Abang... main aja gih sama Chandra atau dek Jian, gapapa ini biar bunda yang selesai-in," ucap Arisa. 

Mahen menggeleng, "Ngga, bun. Abang mau bantuin bunda aja, lagipula kan cuman tangan kiri abang yang ga boleh digerakin. Tangan kanan abang masih boleh, tuh," Mahen menunjukkan tangan kanannya yang bisa mengangkat kursi bayi milik Chandra.

Arisa tersenyum kecil, "Makasih ya, abang..."

Mahen terkekeh senang saat sang Bunda melakukan hal yang paling ia sukai, yaitu mengecup keningnya. Kemudian ia melanjutkan kegiatannya membantu sang bunda membereskan bekas makan tadi.

"Wah, selesai juga. Ternyata capek juga ya, hehe," Mahen mengatakan itu sembari meregangkan tubuhnya.

"Kan udah bunda bilang gausah..."

Mahen tersenyum kecil, "Kalau dulu 'kan ayah selalu bantu. Nah, sekarang tugas abang bantu bunda. Kata ayah, abang harus bisa bantu bunda kalau sewaktu-waktu ayah lagi ga bisa bantu. Ayah juga bilang kalau abang harus bisa jaga bunda sama adek-adek."

"Ayah pernah bilang begitu ke abang? Kapan?"

"Waktu ayah jemput abang sekolah, pas dijalan kita banyak ngobrol... seru banget!"

Arisa terdiam, dia mendadak ingat saat Bima bersikeras untuk menjemput Mahen meski saat itu ia sibuk dengan pekerjaannya. Kini, ia paham maksud suaminya itu. Arisa menyeka air matanya saat kenangannya dengan Bima terputar diotaknya.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang