39. Perihal menjadi seorang Kakak

562 68 1
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ


"Makan yang banyak adek," ujar Arisa yang sedang menyuapi Jian bubur ayam.

Jian menggeleng, "udah kenyang bun. Itu bubur 2 porsinya adek."

"Kan kamu lagi sakit. Jadi, harus makan yang banyak," ucap Arisa sembari menyuapkan sesendok bubur ke mulut Jian.

Jian mendengus, namun tetap menerima suapan dari sang bunda. Arisa tersenyum kecil.

Sementara itu, Chandra hanya terdiam menatap interaksi antara sang bunda dan sang adik. Ia jadi rindu ketika Arisa memanjakannya dulu. Ketika dirinya terkena demam tinggi saat ia berusia 9 tahun. Ia bisa merasakan bagaimana paniknya sang bunda saat menemukannya tertidur dengan suhu yang sangat tinggi.

"Dok tolong anak saya," ujar Arisa dengan panik.

Chandra masih bisa melihat sang bunda yang berjalan mondar mandir sembari merapalkan doa menunggu dirinya diperiksa.

"Bunda..."

"Kamu tuh, kalau sakit bilang, keluhin semua rasa sakit kamu jangan dibiarib gitu aja. Untung aja bunda dateng ke kamar kamu, kalau nggaㅡ," Arisa menghentikan ucapannya, lalu memeluk anak tengahnya itu dengan erat. Mengabaikan keringat yang menetes dari tubuh Chandra dengan suhu tubuh yang panas.

Chandra membalas pelukan erat sang bunda. "Kak Chan udah gapapa bun, maaf udah buat bunda khawatir."

"Ngga, ga perlu minta maaf. Justru bunda yang salah karena udah teledor, bunda yang salah karena lupa jemput kamu dan biarin kamu kehujanan sepulang les." Ini hal yang Chandra benci, saat Arisa menyalahkan dirinya sendiri.

"Bun... ini bukan salah bunda. Kakak ga suka bunda nyalahin diri bunda sendiri. Cuaca emang kurang baik buat imun akhir-akhir ini, jadi bukan salah bunda kakak sakit." Pada akhirnya, cuaca yang disalahkan disaat dua insan saling menyalahkan dirinya.

Chandra terperanjat saat Mahen menepuk bahunya, lamunan masa lalunya buyar begitu saja. Ia menoleh ke arah Mahen.

"Ngelamun aja bro," ujar Mahen sembari memberikan eskrim pada Chandra.

"Makasih," ucap Chandra.

"Sama-sama," balas Mahen.

Tidak ada pembicaraan diantara keduanya, mereka menikmati eskrim masing-masing. Sedangkan Jian pergi ke area taman bersama Arisa.

"Iri ya liat Jian lebih dimanja?" celetuk Mahen.

Chandra menoleh sebentar, lalu menggeleng. "Ngga kok," balasnya.

Mahen terkekeh, "jujur aja kali Chan, abang juga pernah diposisi kamu."

Lagi dan lagi ucapan Mahen membuatnya diam tak berkutik, ia bingung harus menjawab apa pada abangnya ini.

"Perihal jadi kakak itu, selain harus siap dijadikan contoh oleh adik-adik dan harapan terbesar orang tua. Kita juga harus siap mengalah dan disalahkan," jelas Mahen sembari menatap brankar yang kosong.

Chandra mendengarkan dengan seksama dan menunggu kelanjutan ucapan abang sulungnya itu.

"Kita yang dianggap lebih besar, harus bisa menjadi tameng untuk yang lebih kecil. Mungkin kita bakal ngerasa kalau hal itu ga adil, tapi ya itu faktanya. Menjadi kakak bukan tentang kita harus lebih dewasa daripada adik, melainkan bagaimana kita bisa bertanggung jawab untuk melindungi adik kita," lanjut Mahen.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang