34. Proses Kehidupan

475 52 2
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Bunda!" pekik Jian yang memasuki ruangan Arisa dengan hasil kerajinan ditangannya.

"Jangan lari adek," peringat Arisa.

Jian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan tersenyum menunjukkan deretan giginya.

"Di sekolah tadi, Jian bikin kerajinan ini," Jian menunjukkan gantungan kunci yang ia buat di sekolah.

"Kerja bagus, gantengnya bunda," Arisa mengecup dahi Jian.

"Kamu tunggu di ruangan bunda ya, bunda mau ngelayanin pelanggan dulu," titah Arisa yang langsung dilakukan oleh Jian. Namun sebelum pergi ia menyemangati Arisa dengan ucapan dan gestur tangan.

Jian duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu. Ia menggoyang-goyangkan kakinya sembari menelisik ke setiap sudut ruangan. Anak itu menghela napasnya, lalu membuka buku PR dan mencoba untuk mengerjakannya.

"Susah," keluhnya sembari menggarum kepalanya. Ia menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Coba kalau ada abang atau kakak... aku ga bakal pusing gini," gumamnya.

Ia menekuk wajahnya, lalu bangkit dari duduknya dan melihat-lihat meja kerja milik Arisa. Jian menatap lamat bingkai foto yang ada di atas meja.

"Bunda, abang, kakak, ayah, dan ini... aku?"

Jian duduk di kursi meja itu, lalu menopang dagunya dengan kedua tangannya.

"Abang, sibuk buat kuliah. Kakak  sibuk sama urusan sekolahnya. Bunda, sibuk ngurusin cafè. Aku? Huft..." Jian menghela napasnya kasar.

"Aku bahkan belum bisa jadi apa-apa buat buktiin ke bunda."

Jian terkadang iri melihat kedua kakaknya yang memiliki gambaran masa depan dan sibuk dengan hal yang mereka sukai. Sedangkan dirinya? Masih bingung akan seperti apa nantinya. Namun Jian tidak ingin terlalu memikirkannya, Jian akan menjalankan kehidupannya saat ini.

Sesekali ia memikirkan hal itu jika dirinya sedang sendiri. Entah kenapa saat sendiri pikirannya selalu melayang kemana-mana.

Ceklek

Jian menegakkan tubuhnya saat sang bunda datang. Ia kembali duduk di sofa.

"Coba deh, ini menu baru buatan kak Mila... waffle pake es krim sama stroberi diatasnya," ucap Arisa sembari meletakkan nampan diatas meja dekat sofa.

"Makasih bun," ujar Jian yang diangguki bundanya.

"Lesnya libur ya?"

Jian mengangguk dengan pipi menggembung, karena sedang mengunyah waffle yang dibawakan Arisa.

"Kenapa ga main sama temen? Biasanya kakak kamu gitu kalau libur les."

Ucapan Arisa membuat Jian berhenti mengunyah, ia menatap sang bunda sekilas lalu menelan makanannya.

"Mager ah bun," Jian meminum teh lemon.

Arisa mengusap kepala Jian dengan lembut, "jangan dibiasain, nanti kamu susah dapet temen loh."

"Emang ada yang mau temenan sama aku?" gumam Jian.

"Kenapa?"

Jian mengerjapkan matanya, lalu menggeleng. Syukurlah bundanya tidak mendengar gumamannya.

➢➢➢➢➢

"Chandra! Kenapa ga becus sih? Liat masa poster warnanya pucet gini!" komplain Revanㅡ ketua OSIS di sekolah Chandra.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang