24. Bunda khawatir

594 59 8
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ


"Aku harus cari kemana lagi," Arisa terduduk lesu di bangku taman. 3 jam sudah berlalu dan Jian masih belum ditemukan.

Dewi mengusap punggung bunda dari Jian itu. "Kamu minum dulu, istirahat sebentar baru kita cari Jian lagi ya?"

Arisa menenggak habis air mineral yang diberikan Dewi. Sementara Jodi menghubungi polisi.

"Gimana Jo?" tanya Arisa saat Jodi kembali.

"Polisi belum bisa ngelakuin pencarian sebelum laporan hilangnya 24 jam," jawab Jodi.

Arisa terisak, "24 jam terlalu lama... ini udah 3 jam kita cari dia... kenapa harus nunggu lagi?! Kalau dia kenapa-napa gimana? Diaㅡ dia pasti ketakutan sendiri.... dia-

Dewi memeluk Arisa, di dalam pelukannya wanita itu menangis. Perasaan khawatir terus menyeruak di hati Arisa. Dia tidak pernah sekalut ini, termasuk saat kepergian Bima.

"Menurut kamu, di daerah sekolah yang belum kita tanya siapa?"

Arisa menggeleng, "aku udah tanya satpam di setiap area deket sekolah, guru-guru SD, sama petugas kebersihan. Mereka semua ga ada liat Jian lewat."

"Aneh... kenapa bisa ga ada satupun yang tahu Jian ya," gumam Jodi.

"A-apa mungkin penculik-

"Arisa! Berhenti berpikir tentang penculik... Jian baik-baik aja."

"Terus aku harus berpikir apa?! 4 jam anakku hilang! 4 jam, Jo!" pekik Arisa.

Jodi memijat pelipisnya, "kita cari lagi, kamu sama Dewi cari di area taman. Aku bakal balik lagi ke area sekolah," final Jodi.

Kedua wanita itu mengangguk.

"Maaf aku-

"Ga perlu dipikirin, aku tahu kamu lagi kalut," Jodi memotong ucapan Arisa. Membuat wanita itu mengulum bibirnya.

"Jangan ganggu kakek!"

Mendengar pekikan itu, sontak atensi mereka teralihkan dengan suara anak yang mirip dengan Jian.

"I-itu suara Jian, 'kan?"

Dewi dan Jodi mengangguk.

Mereka bertiga bergegas pergi ke sumber suara, saat disana mereka bisa melihat seorang anak kecil yang menghadang pria bertubuh besar bertato dan dibelakangnya seorang pria paruh baya.

➢➢➢➢➢

"Minggir bocah! Kakek tua ini harus bayar sama gue!"

Jian menggeleng, "ga boleh! Kakek kerja buat dapetin uang itu! Kamu seenaknya minta, kalau mau dapet uang itu kerja!"

Pria bertato itu memutar bola matanya, "gue gamau kasar sama bocah. Tapi kalau lo ngeyel, gue terpaksa kasar sama lo!" Ia mencengkram seragam Jian, lalu menghempaskan tubuh mungil itu. Beruntung dengan sigap pria paruh baya di belakangnya menahannya.

"Ini ambil uang-

"Jangan kek! Kakek bersuaha keras jualin balon-balon itu!" Jian menahan pergelangan tangan Kakek yang bertemu dengan di halte tadi.

"Sok jagoan amat lo! Ngomong aja masih belibet gitu! Dasar!" Pria bertato itu mengangkat tangannya.

Jian memejamkan matanya sembari meremat tali tas punggungnya. Namun ada yang aneh, ia tidak merasakan pukulan apapun. Anak itu membuka matanya dan melihat Jodi menahan tangan pria itu.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang