51. Serangan panik

820 78 7
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Hari keempat Jian dirawat, anak itu sudah mengeluh bosan dan ingin kembali beraktifitas. Mengingat Chandra harus kembali sekolah dan Mahen harus kuliah. Sedangkan Arisa bolak-balik rumah sakit dan kafè, karena ada beberapa booking di kafènya yang perlu ia tangani.

"Om Jodi!" pekik Jian dengan
gembira. Ia memeluk Jodi yang mendatanginya.

"Gimana keadaannya?"

"Jian udah sehat," jawab Jian.

Jodi mencubit pipi Jian gemas. "Pantes ini udah kaya mochi lagi."

Jian terkekeh, ia sangat merindukan Jodi yang selama ini tinggal di luar kota.

"Tante Dewi, Ren, sama dede bayi mana?" tanya Jian.

Sekedar informasi, kini Jodi resmi menjadi ayah dua anak. Si sulung berusia 3 tahun, sedangkan si bungsu baru berusia 6 bulan.


"Biasalah ibu-ibu kalau ketemu," ujar Jodi sembari berlagak layaknya ibu-ibu yang bertemu.

Jian tertawa kecil, sepertinya Jodi cocok menjadi pelawak hanya saja wajahnya seperti ketua gangster. Pikir Jian.

"Oh gitu... kamu pikir aku ga capek kalau nunggu kamu ngobrol sama bapak-bapak komplek?"

Jodi dan Jian kompak menoleh ke arah Dewi yang sudah berkacak pinggang di pintu, dengan Arisa di belakangnya yang sedang menggendong bayi Hen.

Jodi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "bercanda sayang."

Arisa terkekeh kecil, mengabaik dua sejoli yang sepertinya akan berperang. Arisa mengajak Rendraㅡ anak pertama Jodi yang ia tuntun dan Hendraㅡ anak kedua Jodi yang ada di dalam gendongannya mendatangi Jian.

"ㅡi-yan," ujar Rendra sembari mencoba naik ke atas brankar dibantu oleh Jodi, sebelum pria itu menghampiri istrinya.

"Halo Ren, apa kabar?"

"Bay-ik," jawab Rendra dengan terbata.

"akit?" Rendra menunjuk ke arah tangan Jian yang diinfus.

Jian menggeleng, "kaya digigit semut segede gajah."

Meski tidak mengerti, Rendra tetap mengangguki jawaban Jian.

"Dede Hen... ngemut terus nih, sini sini sama kak Jian," ucap Jian sembari memainkan jari mungil bayi Hendra.

Arisa mendudukkan bayi Hendra di atas brankar dan Jian mulai mengajaknya main.

"Ciluk! Ba!"

Tawa keluar dari mulut mungil bayi itu. Membuat Jian ikut tertawa gemas melihatnya, begitupula Rendra.

Arisa juga dibuat tersenyum melihat interaksi mereka. Selama empat hari kondisi Jian semakin baik, setelah obrolannya dengan dokter Nur tatapan kosong itu perlahan memudar tergantikan dengan binar cerah yang biasa ia pancarkan.

Sementara itu, Arisa dibuat menggeleng kecil melihat dua sejoli yang salah satunya sedang merajuk.
Ia jadi teringat saat dirinya merajuk pada Bima. Dan pria itu melakukan segala cara untuk membujuknya. Bahkan pria itu rela datang ke oanti di tengah malam untuk meredakan rajukannya.

Arisa terkekeh kecil mengingat masa itu.

➢➢➢➢➢

Ruang rawat Jian kini ramai, Mahen dan Chandra sudah pulang. Semua berkumpul di ruangan itu dengan hamparan karpet sebagai alas duduk mereka. Sedangkan Jian tetap duduk di brankar dengan wajah sebal.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang