33. Kekhawatiran Abang

490 54 10
                                    

Masih ada yang nunggu kelanjutan cerita ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih ada yang nunggu kelanjutan cerita ini?

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Setelah kelulusan yang disertai acara perpisahan. Hari ini adalah hari pertama Mahen resmi melepas masa remajanya sebagai seorang siswa. Kini, lelaki itu disibukkan dengan setumpuk soal latihan masuk perkuliahan dengan setumpuk buku sebagai referensi untuk mencari jawaban.

Matanya sedari tadi fokus membaca setiap kata yang ada, sesekali melirik ke arah buku, laptop dan lembar soal. Pensil diputar-putar saat otaknya berpikir untuk menjawab soal. Pulpen bertengger di telinganya untuk mencatat hal yang perlu dipelajari lebih lanjut. Lampu belajar bahkan hampir memanas karena begitu lama memancarkan sinarnya.

Tok tok

Ketukan pintu bahkan tidak membuat si sulung itu menoleh ke arah pintu. Dia lebih tertarik membaca soal, mencari jawaban dan mencoret kertas soal itu dengan jawaban yang ia yakini.

"Bang," panggilan sang bunda membuatnya terperanjat kaget, ia mendongak melihat wanita yang sudah melahirkannya itu membawakannya nampan berisi camilan dan minuman ringan.

"Ini kesukaan abang 'kan? Bunda udah pisahin kue keju dan beberapa camilan sama minuman rasa semangka ini buat abang, sebelum nanti diabisin adek-adek kamu," jelas Arisa.

"Makasih Bun," ucap Mahen, ia meletakkan pensilnya diatas kertas soal. Lalu mencicipi kue keju yang bunda bawa untuknya.

"Jangan terlalu keras ke diri kamu, udah hampir 3 jam loh... istirahat ya. Bunda emang mau kamu masuk kuliah, tapi bunda gamau justru ngerusak diri kamu sendiri karena kemauan bunda itu," Arisa mengucapkan itu dengan nada sendu.

Mahen tersenyum dan mengangguk, "oke, abang istirahat..." Ia membereskan semua alat tulis beserta buku dan kertas latihal soal yang ia kerjakan tadi. Tak lupa ia juga menutup aplikasi belajar di laptopnya.

Arisa tersenyum, "abisin camilannya atau kalau mau gabung di ruang tamu boleh. Kita lagi nonton film kartun."

Mahen menggeleng, "abang disini aja, mau tidur," ujarnya.

"Yaudah," Arisa memgecup dahi putra sulungnya itu. "Selamat istirahat, abangnya bunda."

Setelah langkah Arisa menjauh dan pintu kamarnya tertutup. Mahen bangkit dari duduknya dan meregangkan dirinya.

Helaan napas keluar darinya, Mahen merebahkan tubuhnya. Jujur saja, ia sudah benar-benar lelah. Matanya terasa berat, kepalanya berdenyut dan entah berapa kali ia menghela napas selama belajar.

Ia belajar mati-matian bukan tanpa alasan. Ia hanya tidak ingin usaha  kedua orang tuanya siapkan untuknya sia-sia begitu saja, jika dirinya sendiri tidak berusaha dengan baik. Sang bunda ingin dirinya mendapat pendidikan lebih baik dan terpandang. Mahen juga ingin mengangkat derajat bundanya lebih tinggi lagi. Maka dari itu ia harus bekerja keras, bukan?

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang