25. Obrolan Kakak dan Bunda

550 53 8
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Setelah kejadian dimana Jian membuat Arisa panik setengah mati, membuat wanita itu memilih untuk menjemput putra bungsunya itu sebelum jam pulang sekolah.

"Bunda masih parno ya sama kejadian Jian waktu itu," ujar Chandra.

Arisa terkekeh, "ya, bunda mana yang ga parno liat anaknya ilang sampe 3 jam."

Chandra mengangguk setuju. "Kalau kak Chan lagi ada disitu waktu itu, udah kak Chan omelin Dek Jian."

Arisa tertawa kecil membayangkan bagaimana Chandra yang mengomel pada Jian yang mungkin anak itu akan terus mendengus. Dia tahu karena anak tengahnya itu paling cerewet diantara yang lain. Chandra terkadang terlihat cuek pada saudaranya yang lain, tapi jika ada hal buruk dia pasti menjadi paling depan untuk mengomel. Dia juga bisa menjadi penengah jika bunda mulai jengah dengan perdebatan Mahen dan Jian. Meski terkadang ia juga ikut andil dalam perdebatan tersebut.

"Duh... telinga Jian gatel nih, bunda sama kakak ngomongin Jian ya...," yang dibicarakan datang memasuki mobil sembari mengusap telinganya yang memerah.

"Dih... kepedean, kamu lama amat keluar kelas. Kakak ama bunda udah nunggu lama," ucap Chandra.

Jian mendelik, "tadi di kelas itu dikasih pertanyaan perkalian, kalau bisa jawab baru bisa pulang. Tapi adek keduluan terus sama yang lain, jadi paling terakhir deh. Adek kan baik ngalah terus."

"Iya deh iya... berarti nanti hapalannya ditambah ya ke bang Mahen. Dari hapalan bahasa inggris, nambah hafalan perkalian ya. Cie, waktu belajarnya di tambah," goda Chandra.

"Bunda...," Jian merengek.

"Bener kata kakak, gapapa... kak Chan sama abang juga nambah waktu belajarnya kok," ucap Arisa.

Jian mendengus kecil karena tidak mendapat pembelaan dari sang bunda.

➢➢➢➢➢

Seperti apa yang dikatakan Chandra tadi, benar saja saat ini Jian disibukkan dengan abangnya yang menyuruhnya untuk menghafal perkalian 1 sampai 5.

"Abang... susah," keluh Jian sembari menelungkupkan kepalanya ke atas meja belajar dan menutupnya dengan buku perkalian.

"Ya susah kamu menghafalnya ga bener," sindir Mahen.

"Huwaaa... adek ga suka perkalian!"

Mahen menghela napasnya, dulu saat mengajari Chandra dia tidak perlu menambah stok kesabarannya. Mengingat Chandra mudah untuk memahami dan tidak banyak mengoceh.

"Jiandra... kamu tuh pinter, pinter banget saking pinternya kamu bikin bunda pusing sama kelakuan ajaib kamu. Tapi dengan ngeluh, kepinteran kamu itu bakal ilang. Kamu mau?"

Ucapan sang abang membuat Jian mendongak. "Bisa ilang pinternya?"

Mahen mengangguk, "nanti kalau ilang, kamu tahu 'kan gimana..." Ia tersenyum jahil.

"Huwaaaa gamau! Gamau!" pekik Jian. Anak itu langsung menyodorkan bukunya, "bantu Jian menghafal!"

Mahen tersenyum penuh kemenangan dia bisa mengelabui adeknya ini dan dengan senang hati ia menerima buku perkalian milik sang adik.

"Nah gitu dong!" Mahen tahu meski Jian banyak mengeluh saat belajar tapi sifat ambisi adeknya itu tetap membara jika ada sesuatu yang ingin ia dapatkan atau pertahankan. Seperti saat ini, Jian mendadak menghafal setiap angka perkalian itu dengan cepat.

"Abang, perkalian 3 susah, tolong ajarin," pinta Jian.

Mahen duduk di samping Jian, karena saat ini mereka belajar menggunakan meja belajar lipat. Ia mulai mengajari adik bungsunya itu perkalian 3 hingga 5. Sedangkan Jian mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan sang abang.

Sementara itu, Chandra dan Arisa memilih duduk di depan TV sembari menyaksikan kartun berkarakter  bintang laut berwarna pink.

"Oh ya, gimana les pianonya? Kamu suka, ga kecapean 'kan karena itu?" tanya Arisa.

Chandra menggeleng, "lancar kok bun, minggu depan juga ada lombanya dan yang menang bakal kepilih buat ngisi acara di gedung kota."

"Wah bagus dong. Bunda pasti nonton," ujar Arisa.

"Kayanya kak Chan ga ikutan deh," Chandra berucap dengan lesu.

"Kenapa? Bukannya kakak sendiri kan yang pengen les piano dan jadi pianis terkenal," Arisa menatap putranya itu.

Chandra menghela napasnya, "Kak Chan ga sejago yang lain. Mereka banyak berlatih di rumahnya, mereka juga lebih hebat dari kak Chan."

"Perasaan bunda denger kalau kamu lagi nyoba latihan pake piano virtual itu udah bagus. Apalagi kalau asli 'kan? Kamu juga sehebat mereka, sayang," ucap Arisa.

"Bunda emang belum mampu untuk beliin kamu piano yang bisa kamu gunakan di rumah. Tapi bunda yakin sama diri kamu sendiri yang udah jauh lebih hebat untuk mainin alat musik itu," lanjutnya sembari mengusap surai hitam anak tengahnya.

"Tapi bun... di HP sama asli beda..."

Arisa mengangguk, "bunda tahu, tapi 'kan untuk nada sama dan kamu udah bagus banget untuk anak seusia kamu."

"Kak Chan tetep ga percaya diri... mereka-

"Percaya diri itu ada di dalam diri kita, karena kita yakin dengan apa yang kita miliki dan usahakan. Meski apa yang kita miliki belum sesempurna milik orang tapi dengan usaha kita sendiri, kita bisa percaya diri," jelas sang bunda memotong ucapan Chandra.

"Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Lalu kenapa ada hasil yang mengkhianati usaha? Itu karena diri kita masih belum yakin dengan usaha diri sendiri dan merasa rendah. Paham sekarang ananda Abichandra?" Arisa mencubit pipi putranya itu dengan gemas.

Chandra terkekeh, "paham ibunda..." anak itu memeluk sang bunda sembari mengucapkan 'terimakasih' berulang kali.

Sementara itu, Arisa mengucapkan 'maaf' berulang kali di dalam hatinya karena belum bisa memenuhi keinginan anak tengahnya itu.

"Sekarang, panggil abang sama adek kamu buat makan malam," titah Arisa.

"Apa menu hari ini bunda?" tanya Chandra.

"Menunya... bunda coba bikin pasta carbonara," jawab Arisa.

"Okey! Kak Chan panggil dulu abang sama adek. Semangat masaknya bunda," sebelum pergi Chandra mengecup pipi Arisa.

Langkah Arisa terhenti di depan rak TV, ia mengambil bingkai foto pernikahannya dengan Bima. Wanita itu tersenyum kecil.

"Satu per-satu... aku bisa melihat kamu di dalam diri mereka Mas. Curang banget kamu, masa semuanya mirip kamu... padahal aku yang capek ngelahirin hahaha," Arisa berucap pada bingkai foto itu.

"Ya meski cerewetnya Chandra mirip aku, tapi tetep banyak kamunya," gumam Arisa.

Siapa yang setuju sama Bunda?🙋‍♀️ aku aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa yang setuju sama Bunda?🙋‍♀️ aku aku... hehe meski aku masih kaya Chandra 🙄👉👈

Btw, ada request ga nama buat 3 bocahnya bunda Arisa? Aku bingung banget namain 3 bocah itu😭 barangkali mau ngasih, ayo ayo keluarin aja... siapa tau jadi nama resmi buat panggilan mereka. Ditunggu yaw!

Sampai ketemu di bagian selanjutnya~💚🏃‍♀️

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang