42. Piknik di akhir pekan

497 58 9
                                    

{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Jian tersentak saat sang kakak memeluknya. "Kak..." gumamnya sembari membalas pelukan Chandra. Jian memejamkan matanya menikmati pelukan yang jarang ia dapatkan dari Chandra.

"Maaf dek... maaf soal kemarin, kakak ga bermaksud bicara hal buruk soal kamu. Kemarin kakakㅡ

"Shht... adek ngerti kak, kakak pasti lagi capek. Kakak yang harusnya nikmatin waktu sama temen terganggu karena adek, maaf ya kak," ucap Jian.

Chandra menggeleng, "ngga... kamu ga salah."

"Emang ga ada yang salah diantara kalian berdua. Tapi yang salah itu, satu hatinya lagi diselimutin ego dan yang satu milih untuk diem tanpa komunikasi ke yang lain. Itu salahnya," jelas Mahen yang tiba-tiba datang.

Chandra dan Jian melepas pelukannya, lalu mengangguk kecil menyetujui ucapan abangnya.

"Baikan?" Chandra mengangkat jari kelingkingnya.

Jian mengangguk, ia menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Chandra. Mereka saling melempar senyuman.

"Nah gini dong... awas ya kalau ada kejadian gini dan bikin bunda khawatir lagi, abang kurung kalian di kamar sampe saling minta maaf," ancam Mahen yang sebenarnya hanya menakut-nakuti kedua adiknya.

"Iya bang," balas Chandra dan Jian bersamaan.

"Tapi 'kan kalau dikurung di kamar ga dikasih makan sama minum nanti bisa kelaparan dan hedirasi," celetuk Jian dengan satu kata yang salah.

"De-hi-dra-si," koreksi Mahen dan Chandra serentak, kemudian mereka bertua saling ber-tos ria saat melihat Jian mendengus.

Arisa terkekeh melihatnya, sepertinya keributan akan kembali hadir dirumah. Entah Jian yang jadi sasaran empuk kedua kakaknya, entah Chandra yang terkena imbas abang dan adeknya, atau bahkan mungkin Mahen yang menjadi sasaran kejahilan kedua adiknya. Tapi bagaimanapun itu, Arisa selalu bahagia melihat ketiga putranya akur dan berbagi tawa bersama sehingga membuat suasana di rumah terasa lebih hidup.

Setelah kejadian dramatis di pekarangan rumah tadi, makan malam terasa ramai saat Chandra dan Jian bekerja sama untuk menjahili Mahen.

Jian menyuapi Mahen semangka yang sebelumnya sudah diberi saus pedas oleh Chandra. Mereka tertawa melihat ekpresi si sulung yang kepedesan sekaligus merasa aneh dengan rasa makanannya.

"Wajah abang merah banget hahaha," ucap Jian yang tidak bisa berhenti tertawa.

"Pas tadi abang makan semangka kesukaan dia udah semringah tuh, eh akhirnya merah wajahnya sama kaya warna semangka," cerita Chandra diselingi dengan tawa mengingat kejadian tadi.

Arisa menggeleng kecil, "sekalinya akur, jahilnya ga ketolong," ujarnya.

Chandra dan Jian hanya tersenyum sembari menunjukkan deretan giginya.

"Besok hari minggu, abang ga ada kelas. Gimana kalau kita pergi piknik?" tawar Mahen sekaligus meminta persetujuan bundanya.

"Tentu," ucap Arisa. Ketiga putranya itu memekik senang.

Dari BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang