{Selamat Membaca}
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡJian mencuri-curi pandang ke arah kasur sang kakak. Ia menghela napasnya, pikirannya masih melayang pada kejadian siang tadi. Jian sudah mencoba minta maaf, tapi Chandra tidak menjawab apapun. Kakaknya itu memilih untuk bungkam.
Bukan ini yang dia inginkan, andai saja dirinya tidak ceroboh. Andai saja dulu dia tidak merengek untuk ikut bermain dengan teman-teman sang kakak. Tapi jika mengingat tentang teman-teman SD Chandra, Jian tidak pernah menyesal mengenal mereka. Justru karena mengenal mereka, Jian tahu arti pertemanan meski bukan dia yang mengalami.
"Teman ya..." Jian terkekeh jika mengingat kata teman. Sampai saat ini sepertinya 'teman' bukan untuknya. Dia tidak beruntung dalam pertemanan.
Jian bangkit dari tidurnya dan memilih untuk keluar dari kamar. Matanya tidak bisa terpejam, hatinya masih tidak tenang dan diliputi perasaan bersalah pada sang kakak.
Ia duduk di sofa ruang tamu tanpa menyalakan lampu. Menikmati keheningan malam didalam kegelapan ruang tamu tersebut. Jika dipikirkan lagi, mungkin Jian sudah banyak merepotkan keluarganya. Dia yang selalu menjahili kedua saudaranya, dia yang selalu mengoceh tanpa henti dan dia yang terkadang bersikap manja mungkin membuat keluarganya kerepotan.
"Jian kangen kaya dulu," gumamnya. Ia menyalakan lampu belajar yang ada di rak TV. Lalu membuka album foto keluarganya.
Semuanya terasa hangat di dalam foto itu. Sampai di halaman tengah, Jian terpaku dengan foto kecil dirinya dengan kedua saudaranya. Dia ingat saat itu...
"Jian! Bantuin kakak hahahahaha," Chandra tidak bisa berhenti tertawa karena Mahen terus menggelitikinya.
Jian bersiap dengan topeng ultraman yang ia pakai, "ultraman Jian siap melawan monster abang-abang! Hiyaaaa!"
Jian menyerang abangnya dengan memukulnya menggunakan bantal sofa.
Mahen menyeringai, ia juga menyerang Jian dengan badan tingginya. Dia menarik kaki Jian, lalu menggelitik adik bungsunya itu.
Chandra sendiri sedang mengatur napasnya, karena kelelahan setelah digelitiki oleh abangnya. Chandra tersenyum senang saat melihat posisi menguntungkan baginya. Dari belakang Chandra langsung menggelitik pinggang sang abang. Mahen yang tak siap dengan hal itu berakhir tersungkur ke atas karpet berbulu.
"Ampun! Hahahaha ampun," pinta Mahen saat kedua adiknya menyerangnya.
Jian tersadar dari lamunan masa lalunya saat merasakan tepukam dibahunya. Ia menoleh cepat dan mendapati abang sulungnya yang tersenyum kecil diantara bayangan lampu belajar.
"Kenapa ga tidur?" tanya Mahen, ia menoleh ke arah jam dinding dengan ketukannya.
"Eh bang..." Jian meletakkan album foto itu kembali pada tempatnya. "Kebangun bang," ujarnya.
"Abang, kebangun juga?" Jian bertanya balik.
Mahen menggeleng, "abang haus mau minum. Pas mau ke dapur dengan grasak grusuk dari ruang tamu, abang kira ada maling ternyata ada tikus yang liat-liat album foto," jelasnya sembari menjahili sang adik.
Jian mendengus, "Jian bukan tikus tahu. Jian ga gigitin albumnya, cuman liat-liat doang."
Mahen terkekeh, "siapa yang bilang kamu gigitin album? Abang cuman bilang ada tikus yang grasak grusuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Bunda
Fiksi Remaja-tamat- [ nct lokal : Mark, Chenle, Jisung ft. Irene (RV) ] Dari Bunda untuk Abang, Kakak dan Adek. [ꜱᴛᴀʀᴛ : 20 Januari 2023 ᴇɴᴅ : 10 Agustus 2023] ©Rrantomato