Pagi hari, mentari bersinar terang mulai menghangatkan bumi, bekas hujan di genteng dan dedaunan pun nampak mengering. Suasana yang begitu hangat tetapi berbeda dari rumah yang sangat begitu mencengkam itu.
"Darimana kamu Zerga?" tanya Brata. Zerga yang baru saja melangkah memasuki rumahnya tiba-tiba harus berhenti saat melihat pria tua yang tengah duduk sambil menyesap kopinya.
Zerga menatap datar kearah Brata tanpa ingin banyak bicara remaja itu melangkah tanpa memperdulikan Brata yang tengah menatapnya tajam.
"Remaja laki-laki macam apa kamu ini? Pulang malam, anak geng motor pembuat onar, membolos, mau jadi apa kamu ini?" tanya Brata membuat langkah Zerga berhenti.
"Lihat Kakak kamu itu, sekolah kedokteran di luar negeri tidak seperti kamu. Buat apa punya harta kalau gak punya otak." ucap Brata kali ini berhasil membuat Zerga menoleh menatap datar pria tua di hadapannya.
Ingin sekali Zerga tertawa kakak? Kakak yang mana? Dia itu anak tunggal.
"Kakak Anda bilang?" tanya Zerga lalu tertawa pelan.
"Zerga kamu tidak boleh seperti itu kepada ayah kamu," ucap Renia datang karena mendengar suara anaknya, semalaman dia begitu khawatir pada Zerga karena tidak pulang dan dia sangat begitu bersyukur putranya pulang dengan selamat.
"Ayah? Anda lupa Ayah saya sudah lama mati?" tanya Zerga membuat Renia terkesiap mendengar hal itu keluar dari mulutnya apakah putranya benar-benar tidak bisa menerima Brata dalam kehidupannya?
"Dan Anda yang sudah membuat ayah saya mati!" ucap Zerga.
"Cukup Zerga!" ucap Brata bangkit dari duduknya lalu menatap semakin tajam kearah putra tirinya itu.
"Apa? Anda terlalu banyak bicara, oh ya? Shut up, kalau Anda tidak ingin perusahaan kecil Anda saya ratakan." ucap Zerga penuh penekanan dan tersenyum tipis penuh kepuasan menatap wajah Brata yang nampak sangat terlihat khawatir itu.
"Saya memang tidak sebaik putra Anda, tapi putra Anda belum tentu bisa seperti saya. Right?" ucap remaja laki-laki itu sambil menaikkan alisnya sebelah.
•••
Minggu pagi ini sungguh membuat Nania sangat lemas, dia sering sekali muntah, bahkan dia sangat begitu sebal saat mencium bau aroma nasi saat ia pergi ke dapur alhasil dia pergi dan di sini dia berada di taman belakang rumahnya, di sini sangat tenang dan indah tempat kesukaan Nania.
Banyak sekali bunga-bunga di sini dan Nania masih ingat kapan ia menanam bunga ini.
"Cantik banget," ucap Nania.
Sedangkan di sisi lain Arenza yang baru saja selesai mandi keluar dari kamarnya, dia baru saja mandi karena habis jogging pagi bersama Inara.
Bi Radha datang."Maaf Den, di luar ada truk sampah. Mau Bibi bawain sampahnya di kamar Aden, Non Inara, dan Non Nania." Izin Bi Radha.
"Oh biar aku aja Bi, Bibi di dapur aja." Tanpa bantahan Bi Radha lantas mengangguk lalu meninggalkan Arenza.
Arenza berjalan menuju kamarnya untuk membawa sampah, lalu ke kamar Inara, saat sampai di kamar Inara, laki-laki itu menghela napasnya panjang mandi Inara sangat lama sekali.
"Inara buruan mandinya, gak usah lama-lama ntar lo masuk angin!" ucap Arenza sambil mengetuk kamar mandi Inara.
Inara yang ada di dalam pun mendengus kesal dia baru saja mengoleskan sabun pada tubuhnya."Apaan sih Kak, lo pikir gue Nania yang lebay." ucap Inara membuat Arenza tertawa, ya adiknya yang satu itu memang seringkali gampang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z E R G A || Dangerous Husband √
Teen FictionWARNING!!! BANYAK KATAK-KATA KASAR, FRONTAL JANGAN DI TIRU DAN BEBERAPA ADEGAN DEWASA, MOHON BIJAK DALAM MEMBACA YA!!! "I'm sorry, please comeback to me." Instagram:_dinniy