PLAK
"ARENZA!"
Tamparan keras itu Inara rasakan saat pertama kali kakinya menginjak ke rumah besarnya, Arenza pelakunya. Seiring dengan tamparan yang begitu nyaring suara Naia terdengar begitu jelas di rungu Inara, tak lupa tangisan Bi Helia, salah satu asisten rumah tangganya yang menangis tersedu-sedu memohon kepada ayahnya, Galuh.
Inara mengerutkan keningnya, memilih untuk pura-pura bodoh dan mengabaikan rasa sakitnya.
"Ada apa sih? Kenapa Kakak tiba-tiba nampar Inara?" Arenza terkekeh mendengar perkataan Inara yang sangat begitu retoris jika dipikirkan oleh Arenza, tatapan mata begitu datar menyorot penuh emosi tepat ke wajah cantik Inara.
Naia mendekat ke arah putrinya, memeluk erat dan mengusap pipi yang nampak kemerahan itu.
"Pasti sakit 'kan? Maafin Kak Renza ya, Nak?" ucap Naia.
Arenza semakin tertohok dengan reaksi yang diberikan ibunya untuk Inara, padahal ibunya dengan jelas melihat bagaimana Bi Helia mengakui segalanya, sampai saat ini ibunya masih tutup mata.
"Bunda, Inara salah!" ucap Arenza menaikan nada bicaranya membuat Naia menatap putra sulungnya itu datar.
"Turunkan nada bicaramu, Arenza." ucap Naia.
"Arenza akan telpon polisi buat tangkap Inara dan Bi Helia," ucap Arenza.
Inara membulatkan matanya, gadis itu menghampiri Arenza akan merebut ponsel milik kakaknya tetapi Arenza menggenggam erat ponsel itu, bahkan Arenza mendorong tubuh Inara kasar.
"Lo keterlaluan, Inara! Nania hampir mati gara-gara lo! Oh, lo gak hanya bikin Nania mati, tapi Bi Radha dan Pak Raden juga ikut kena imbasnya!" ucap Arenza.
Inara mengepalkan tangannya erat, matanya begitu menyorot tajam ke arah kakaknya.
"Gue gak perduli!" balas Inara.
"INARA!" sentak Galuh membuat Inara kaget."Ayah tidak pernah mengajarkan hal seperti itu pada kamu, dengan sikap kamu yang seperti ini membuat Ayah semakin gagal menjadi orang tua!" ucap Galuh membuat keadaan hening beberapa saat.
Galuh nampak mengatur emosinya, dia benar-benar tidak menyangka akan seperti ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa? Pertanyaan ini terus saja berputar di kepala Galuh. Semuanya sangat kacau.
"Lo harus masuk penjara, kejahatan lo ini udah kriminal!" ucap Arenza.
"Kak! Kamu apa-apaan sih?" ucap Inara.
Arenza tak perduli, dia seolah tuli tak ingin mendengarkan ucapan Inara. Sampai untuk keduanya kalinya ponselnya kembali hancur, dan dihancurkan oleh orang yang sama. Naia, ibunya.
"STOP! Inara adik kamu juga Arenza!" ucap Naia dengan air mata yang mengalir.
"Iya Bund, Renza tahu. Tapi sikap Inara ini udah keterlaluan, kapan sih Bunda? Renza gak pernah anggap Inara adik Renza? Bahkan dari dulu Bunda tahu 'kan aku kaya gimana? Aku lebih sering bersama Inara daripada Nania, Bunda lihat 'kan dulu se kesepian apa Nania? Dan itu." Arenza menjeda ucapannya tatapannya sangat kecewa menatap ke arah Inara."Karena lo Ra, demi lo. Lo selalu minta sama gue buat terus sama lo, dan gue baru sadar sekarang kalau lo sekejam ini Ra. Nania hampir mati gara-gara lo!" ucap Arenza.
"Cepat telepon polisi, Arenza." ucap Galuh membuat Inara semakin kesal.
"Kalian emang gak sayang sama Inara! Sebenarnya Inara anak Ayah bukan sih? Yah?" tanya Inara lirih dengan derai air mata yang keluar dari mata yang persis seperti mata yang dimiliki Galuh dan Arenza.
Arena terkekeh mendengar ucapan Inara."Ayah, Bunda, gue, sayang sama lo, Ra. Tapi sifat lo yang egois membuat lo buta dan haus akan segalanya." ucap Arenza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z E R G A || Dangerous Husband √
Ficção AdolescenteWARNING!!! BANYAK KATAK-KATA KASAR, FRONTAL JANGAN DI TIRU DAN BEBERAPA ADEGAN DEWASA, MOHON BIJAK DALAM MEMBACA YA!!! "I'm sorry, please comeback to me." Instagram:_dinniy