Daftar Pustaka 03

8 4 0
                                    

Malam ini aku meminta Lukas datang ke rumahku untuk bermain game bersama sekaligus menginap. Selain itu aku juga ingin dia mendengarkan semua isi hati dan keluhanku.

Begitu bel rumah berbunyi, Ayahku membukakan pintunya. Dia penasaran melihat Lukas, memang benar bahwa selama ini aku belum pernah mengajak orang lain ke rumah selain Dafina sih.

"Konbanwa" sapa Lukas kepada Ayahku

"Konbanwa, apa kamu temannya anakku?" tanya Ayahku

"Iya, saya Lukas" jawab Lukas

Aku menyahut dari belakang Ayahku "Dia ini anaknya Om Sandika"

"Oh anaknya Sandika? Yaampun ternyata kamu sudah sebesar ini ya, dulu Sandika selalu mengeluh kalau pertumbuhan anaknya itu lambat tapi sekarang kamu terlihat sehat segar bugar. Selain itu tubuh dan otot-otot mu juga bagus. Apa kau main karate juga?" tanya Ayahku dengan ramah

"Iya. Saya juga ikut fitnes Om" kata

"Begitu ya, oh iya maaf aku lupa untuk mempersilakan kamu masuk" Ayahku langsung mengajak Lukas masuk ke dalam rumah

"Apa kamu sudah makan?" tanya Ayahku

"Sudah Om" kata Lukas

"Makan lagi ya?" tanya Ayahku

"Terimakasih Om Karisma, tapi nanti saja" kata Lukas

"Sekarang saja" Ayahku

"Ehh masih kenyang Om. Nanti pasti saya makan kok Om" Lukas

"Iya baiklah" Ayah melihat ke arahku lantas bertanya "Tama - chan, mengapa kau tidak bilang kalau kamu dan anaknya Om Sandika ada di sekolah yang sama?"

"Iya aku pikir Ayah sudah tahu" jawabku "Yasudah aku mau balik ke kamar, ayo Lu" aku berjalan lebih dulu mendahului Lukas untuk menuju ke kamarku.

Sesampainya di kamarku dia langsung duduk menggambil konsol game dan melihat-lihat sekelilingnya.
"Pustaka, ternyata kamarmu tidak seperti apa yang aku bayangkan ya" kata Lukas yang masih mengamati kamarku

"Memangnya kamu membayangkan kamarku itu seperti apa?" tanyaku penasaran

"Aku membayangkan desain di kamarmu itu seperti kamar-kamar brandalan yang lain dengan warna dinding yang gelap dan di temboknya di penuhi stiker atau poster apa gitu favoritnya lalu di penuhi kantong plastik berisi sampah. Tapi setelah melihat kenyataannya kamarmu sangat rapi dan bersih. Lampunya juga sangat terang" kata Lukas yang kelihatannya masih takjub dengan kamarku.

"Aku memang seperti berandalan tapi aku tidak suka kegelapan dan aku juga sadar diri dengan kebersihan. Bukan hanya itu saja, Ibu dan Ayahku sering sekali mengomeliku jika sudah menyangkut soal kerapian dan kebersihan" jawabku

Kami melanjutkan obrolan kami sambil bermain game bersama.

"Kau tahu, setiap kali aku membaca cerita dari Mayu aku merasa sangat kesal" ucapku yang masih fokus bermain game

"Iya, bisa di bilang kamu tersulut api cemburu. Kemarin sore di klub basket tadi aku tidak sengaja mendengarkan ucapan Ethan yang katanya mau membuat surat cinta, di tujukan kepada siapa lagi surat itu kalau bukan untuk Dafina?" jawab Lukas sambil main game

"Kalau begitu aku akan menggunakan Gavi dan Sabila sebagai senjataku besok" jawabku.

Keesokan harinya aku berangkat bersama Dafina dan juga Lukas

"Tama, mengapa di bawah matamu ada garis hitamnya?" tanya Dafina.

Jadi dia memperhatikan aku karena itu ya? Tentu saja garis itu muncul setelah beberapa hari ini aku tidak bisa tidur karena kepikiran terus sama dia lalu bergadang main game.
"Iya begitulah" jawabku

DAFTAR PUSTAKA: DAFINA TARISTA X PUSAKA TAMA KARISMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang