• KEKUATAN

1.3K 190 11
                                    

dengan pakaian serba hijaunya. Di belakangnya juga ada perawat yang menemaninya.

   "Gimana Dok teman saya?" tanya Valen langsung bangun dari duduknya.

Eby dan hasby menunggu dengan perasaan campur aduk. Namun, dokter tersebut

malah menghela napas pelan, lalu berujar,
   "Saya perlu bicara dengan orangtuanya."

 
                                    ****

Devi terbangun dengan wajah sembabnya. Matanya memaksa untuk terbuka namun

terasa sulit. la menyipitkan matanya melihat ke arah jam yang menggantung di

temboknya sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Devi melihat kanan dan

kirinya menyadari kalau ia saat ini tengah berada di kamarnya.

la bangun lalu pergi ke kamar mandi untuk melakukan ritual mandi paginya.

Tak butuh waktu lama, ia telah selesai dengan kegiatan paginya.

Suara ketukan pintu kamarnya membuatnya menoleh, dan mendapatkan sosok abangnya yang berdiri dengan baju santainya.

Saat matanya menangkap sosok abangnya, obrolannya semalam tiba-tiba terputar

kembali dalam otaknya. Seperti mimpi buruk yang menjadi nyata, ia tak

menyangka dengan keutuhan keluarganya saat ini. Air mata turun begitu saja tanpa

diminta. Haikal yang melihat itu, lantas berjalan mendekati adiknya.

    "Gak usah dipikirin. Mulai sekarang, lo hidup layaknya biasa hari-hari lo aja,

tanpa Mama-Papa. Seenggaknya dengan cara itu lo bisa belajar ikhlas,"

ujar Haikal sambil mengelus kepala devi dengan sayang.

Devi membuang napas gusar, kemudian menggangguk. Benar kata haikal,

lagi pula selama ini ia hidup sendiri bukan? Pasti rasanya akan sama seperti hari-hari

biasanya. Tapi hatinya masih saja merasakan pedih yang amat menyakitkan.

    Tidak. Devi harus tegar, setidaknya di depan Abang satu-satunya yang sangat ia

sayangi ini, karena hanya Haikal yang devj punya saat ini,

    "Bang, lapeeer...," ujar devi mencoba terlihat baik-baik saja.

Haikal tersenyum lalu mengangguk, tangannya sudah bertengger di pundak devi

seraya mengajaknya untuk keluar dari kamar.

   "Bibi udah siapin sarapan," ujarnya, membawa devi ke dapur.

Sesampainya di dapur, Devi menghentikan langkah kakinya.

Matanya menatap meja makan yang besar dan kosong di hadapannya.

Ingatannya menerawang di saat-saat keluarganya kumpul setiap paginya di meja itu.

Matanya mulai berkaca-kaca. Haikal tahu jika Devi belum mengikhlaskan semuanya.

Memang tidak mudah untuknya, haikal pun begitu. Tapi mau bagaimana lagi?

Itu keputusan orangtuanya. Devi sudah biasa melihat meja makannya yang kosong tiap pagi dan malam.

Tapi hari ini rasanya berbeda dari biasanya.
    "Kita makan di ruang TV aja yuk!"

ujar haikal, lalu menuntun devi ke ruang TV. Haikal menyuruh bibi yang bekerja di rumah

ini untuk membawakan sarapannya ke ruang TV saja. Tak lama makanan tersaji di depan mereka.

    "Makan devv. Lo gak boleh kaya gini. Lo kekuatan gue saat ini,"

ujar haikal menatap mata devi dengan tatapan sendunya.

Devi tahu mungkin ia egois. Ia hanya memikirkan nasibnya tanpa mama dan

papanya, padahal anak dari mama dan papanya bukan hanya dirinya seorang tapi ada abangnya, haikal..

   "Maaf, Bang," balas devi lalu menyibukan dirinya dengan makanan di depannya.

la harus tegar bagaimanapun juga. la pasti bisa melewati semua ini, toh ada haikal,

abangnya yang selalu ada di sisinya walaupun akhir-akhir ini disibukkan

dengan urusan pribadinya yang entah apa itu. Ia juga memiliki afan yang selalu ada di
Saat dirinya butuh.

Next? Vote and comen

Penulis cerita
Ig : chelseamelaniputri_
Ig : defan_cb

Jangan lupa ikuti
Minimal sesudah baca vote makasi

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang