• TERAKHIR KALINYA

1.6K 222 11
                                    

dan tangis yang ingin meledak saat ini juga. Valen hanya menunduk sedih.

Air mata devi turun begitu saja. Apa semuanya sudah berakhir?

    "Lo harus kuat," ujar valen menepuk pelan bahu Devi.

   "Jadi ini beneran?" suara devi bergetar menahan isak tangisnya.

   "Lo harus liat afan untuk yang terakhir kalinya,"

ujar valen pelan namun masih bisa didengar devi.  Bahu devi bergetar hebat.

la menyandarkan tubuhnya di tembok samping lift.
Rasanya ia tidak ingin hari ini terjadi.

   "Lo gak boleh kayak gini, devv. Lo cewek kuat, buktiin ke afan kalau kamu kuat

seperti ini.” valen membelai pundak devi.
    “Aku tidak kuat.” devi berjongkok.

Dia melipat kedua tangannya di antara kedua kakinya.

Dia menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangannya.

    "Gak papa, lo bisa, dev." Valen menyemangati devi yang terlihat sangat

terpukul dengan kabar yang ia sampaikan. Devi menarik napas dan

membuangnya berkali-kali, menetralkan perasaannya yang campur aduk.

la memaksakan kakinya untuk memastikan sendiri keadaan afan. Tangannya

perlahan menyentuh gagang pintu, lalu menengok ke kirinya, valen tengah

menunduk mengambil plastik jumbo itu di lantai karena terjatuh.
   

  "Masuk, dev," ujar valen tidak sabaran. Devi memutar kenop pintu. Yang dilihatnya adalah ruangan yang gelap.

    "Valen, lo bohongin gue ya?! Ini bukan kamar afan, kan?" tanya devi yang

menatap sengit ke arah valen. Valen hanya diam. Devi kembali mencondongkan

kepalanya untuk melihat bagian dalam ruangan ini, lalu tubuhnya terdorong ke

depan, Suara pintu tertutup terdengar membuat devi menggedor-gedor pintu ruangan itu dari dalam.

    "Valen!!! Buka pintunya!!" teriak devi nyaring di ruangan tersebut.

Ruangannya gelap, dan devi takut. Pikirannya terlintas hal-hal horor, apalagi

ini di rumah sakit. Ya Tuhan, devi ingin menangis rasanya saat Ini juga.

    "Valen!! Buka pintunya!!" Devi masih setia menggedor-gedor pintu ruangan yang valeb kunci dari luar itu.

   "Ekhmm!"
    "Aduh mampus, mati gue! Valen! Buka! Gue takut! Di sini ada setannya!!

Woy sialan!!" lagi, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Devi hanya bisa

menelan salivanya. la ingin menangis rasanya saat ini, tapi air matanya tidak

ingin keluar yang ada hanya rasa sesak dan takutnya. Dan, lampu ruangan itu pun

tiba-tiba menyala dengan sendirinya. Devi sudah bergetar takut di depan pintu.

la sangat takut saat ini, bagaimana kalau ini sebenarnya kamar jenazah?

Apa devi harus mengalami hal mengerikan seperti ini?

    "Hei!" Devi terpaku dengan suara yang baru saja la dengar.

Kepalanya yang tadinya tertunduk, kini berdiri tegap namun masih belum berani

membalikkan tubuhnya. Apa ia tidak salah dengar? Kenapa suara itu terdengar

seperti suara yang selama ini sangat ia rindukan.

Devi menggeleng, pasti ini hanya halusinasinya saja karena merindukan afan.

    "Devv..." Lagi, suara itu terdengar di telinga devi. Tanpa ragu, Devi langsung

membalikkan tubuhnya. Betapa terkejutnya ia mendapati afan yang tengah duduk

bersandar di kepala tempat tidur. Devi masih diam terpaku di tempatnya.

Ini seperti mimpi. Kalaupun ini mimpi, ia tidak ingin bangun dari mimpinya lagi.

Afan merentangkan tangan kirinya, sedangakan tangan kanannya masih digips.

Seolah mengajak devi untuk berpelukan, namun yang didapat hanya devi yang masih diam di tempatnya.

    "Pegel ini tangan gue. Sini!" panggil afan. Devi langsung berlari kencang ke arah afan

dan langsung memeluk erat tubuhnya. Walaupun sakit di tubuhnya karena

perlakuan devi yang spontan memeluknya erat seperti ini, namun ia menahannya,

karena ia tidak mampu menutupi rasa bahagia dan rindunya yang sangat

mendalam pada gadisnya. Devi menangis
sesegukkan dibahu afan.

Afan yang mendengar tangisannya sangat menyayat hatinya.

Ia mengelus punggung devi lembut, lalu berujar

    "It's oke, Honey...," ujar afan lembut.
    "It's oke pala lo! Gimana kalo ini cuma
mimpi?"

Devi semakin mengeratkan pelukannya. Rasanya ia tidak ingin melepas tubuh ini,

takut jika ia lepas maka semua ini hanya mimpinya.

Afan menusuk pinggang devi dengan jari telunjuknya, devi terlonjak kaget lalu

melepas pelukannya dan meringis kesakitan.

    "Mimpi bukan?" tanya afan. Devi memandang wajah afan tanpa berkedip.

Seolah rasa sakit yang baru dirasakannya hilang karena tatapan teduh dari

cowok di hadapannya ini. Afan memajukan wajahnya, lalu meniup wajah devi.

Seperti mantra lewat tiupan itu devi langsung berkedip, lalu menyentuh sisi wajah afan.

    "Ini beneran kamu?" tanya devi dengan tangannya yang mengelus pipi afan yang semakin tirus.

    "Bohongan!" jawab afan kesal. Sampai kapan gadisnya ini akan berhenti melamun?

Mata devi berkaca-kaca saat sentuhan tangannya di pipi cowok itu terasa sangat nyata.

    "Ini kamu, Sayang," ujarnya pelan.
Hati afan yang mendengarnya serasa sesak.

Kalimat yang devi ucapkan seolah menyembuhkan rasa sakitnya yang sekian

lama. Afan mengambil tangan devi dari pipinya, lalu mengecup punggung tangan itu,

   "Iya, ini aku." Devi memeluk afan lagi. Air matanya turun begitu saja saat hatinya merasa lega luar biasa.

   "Aku seneng banget, kamu udah sadar," ujar devi dibahu afan. Afan mengelus rambut devi dengan sayang.

   "Maaf bikin kamu khawatir, terus sedih berbulan-bulan." Afan masih mengelus rambut devi.

Next? Vote and comen

Penulis cerita
Ig : chelseamelaniputri_
Ig : defan_cb

Jangan lupa ikuti
Minimal sesudah baca vote makasi

DEFAN COUPLE GOALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang