"Pak jangan ditutup gerbangnya!" Seruan gadis berambut pendek itu berhasil memberhentikan kerja satpam yang bertugas.
"Neng Rain lagi, neng Rain lagi. Saya sampai bosen bukain gerbang buat eneng," gumam Pak Dadang selaku satpam di SMA Scienze.
"Saya juga bosan liat Pak Dadang berdiri di depan gerbang terus. Cepat Pak bukain gerbangnya! Saya telat sepuluh menit doang nih." Rain berkata dengan tangan bersedekap dada.
"Neng Rain sudah sering telat kemarin-kemarin, kalau saya bukain nanti kena marah sama Bu Kepsek," tolak Pak Dadang untuk membukakan gerbang untuk mobil Rain masuk ke dalam.
Rain mendengus sebal.
"Nanti saya kasih duit buat kopi deh pak. Tinggal buka juga!" Rain masih mencoba menawar dengan paksaan di akhir.
"Ada apa Pak Dadang?" Suara berat seorang laki-laki menyela perdebatan keduanya.
"Neng Rain maksa masuk den, padahal telat. Saya takut dimarahi Bu Kepsek kalau bukain gerbang." Pak Dadang memberikan penjelasan sedikit kepada cowok yang menjabat sebagai ketua Osis SMA Scienze. Aidan hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan tersebut.
"Aidan suruh Pak Dadang bukain gerbangnya dong! Gue mau masuk. Dihukum juga gak masalah," teriak Rain dengan nada memerintah.
"Lo tiap hari terlambat, dan gue hukum juga gak pernah kapok," sahut Aidan dari dalam gerbang dengan muka mengejek.
"Gue punya alasan Aidan sialan!" bentak Rain yang sudah emosi. Rain dari rumah sudah terburu-buru dan saat sampai sekolah juga dirinya harus membuang tenaga yang tersisa dengan adu mulut—sangat menyebalkan.
"Alah paling karena tidur lo sambil cosplay mati," cibir Aidan dengan remeh. "Bukain aja pak biarin dia masuk. Tapi besok kalau masih telat biarin aja diluar," titah Aidan kepada Pak Dadang.
Tanpa bantahan Pak Dadang membukakan pintu gerbang dengan lebar agar mobil Rain bisa lewat. Rain segera melajukan mobilnya dan memarkirnya di dalam kawasan parkir khusus murid.
Setelahnya gadis itu dengan cepat keluar dengan membanting pintu mobilnya keras.
"Lo nggak tau apa-apa, jadi jangan sembarangan menilai orang. Kalo gue liat-liat juga lo sama brengseknya kayak gue." Rain berujar dengan menatap lurus netra Aidan dengan tajam dan diakhiri smirk di akhir kalimatnya.
"Gue tunggu di lapangan."
Setelah dirasa selesai, Rain melewati Aidan yang menatapnya dengan satu alis terangkat.
Sampai di lapangan Rain segera melempar tasnya di bangku panjang yang tersedia di pinggir lapangan yang biasa digunakan untuk tempat istirahat saat olahraga ataupun pertandingan.
"Lo lari tiga kali putaran, lanjut hormat sampai jam istirahat pertama." Perintah itu dilontarkan dengan tegas dan terdengar menyebalkan ditelinga Rain.
"Lo gila! Gue cuma telat sepuluh menit dan lo kasih hukuman kayak gitu. Lo mau bikin gue pingsan?" Masalahnya lapangan yang akan Rain kelilingi adalah lapangan outdoor yang luasnya hampir sama dengan lapangan bola.
"Lo udah sering telat, kalo suruh keliling sekali terlalu enak buat cewek nggak bisa diatur kayak lo," cibir Aidan membuat Rain mendelik sinis.
Tanpa mau membantah lagi Rain segera berlari mengelilingi lapangan tersebut, dan Aidan lebih memilih pergi dari sana—malas mengawasi gadis badung yang tidak pernah kapok itu.
Jika kalian berpikir Rain akan kabur maka penilaian kalian salah besar, gadis itu masih terus berlari setelah empat puluh menit dan sudah dua putaran ia dapatkan. Keringat sudah membasahi dahi sampai seragam atasnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/335329157-288-k193829.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Rain
Teen FictionSEBELUM BACA WAJIB FOLLOW AKUN WP AKU DULU!! kalian dapat hiburan aku juga merasa dihargai dan semangat untuk update. Blurb Raina Zanaya Ganendra, seorang gadis terkenal di SMA Scienze, bukan karena prestasi akademiknya atau keaktifannya di organisa...