BAB 20 // Nightmare

356 52 13
                                    

Sebelum baca jangan lupa follow akun wattpad aku dulu, ya kali baca doang 😭😭

Vote juga dong, tinggal pencet bintang kan gak susah👆

Selain vote kasih komen juga ya, terserah mau ngetik apa aja. Yang penting masih wajar dan bukan hate speech :-)

Jangan lupa spam 😈😈😈 untuk lanjut bab selanjutnya

Heppy Reading....

Vote, komen & share

_____


Pada pagi hari yang cerah Rain turun dari tangga dengan tas berwarna abu-abu miliknya, rambutnya panjang tergerai indah dengan sedikit gelombang karena alat catok. 

"Selamat pagi kak!" seru gadis kecil dari kursi meja makan. 

"Ayo sini makan dulu kak!" Pria berumur kisaran empat puluh tahun yang duduk paling ujung ikut berseru menyuruh Rain segera sarapan. 

"Papa sudah sarapan?"

Rain bertanya kepada Damian yang  sibuk dengan tablet di atas meja—tidak seperti dirinya dan Ara yang sedang mengunyah sarapan. 

"Papa sudah selesai sarapan. Papa juga sepertinya tidak bisa antar kalian ke sekolah, karena nanti siang ada meeting mendadak dan Papa belum mempelajari materinya. Tidak apa kan kalian nanti diantar Reza?"

Damian melihat ke arah kedua putrinya yang nampak masih sarapan, namun sayangnya dirinya tidak bisa menunggu lebih lama untuk berangkat bersama seperti biasanya. 

Rain menganggukkan kepalanya. "Nanti biar kakak sama adek berangkat sama Om Reza aja. Papa berangkat duluan aja gak masalah," ujar Rain tersenyum memaklumi. 

"Adek nggak masalah berangkat sama Om Reza?" tanya Damian kembali memastikan. 

Ara mengangguk yakin. "Papa hati-hati dijalan ya!" Kemudian Ara mencium pipi Damian sekilas, sebagai ritual rutin setiap pagi. 

"Papa berangkat dulu ya kak, jaga Adeknya baik-baik!" 

Damian memberikan ciuman pada puncak kepala Rain sambil berlalu—tanpa melihat Rain yang hanya menganggukkan kepala karena sedang minum susu. 

Tidak lama dari kepergian Damian, Rain dan Ara telah menyelesaikan sarapan mereka, kemudian keduanya segera ke depan untuk berangkat sekolah. Di depan sudah ada Reza yang ditugaskan mengantarkan mereka ke sekolah telah siap dengan mobil yang sudah menyala.

"Silahkan masuk mbak," ucap Reza yang berbaik hati membukakan pintu penumpang.

"Makasih Om Reza."

Seperti hari-hari biasanya, jalanan selalu padat pada pagi hari. Banyak orang berlomba untuk menuju tempat tujuan masing-masing—takut terlambat. Rain menyandarkan punggungnya pada kursi mobil, sementara Ara di sampingnya asik menghitung berapa lama lampu merah berlangsung, kemudian akan berseru untuk maju saat sudah hijau. 

Mobil Alphard itu hampir sampai sekolah sang adik, namun tiba-tiba ponsel yang kebetulan Rain kantongi di almamater jas berbunyi. Dengan sigap Rain mengambil dan melihat si penelpon yang ternyata tertulis; My handsome dad.

"Kenapa Pa?" tanya Rain begitu tersambung. 

"Maaf sebelumnya mbak, apa anda keluarga dari Damian Ganendra?"

Suara asing di sebrang membuat Rain mengernyit bingung. 

"Iya," kata Rain membenarkan. 

"Saya dari pihak kepolisian mengabarkan bahwa Bapak Damian Ganendra terlibat kecelakaan di Jalan Samudra. Saya mohon agar pihak keluarga harap segera datang ke Rumah Sakit Pelita Medika untuk lebih lanjutnya."

Untouchable RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang