"Erwin, biarkan aku pergi sekarang" tegas Caterine, berdiri tegak di hadapan komandannya.
"Jawabanku tetap sama. Itu terlalu berbahaya, Cate. Kita akan pergi sebentar lagi," tolak Erwin, suaranya tetap tenang namun tak memberi ruang untuk perlawanan.
"Kita akan pergi ke Distrik Ehrmich terlebih dulu, dan itu akan memakan waktu lama saat kita bergerak dalam formasi pasukan," bantah Caterine, nada suaranya semakin tajam.
"Kau tahu titan tidak aktif di malam hari. Aku bisa membunuh mereka dengan mudah dan kembali sebelum fajar" lanjutnya.
"Tidak ada jaminannya. Itu terlalu berisiko," Erwin tetap tak bergeming. "Aku tahu kau kuat, tetapi aku tidak akan mempertaruhkan nyawamu untuk sesuatu yang tak pasti. Aku juga tahu kau mengalami sakit kepala akhir-akhir ini."
Caterine mengepalkan tangannya. "Aku benci firasatku, Erwin…" Suaranya melemah, frustrasi memenuhi raut wajahnya.
Seorang prajurit yang tengah memberi laporan harus menjadi korban untuk menyaksikan perdebatan itu, ia hanya bisa menelan ludah merasakan aura kuat dari keduaanya. 'I-ini menyeramkan… Bagaimana bisa aku menyaksikan dua petinggi ini bertengkar? Aku ingin keluar dari sini…' batinnya, menggeser tubuhnya sedikit agar tak menarik perhatian.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Mike saat ini, dan Nanaba juga ikut bertugas mengawasi kadet 104. Aku tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu. Aku ingin melakukan sesuatu yang tak akan kusesali, jadi biarkan aku pergi" tegasnya.
"Aku juga mengkhawatirkan mereka," balas Erwin dengan nada lebih lembut. "Tetapi bergerak tergesa-gesa akan membawa lebih banyak risiko daripada manfaat."
Caterine tetap dengan pendiriannya. "Kalau begitu, aku akan pergi sendiri."
Ditengah perdebatan merka, seorang pria dengan wajah bosan masuk ke dalam ruangan. Levi menatapnya sekilas sebelum beralih ke Erwin.
"Sial, titan-titan itu tidak pernah memberi kita waktu istirahat," gumam Levi, menutup pintu di belakangnya.
"Kau tidak akan pergi. Ini perintah, dan jangan mencoba melakukannya sendiri" tegas Erwin.
"Tch, terserah kau, Erwin," desis Caterine, berbalik dengan langkah cepat keluard dari ruangan tersebut, tanpa mengubris kedatangan Levi.
Alisnya langsung berkerut saat melihat ekspresi tegang di ruangan itu. "Kalian bertengkar lagi? Walaupun itu sering terjadi, tapi kali ini rasanya berbeda. Apa yang terjadi?"
Erwin menghela napas kasar, menyandarkan tubuhnya pada meja. "Dia bersikeras ingin pergi sendiri ke Tembok Rose."
Levi semakin mengernyit. "Tidak biasanya dia bertindak ceroboh. Apa alasannya?"
"Dia ingin mencari Mike dan Nanaba yang bertugas menjaga kadet 104."
Levi terdiam sejenak sebelum menghela napas panjang. "Sial, jadi itu alasannya…"
Sementara itu, dengan amarah yang masih tertahan, Caterine melangkah cepat ke lapangan tempat para prajurit sedang bersiap.
"Persiapkan kuda dan perbekalan lebih cepat! Kita berangkat dalam lima menit!" suaranya menggema, membuat para prajurit semakin mempercepat persiapan mereka.
"Yokai!" seru beberapa prajurit dengan penuh semangat.
Caterine segera menuju kandang kuda, menyiapkan kuda hitam kesayangannya.
Namun, dengungan suara nyaring memenuhi kepalanya. Perasaan tak tenang terus menghantuinya, membuatnya sulit berpikir jernih.
'Mike… bertahanlah.'
KAMU SEDANG MEMBACA
-SAPPHIRE- (Shingeki No Kyojin X Reader)
Teen Fiction"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi" "Jadi jangan pernah menyesal dengan keputusan yang kau ambil" •◇◇◇• "Ada apa kalian kemari" "Kau masih wanita dingin seperti biasanya" "Tch" TYPO BERTEBARAN!
