Kapal terbang mulai bergetar hebat saat memasuki awan gelap yang dipenuhi kilatan petir. Angin kencang mengguncang badan pesawat, membuat semua orang di dalamnya mencengkeram erat apa pun yang bisa mereka pegang.
"Sial! Kita kehabisan bahan bakar!" Onyankopon mendecak, berusaha keras menstabilkan kendali pesawat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya saat ia menarik kemudi ke atas, mencoba keluar dari badai yang mengancam mereka.
Tiba-tiba, awan gelap itu terbelah, memperlihatkan pemandangan mengerikan di bawah mereka. Di kejauhan, sosok Titan Perintis Eren menjulang seperti mimpi buruk yang menjadi nyata.
"Sudah terlihat! Bersiaplah untuk melompat!" Onyankopon berteriak, matanya terpaku pada Titan raksasa di bawah sana.
"Onyankopon! Cepat ke sini sekarang!" Hange memanggil dari dekat pintu pesawat yang sudah terbuka, angin kencang menghempaskan rambutnya ke belakang.
"Belum! Aku akan mengemudi sampai kita tepat di atas Titan Perintis! Setelah itu, aku akan mencoba melakukan pendaratan darurat!" Onyankopon menolak mentah-mentah, tangannya tetap erat menggenggam kemudi.
"Pastikan kau mendarat di Titan Perintis! Kau dengar aku?!" suaranya terdengar jelas di tengah deru mesin pesawat yang kelelahan. Hange menoleh ke arahnya dan mengangguk tegas.
Di dalam pesawat, Levi yang sejak tadi diam tiba-tiba membelalak. Tubuhnya menegang, firasat buruk menyergapnya. Ia mengenali pola ini.
"Onyankopon!" Mikasa berteriak, matanya melebar melihat hujan bebatuan melesat ke arah mereka.
Refleks, Onyankopon membelokkan pesawat tajam ke kanan. Semua orang nyaris terlempar dari tempatnya, perut mereka serasa terjun bebas. Suara dentuman keras terdengar saat beberapa batu menghantam sisi pesawat.
"Tch! Dia di sana... monster sialan itu!" Levi mendesis tajam, tatapannya dipenuhi kebencian saat melihat Titan Monyet berdiri di atas kerangka Titan Perintis, melemparkan batu dengan presisi mematikan.
"Tidak ada waktu lagi! Target kita Titan Monyet! Gunakan semua yang kita punya dan hancurkan dia! Kita hentikan Guncangan Tanah sekarang!" Armin berseru lantang. Tatapan tekad terlihat di wajah mereka semua.
Di dalam pesawat, semua sudah bersiap. Caterine, Hange, Levi, Armin, Mikasa, Jean, dan Connie mencengkeram tombak petir di lengan mereka, siap melancarkan serangan. Belasan tombak petir tersampir di punggung Mikasa, Jean, dan Connie, sementara Pieck dan Reiner bersiap untuk bertransformasi. Caterine mengecek senapannya anti titan milik Marley untuk terakhir kali, memastikan ia siap bertempur.
Onyankopon mengeratkan genggaman pada kemudi, memfokuskan diri untuk membawa mereka sedekat mungkin ke Titan Perintis. Setiap manuvernya nyaris mustahil, menghindari rentetan serangan batu Titan Monyet yang terus menghujani udara.
"Sekarang!" teriak Onyankopon saat pesawat berhasil melintas tepat di atas Titan Perintis.
"Eren!" Armin berteriak sebelum melompat, diikuti yang lain. Mereka meluncur bebas di udara, angin menyayat kulit mereka saat mereka bersiap mendarat di tubuh Titan Perintis.
Titan Monyet kembali melemparkan batu ke arah mereka, tetapi mereka semua bergerak gesit, menghindari serangan dengan kecepatan luar biasa. Levi melesat di depan, mata tajamnya mengunci pada Titan Monyet. Ia sudah menunggu momen ini terlalu lama.
"Aku tidak bisa mendarat!" Connie berteriak panik saat ia berusaha menghindari hujan batu yang datang bertubi-tubi.
Reiner yang terjun mendahului mereka menggertakkan gigi. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi. Dengan satu gerakan cepat, ia mengangkat tangannya ke mulut dan menggigitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
-SAPPHIRE- (Shingeki No Kyojin X Reader)
Fiksi Remaja"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi" "Jadi jangan pernah menyesal dengan keputusan yang kau ambil" •◇◇◇• "Ada apa kalian kemari" "Kau masih wanita dingin seperti biasanya" "Tch" TYPO BERTEBARAN!
