Di seberang lautan terdapat kebebasan. Pertanyaan itu nampaknya tak sepenuhnya benar, setelah memakan waktu lama peperangan antara Marley dan untuk merebut benteng Slava akhinya peperangan di menangkan oleh bangsa Marley. Walau kemenangan itu mengorbankan ratusan pihak Eldia yang menjadi prajurit garda terdepan dalam perang tersebut.
Peperangan panjang itu kini berakhir dan para prajurit Eldia kini dipulangkan ke wilayahnya, zona penampungan Liberio.
"Kerja bagus, Falco," ujar pria dengan rambut cokelat panjang pada bocah pirang di sampingnya. Suaranya tenang, seperti bisikan angin sore yang menyusup di antara pepohonan taman rumah sakit.
Falco menunduk sejenak sebelum mengangguk. "Itu semua berkat kau, Kruger-san… Tapi jujur saja, aku masih ragu bisa mengalahkan Gabi. Meski begitu, aku akan terus berusaha."
Pria itu tersenyum tipis. Ada sesuatu dalam sorot matanya, sesuatu yang sulit ditebak. "Justru akulah yang harus berterima kasih padamu. Kau telah banyak membantuku… mengirimkan surat-surat itu."
Falco menatap sarung tangan dan bola kasti di pangkuan Kruger. "Apa keluargamu yang mengirim itu?" tanyanya.
Kruger menatap benda itu sekilas sebelum mendengus kecil. "Mereka pikir ini akan membuatku lebih sibuk… agar aku tak perlu tinggal di rumah sakit."
"Aku juga harus terus maju. Setelah festival, aku akan kembali ke kampung halamanku," sambungnya.
Falco tersenyum, kemudian bangkit dari bangku taman. "Kalau begitu, aku pergi dulu."
Kruger mengangguk pelan, memperhatikan punggung kecil itu yang semakin menjauh. Langkahnya ringan, penuh semangat.
"Kau benar-benar menggunakan bocah baik itu sampai akhir."
Suara lembut namun tajam itu menyusup ke dalam pikirannya, membuat Kruger menghela napas panjang sebelum menoleh. Seorang perempuan berambut pirang berdiri dengan tangan terlipat, menatap lurus ke arah depan mengamati suasana sekitaran runah sakit.
Kruger- tidak, Eren- tersenyum samar. "Lama tak jumpa, nee-san."
"Apa kau meniru gayaku?" tanyanya, menatap perban yang melilit mata kanan Eren.
Eren menyentuh perban itu sesaat sebelum kembali menatapnya. "Aku terlihat bagus dengan ini, bukan?"
Caterine menyandarkan punggungnya pada dinding, menatap Eren yang masih duduk di bangku taman. Keheningan menggantung di antara mereka, seakan tak ada yang ingin membuka percakapan lebih dulu.
"Aku tak tahu bagaimana kau bisa mendapatkan semua informasi itu," gumam Eren akhirnya.
Caterine mengangkat bahu ringan. "Menyamar, mendekat, membaca situasi… ternyata mereka tidak sepintar yang kuduga."
Eren terkekeh kecil, tetapi tawanya hambar. "Kurasa mereka tak memperhitungkan kedatanganmu"
Caterine menatapnya lebih dalam, "Malam ini, semua orang akan berkumpul di Liberio. Ini akan memakan banyak korban… Apa ini harga yang sepadan?" ucapnya dengan suara lebih rendah.
Suara itu menancap tajam, membuat Eren terdiam lebih lama dari yang seharusnya.
"Aku harus melakukannya," bisiknya, nyaris tak terdengar.
Caterine menghela napas. "Jadi kau akan mengambil umpan Willy Tybur? Dengan pembantaian di Liberio, serta para tamu VIP dari berbagai negara… Mereka akan menganggap bangsa Eldia sebagai ancaman."
Eren mengepalkan tangannya. "Hanya ini satu-satunya cara."
Caterine menatapnya dalam-dalam. "Semakin aku mencari tahu, semakin jauh kau melangkah, Eren. Apa sebenarnya rencanamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
-SAPPHIRE- (Shingeki No Kyojin X Reader)
Novela Juvenil"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi" "Jadi jangan pernah menyesal dengan keputusan yang kau ambil" •◇◇◇• "Ada apa kalian kemari" "Kau masih wanita dingin seperti biasanya" "Tch" TYPO BERTEBARAN!
