Merasa mentalnya belum stabil, Jennie memutuskan untuk mengambil cuti kuliah. Tentu saja tidak ada yang berani mencegahnya karena Gongyo merupakan donatur terbesar di universitasnya saat ini. Saat tengah mengajukan cuti di kampus, ia bertemu dengan seseorang yang ia kenal.
"Anyeong, Jennie-ya. Aku sangat merindukanmu.", ucap wanita itu sembari memeluk Jennie hangat. Jennie yang masih malas bersosialisasi hanya bisa
menepuk punggung wanita itu."Aku berencana mengunjungi mansionmu pulang dari sini, tapi kebetulan aku bertemu denganmu disini.", ucap wanita itu yang hanya dijawab oleh anggukan Jennie. Meskipun mendapat perlakuan seadanya, wanita itu mengerti. Pasti Jennie masih terpukul dengan kepergian ibunya. Namun wanita itu memutuskan untuk tidak memperburuk suasana dengan menanyakan perkara Hyekyo.
"Unnie sangat ingin mengobrol denganmu. Bisakah kau menunggu sebentar di taman? unnie akan segera kesana setelah menyelesaikan urusan berkas-berkas ini.", ucap wanita itu yang lagi-lagi hanya dibalas anggukan Jennie. Sebenarnya ia sangat ingin menolak ajakan wanita itu, pengar dikepalanya belum hilang. Namun melihat antusiasme wanita itu, Jennie menjadi merasa tidak enak.
Sesampainya di taman belakang universitasnya, ia langsung menduduki salah satu bangku di sana sembari menatap orang-orang yang berlalu lalang. Ia jadi teringat seseorang. Seseorang yang sangat sering mengajaknya ke taman. Namun seolah tersadar, Jennie langsung menggelengkan kepalanya tatkala teringat sesuatu.
"Apa kau menunggu lama?", tanya wanita itu sembari membawa 2 kaleng soda ditangannya.
"Aniyo.", jawab Jennie singkat sembari menerima sekaleng soda dari sepupunya. Jennie dan Minyoung memiliki selisih umur yang cukup jauh. Karena itulah Jennie harus bersikap sopan terhadap sepupunya itu.
"Bagaimana kabar saudarimu?", tanya Minyoung sembari meneguk sekaleng soda ditangannya.
"Baik.", jawab Jennie asal-asalan membuat Minyoung sedikit salah tingkah. Jennie yang menyadari perubahan tingkah Minyoung sontak langsung berusaha mencairkan suasana.
"Apakah Italia menyenangkan?", tanya Jennie membuat Minyoung menghembuskan nafasnya sejenak.
"Kota itu sangat indah. Hanya saja banyak sekali gangster disana.", ucap Minyoung yang dibalas oleh anggukan Jennie. Namun tiba-tiba ia merasa penasaran pada seseorang.
"Bagaimana kabar Yeji unnie?", tanya Jennie yang tak langsung mendapat jawaban dari Minyoung. Gadis itu terlihat tengah berfikir sejenak sebelum memberikan jawaban.
"Baik... dia sudah bersuami saat ini."
■
Lisa kini mengemasi barang-barangnya. Namun saat fokus berkemas, matanya tertuju pada sebuah bingkai foto yang menampilkan keempat gadis yang asik merangkul satu sama lain. Pada foto itu mereka berempat terlihat sangat bahagia, bahkan terlihat saling menyayangi satu sama lain. Lisa kembali meletakkan bingkai itu dalam kopernya. Menyeka air mata yang entah sejak kapan jatuh begitu saja.
"Eomma... Aku merindukanmu..", lirih Lisa sembari terus mengemasi barang-barangnya.
Perhatiannya beralih pada pemandangan kota Seoul dari jendelanya yang begitu padat seperti hari-hari biasanya. Besok ia akan meninggalkan tanah airnya. Berharap jika semua akan berjalan sesuai rencana.
Namun saat ini ia tak dapat menahan kerinduannya pada saudari-saudarinya. Ia benar-benar tak tega meninggalkan keluarganya. Setelah berbagai pertimbangan, Lisa memutuskan untuk melihat keluarganya untuk terakhir kalinya. Ia hanya tak ingin menyesal dikemudian hari.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Lisa yakin keluarganya pasti sudah tertidur. Itu menambah keyakinan Lisa untuk pergi menuju mansion. Setidaknya Lisa tidak akan mendengar kalimat-kalimat pedas yang akan dilontarkan keluarganya.
Sebuah mantel sudah ia gunakan saat ini. Dengan berbekal dompet, Lisa bergegas menuju mansion dengan menaiki taksi.
Sesampainya disana, semua pegawai seketika membungkuk hormat. Nona muda mereka kembali setelah berhari-hari menghilang. Namun saat ingin melaporkannya pada Gongyo, Lisa melarangnya.
"Aniyo, pasti mereka sudah tertidur. Lagipula aku tidak akan lama.", ucap Lisa yang langsung mendapat anggukan dari para pegawai disana. Bagi mereka setiap kalimat yang dilontarkan atasan mereka adalah perintah.
Dengan penuh keraguan Lisa melangkahkan kakinya menuju mansion. Menghirup udara yang sudah lama ia tinggalkan. Saat memasuki area mansion, entah kenapa air mata Lisa menetes tatkala tiba-tiba memori indah bersama ibunya terputar begitu saja.
"Eomma, belikan aku mainan.", rengek Lisa kecil pada Hyekyo.
"Kau sudah membeli 5, Lisa-ya.", ucap Hyekyo berusaha memberi pengertian pada gadis bungsunya.
Tangis Lisa semakin pecah tatkala berbagai memori terputar bagai kaset rusak di kepalanya.
Beberapa detik kemudian ia tersadar dan langsung menyeka air matanya. Melanjutkan langkahnya menuju lantai 2 yang merupakan kamar kakak-kakaknya.
Saat berada di depan salah satu kamar kakaknya, ia langsung membuka gagang pintu di hadapannya dengan penuh kehati-hatian. Berusaha menghindari suara yang dapat mengundang perhatian.
Kini di hadapannya, Rosè tengah tertidur pulas. Lisa yang melihat itu menghampiri kakaknya dengan langkah berat. Namun hati Lisa berdenyut tatkala kalung pemberiannya sudah tidak tergantung di leher kakaknya. Dengan sepenuh tenaga, ia berusaha menahan rasa kecewanya.
Dengan langkah perlahan, ia mendekati ranjang Rosè. Tangan kurusnya beralih mengusap kepala kakaknya lembut sembari menatap wajah damai Rosè yang tengah tertidur pulas.
"Aigo, kau pasti kehilangan berat badan, ne?", tanya Lisa seolah berbicara pada diri sendiri.
"Ketika aku pergi, makan yang banyak, hm?", ucap Lisa sembari menyeka air matanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang jatuh saat ini, Lisa sudah tidak peduli. Dengan penuh kasih sayang, gadis itu mengecup dahi kakaknya.
"Aku akan menebusnya.", Itu merupakan kalimat Lisa sebelum meninggalkan kamar Rosè.
■
Kamar bernuansa hitam putih merupakan pemandangan Lisa saat ini. Dengan hati-hati ia membuka gagang pintu kamar Jennie. Berharap jika aktivitasnya tidak menimbulkan suara.
Namun dirinya dikejutkan tatkala rupanya Jennie belum tertidur. Begitupula dengan Jennie yang tidak kalah terkejutnya dengan Lisa. Seketika Lisa langsung menutup pintu Jennie. Namun belum sempat ia benar-benar menutupnya, tangan Jennie sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangannya.
"Apa yang kau lakukan?", tanya Jennie dengan tatapan tajam. Sungguh Lisa sangat ketakutan saat ini. Ini adalah pertama kalinya Jennie bersikap kasar padanya.
"Mianhae, aku-"
"Kenapa kau kembali?", tanya Jennie yang langsung membuat dada Lisa sesak. Sungguh kalimat Jennie sangat menyakitkan, apalagi kalimat itu keluar dari mulut kakaknya sendiri.
Jennie kini melepas cekalannya. Membiarkan air matanya jatuh begitu saja. Lisa yang melihat tangis kakaknya sontak langsung mengalihkan pandangan. Sungguh ia tak kuasa melihat kakaknya menangis.
"Kehadiranmu adalah luka."
Note
Selamat malming gais. btw kenapa ya sepi amatttt, ayo dong commenttttt. jangan pada sider ges 🥲🥲🥲 oke deh, see u in next ch 🩷
KAMU SEDANG MEMBACA
Home?
FanfictionKim Lisa, perempuan berdarah bangsawan yang terpaksa kehilangan segalanya karena bakat yang ia miliki. Demi melindungi keluarganya, Lisa tumbuh menjadi manusia berhati dingin. Lisa rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan tumpah...