Tubuh Jennie seketika terhuyung kebelakang. Bahkan kedua kakinya kini tak mampu untuk menahan tubuhnya. Alhasil kini ia tersungkur ke lantai. Hal itu tentu membuat beberapa orang disana panik.
"Nona, apa kau baik-baik saja?", tanya seorang pria bertubuh kekar yang merupakan bodyguard Gongyo. Baru saja pria itu hendak ke toilet, namun ia harus dikejutkan tatkala tiba-tiba nonanya tergeletak di lantai.
"Antar aku ke ruangan eomma.", ucap Jennie yang langsung diangguki oleh pria itu. Kini pria itu dengan ulet mengambil sebuah kursi roda dan mendudukan nonanya dikursi itu. Mendorong kursi roda itu hingga sampai ke depan ruangan yang nonanya mau.
Jennie langsung memasuki ruangan itu dengan tubuh yang bergetar hebat. Bahkan untuk sekedar menangis saja sulit. Sesak didadanya seolah menahan dirinya untuk menangis.
Saat menemukan sebuah bangsal bertuliskan nama ibunya, Jennie langsung menghampiri bangsal itu. Membuka kain yang menutup wajah ibunya. Saat itulah tubuh Jennie seketika kembali melemas. Dilihat wajah pucat ibunya dengan bola mata bergetar.
"Ti- tidak mungkin..."
■
Lisa berjalan menyusuri jalanan yang nampak tak berbeda dari sebelumnya. Hanya dirinyalah yang berbeda. Jika biasanya ia menyusuri jalan itu dengan senyum yang merekah, kini ia berjalan menyusuri jalan itu tanpa ekspresi. Dirinya sudah seperti kehilangan jati diri saat ini.
Saat mendapat kabar kepergian ibunya, ia langsung bergegas mengunjungi ruang jenazah. Namun ia dibuat terkejut tatkala bodyguard Gongyo yang biasanya selalu patuh padanya, kini malah menahannya untuk melihat ibunya sendiri untuk terakhir kalinya. Tentu saja bodyguard ayahnya bukan melakukan hal itu tanpa alasan, melainkan atas perintah salah satu kakaknya yang bahkan Lisa tidak tahu siapa.
Seolah langit tak berpihak padanya, rintik demi rintik air mulai turun. Seiring berjalannya waktu, rintik air itu berubah menjadi hujan deras yang membasahi tubuhnya. Saat inilah momen yang paling pas untuk gadis itu menangis sejadi-jadinya. Bahkan Lisa menyakiti dirinya dengan mencakar-cakar pergelangan tangannya sendiri hingga darah mengalir diatasnya. Sungguh ia tak bisa lagi menahan sesak didadanya.
"EOMMA, KENAPA KAU MENINGGALKANKU? APA SALAHKU EOMMA?!", teriak Lisa sembari terus menyakiti dirinya. Berharap jika hal itu dapat meredakan rasa sakit didadanya.
Hingga tiba-tiba ia merasa hujan tak lagi membasahi tubuhnya. Saat gadis itu mendongakkan kepalanya, seorang pria berjas hitam sudah berada dihadapannya.
"Nona manis, ingin minum teh bersamaku?", tanya Pria itu yang langsung mendapat penolakan dari Lisa. Ayolah, apakah pria ini tidak peka dengan situasi Lisa saat ini?
"Kita akan membicarakan tentang penembakan eommamu.", bujuk pria itu yang langsung mengundang atensi Lisa. Berita tentang penembakan Hyekyo memang sudah tersebar dimedia massa. Tidak heran karena hal sekecil apapun mengenai keluarga Kim akan mengundang perhatian publik. Apalagi berita sebesar ini.
Tiba-tiba pria itu memberikan payungnya pada Lisa dan berjongkok di hadapan putri bungsu Gongyo itu. Seolah memberi aba-aba Lisa untuk naik ke punggungnya.
"Naiklah. Aku tahu tubuhmu sedang tak berpihak padamu."
■
Pemakaman Hyekyo sudah diselenggarakan 1 jam yang lalu. Situasi pemakaman benar-benar penuh dengan tangisan. Terutama tangisan ketiga gadis Kim. Sedangkan Gongyo, ia hanya terdiam seolah kehilangan jati dirinya.
Jisoo kini berada di depan wastafel sembari memandangi wajahnya. Satu kata yang dapat menggambarkannya saat ini. 'Berantakan'. Namun perhatiannya beralih pada handphone di tangannya. Mendial nomor seseorang disana. Setelah nomor itu tersusun sempurna, Jisoo malah mengurungkan niatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Home?
FanficKim Lisa, perempuan berdarah bangsawan yang terpaksa kehilangan segalanya karena bakat yang ia miliki. Demi melindungi keluarganya, Lisa tumbuh menjadi manusia berhati dingin. Lisa rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan tumpah...