14

2.6K 229 3
                                    

Jennie membeku ditempatnya. Kata-kata ayahnya mampu membuat tubuhnya seolah mati rasa. Bahkan air mata terlalu enggan untuk menetes.

"Omong kosong macam apa itu?", kalimat yang Jennie lontarkan sebenarnya adalah kalimat untuk menenangkan diri sendiri. Ia yakin, pasti polisi melakukan kesalahan dalam pencarian adiknya.

"Appa juga berharap itu adalah omong kosong, Jennie-ya.", air mata menetes dari mata Gongyo. Pria itu benar-benar tak berdaya saat ini.

"Polisi itu pasti salah. AKU YAKIN PASTI SALAH!", Gongyo dengan penuh kasih sayang menarik tubuh Jennie kedalam pelukannya. Pria itu menyadari bahwa Jennie mulai hilang kendali. Ia tak mau nantinya gadis itu menyakiti dirinya sendiri lagi.

"Gwenchana.. Lisa pasti kembali. Uri Lisa adalah gadis yang kuat. Ia pasti dapat menjaga dirinya sendiri.", air mata Jennie mengalir deras membasahi dada bidang Gongyo. Bahkan isak tangis terdengar dari gadis itu. Ego Jennie seketika runtuh begitu saja. Gongyo hanya bisa menepuk punggung putrinya untuk memberikan ketenangan.

"Tolong.. Tolong bawa kembali anak itu.. Aku berjanji tidak akan membencinya lagi.", gumam Jennie dengan suara bergetar. Tanpa siapapun sadari, seorang gadis tengah menguping dari balik pintu. Dengan sekuat tenaga ia menutup mulutnya rapat-rapat agar isak tangisnya tidak terdengar.

"Ottoke..."

"Bagaimana jika kita melakukannya hari ini?", Jongki yang mendengar pertanyaan Lisa kini menatap gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Apa kau sudah benar-benar sehat?", tanya Jongki yang langsung mendapat anggukan mantap dari Lisa.

"Arasseo, kita akan mengubah rencana. Sepertinya rencana awal terlalu rumit.", Lisa hanya mengangguk patuh. Ia tahu dirinya terlalu dini untuk ikut campur dalam urusan rencana. Apalagi rencana yang menyangkut nyawa seseorang.

"Kau hanya perlu menembak pria itu ketika dia diikat.", ujar Jongki santai sembari merogoh handphonenya. Ia berencana mengabari bawahan-bawahannya untuk membawa pria itu ke gudang belakang. Sebenarnya Jongki sudah menculik pria itu sejak beberapa hari yang lalu. Hanya saja ia menunggu Lisa yang bergerak untuk membunuhnya.

"Sepertinya aku tidak perlu mengajarimu cara menggunakan pistol.", ucap Jongki yang mampu membuat Lisa menelan salivanya kasar. Sebenarnya kejadian hari itu masi terbayang dikepalanya, membuat gadis itu sedikit trauma dengan pistol. Namun sebisa mungkin ia menghadapinya.

Tanpa banyak kata Jongki langsung menuntun Lisa ke gudang belakang sembari memberikan sebuah pistol lengkap dengan peluru. Setelah sampai di depan gudang, ia langsung memberikan intruksi pada bawahannya untuk membuka gerbang.

Mata hazel Lisa menajam tatkala sosok pria yang merupakan pelaku pembunuhan ibunya kini ada dihadapannya. Genggamannya pada pistol semakin kuat, seolah ingin menembus kepala pria itu dengan peluru saat ini juga.

"Dengarkan aku baik-baik. Jika kau ingin membuatnya tewas, maka kau harus menembak ke bagian yang sudah diberi tanda merah.", bisik Jongki memberi petunjuk. Dengan langkah lebar Lisa mendekati sang pelaku.

"MIANHAE.. JINJJA MIANHAE... Aku hanya mendapatkan perintah. Tolong biarkan aku hidu-"

Dorr

Sebuah tembakan melayang kearah pria itu, membuat pria itu mengerang kesakitan. Namun Jongki mengernyitkan dahinya heran. Mengapa tembakan Lisa meleset? Bukankah Lisa adalah penembak yang handal? Kenapa gadis itu malah tidak tepat menembak pada bagian tubuh pria itu yang sudah diberi tanda? Padahal Jongki sengaja memberi tubuh pria itu tanda merah yang merupakan bagian organ pentingnya. Sehingga dapat mempercepat kematian pria itu.

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang